"Idih! Apaan pacar, ogah dah." Nazwa melanjutkan makan malamnya yang sempat tertunda.
Sabrina mulai menarik lebar bibirnya, tersenyum lepas untuk yang pertama kalinya selepas keluar dari Rumah Tahanan.
"Widih! Akhirnya Kamu bisa tertawa juga, Rin. Jadi seneng lihatnya," ucap Nazwa seraya membalas godaan Sabrina. "Sering-sering aja tuh si Abang tukang perabotan ke sini biar kamu tertawa terus." Nazwa dan Sabrina tertawa bersama berbincang hal yang nyeleneh tetapi dapat menghibur.
Seusai makan malam Nazwa dan Sabrina beristirahat dan menutup kelopak matanya di kamar masing-masing karena aktivitas esok pagi telah menanti mereka.
Sabrina dan Nazwa yang tak putus asa, besok akan kembali melanjutkan perjalanannya mencari lowongan kerja demi kelangsungan hidup mereka.
Saat matahari mulai menyapa pagi, terlihat Sabrina tengah duduk termenung seorang diri di samping jendela kamarnya.
"Kenapa dengan, Ayah. Selama 3 tahun sejak aku mendekam di Rumah Tahanan tak pernah sekalipun terlihat wajah gagahnya, apa Ayah sudah membenci Aku. Aku rindu padamu, Ayah," lirih Sabrina yang tiba-tiba saja terlintas ingatan tentang Ayahnya.
"Rin! Sudah bangun belum?" teriak Nazwa seraya mengetuk pintu kamar Sabrina.
"Iya sudah, Naz," sahut Sabrina pelan.
"Segera siap-siap ya, kita kan mau keliling Jakarta lagi," lanjut Nazwa.
"Oke, Naz," jawab Sabrina.
Setelah terlebih sahulu sarapan pagi Sabrina Dan Nazwa bergegas siap-siap untuk mencari pekerjaan. Tak lupa Nazwa mengunci pagar Rumah sederhananya dengan gembok yang terlihat tak asing.
Setengah hari Sabrina dan Nazwa berkeliling Jakarta. Akan tetapi, tak juga mendapatkan pekerjaan. Dengan tubuh yang lusuh mereka mencoba beristirahat di sebuah akringan pinggir jalan hendak memesan minuman dingin guna menghilangkan dahaganya.
Tiba-tiba datang seorang Ibu-ibu yang turut serta beristirahat di angkringan yang sama. Terdengar jelas dari suaranya yang sedikit nyaring, Ibu-ibu itu tengah berbincang dengan seseorang lewat gawai miliknya.
Rupa-rupanya Ibu-ibu tadi tengah mencari dua orang Asisten Rumah Tangga untuk kediaman Bosnya. Tanpa pikir panjang Sabrina dan Nazwa yang duduk tak jauh dari Ibu-ibu tadi sontak langsung mendekatinya dan menawarkan diri untuk mengisi lowongan tersebut.
Ibu-ibu tadi segera mengajak Sabrina dan Nazwa untuk interview menemui bosnya.
"Mudah-mudahan ini rejeki kita ya, Rin," desis Nazwa pada Sabrina
"Amin," balas Sabrina seraya mengusap wajah dengan tangannya.
"Bos Saya orangnya baik kok. Faktor utama kalian harus jujur, terus kerjanya yang gesit dan rapih ya," ungkap Ibu-ibu yang membawa Nazwa dan Sabrina.
"Iya tentu, Bu. Kejujuran adalah faktor utama dalam menjalani kehidupan. Iya enggak, Rin?" sahut Nazwa pada Ibu-ibu tadi seraya melirik Sabrina dan melontarkan kekompakannya. Sabrina menganggukan kepalanya seraya tersenyum datar.
Setibanya di Rumah calon majikan mereka berdua di bawa masuk ke dalam Rumah dan duduk di kursi yang terlihat mewah dari kulit asli berwarna maroon. Ibu-ibu tadi segera naik ke lantai dua Rumah guna memanggil Ibu majikan.
"Rumahnya bagus banget ya, Rin. Gede pula, pantes aja butuh dua orang, lah kalo sendirian bisa-bisa encokan deh," desis Nazwa pada Sabrina.
"Sst! jangan banyak bicara dulu takut kedengeran," sahut Sabrina yang begitu pelan. Seketika Nazwa menutup mulutnya agar tak banyak bicara.
Terlihat seorang Wanita yang cantik dan elegan turun dari lantai dua Rumahnya. Rupanya ia adalah Ibu majikan pemilik Rumah ini.
"Selamat siang, kenalkan Saya calon majikan kalian." wanita itu menyapa Sabrina dan Nazwa dengan sopan dan menyodorkan tangannya pada mereka.
"Selamat siang juga ibu." Sabrina dan Nazwa membalas sapaan Ibu majikan dan bersalaman.
"Perkelankan nama Saya, Yeni Assegaf. Panggil saja Ibu Yeni ya," Bu Yeni memperkenalkan diri.
"Jadi kalian siap bekerja di rumah Saya yang lumayan besar ini?" lanjut Bu Yeni.
"Siap, Ibu. Kami berdua sudah yakin pada keputusan Kami." Nazwa menjawab dengan cepat. "Semoga Ibu bisa memberi kesempatan buat kami agar bisa bekerja di Rumah, Ibu," sambung Sabrina seraya menyodorkan senyuman manisnya.
"Apa kalian sudah ada pengalaman sebelumnya," lanjut Bu Yeni dengan pertanyaan selanjutnya.
"Sudah, Ibu. Kami sudah terbiasa kerja Rumah Tangga. Sudah pengalaman, Ibu." Tanpa kode-kode sebelumnya Nazwa dan Sabrina sangat terlihat kompak menjawab semua pertanyaan Ibu Yeni.
Bukan niat hati ingin berbohong. Akan tetapi mereka mencoba meyakinkan Ibu Yeni bahwa mereka bisa bekerja dengan bersungguh-sungguh.
"Oh iya, nama kalian siapa?" Pertanyaan selanjutnya yang di sodorkan Bu Yeni.
"Saya Nazwa, Bu. Dan ini Sabrina teman saya," jawab Nazwa penuh semangat seraya melayangkan jari telunjuknya ke arah Sabrina.
"Baiklah, Saya terima kalian untuk bekerja di Rumah Saya. Besok kalian bisa kembali ke sini dan memulai pekerjaan. Jangan lupa membawa pakaian dan perlengkapan ibadah. Kalo alat mandi sudah di sediakan di sini di kamar mandi belakang," tutur Bu Yeni dengan halus. "Saya harap kalian bisa bekerja dengan baik ya, jangan membuat saya kecewa," lanjut Bu Yeni. Dengan menyodorkan 2 lembar uang berwarna merah untuk bekal ongkos Sabrina dan Nazwa esok pagi.
Akhirnya dua sahabat itu pulang dengan wajah semringah setelah perjuangan beberapa minggu keliling kota Jakarta mencari kesana kemari.
Sabrina dan Nazwa bisa tidur nyenyak untuk malam ini. Akhirnya, mereka bisa mendapatkan pekerjaan walaupun hanya sebagai Asisten Rumah Tangga, tetapi tidak mengapa asalkan pekerjaan itu halal akan mereka lakukan dengan ikhlas.
Malam ini, Sabrina dan Nazwa mebereskan semua barang-barang yang hendak di bawa.
"Enggak nyangka, setelah 3 tahun aku menempati rumah ini besok kosong lagi deh ini rumah," lirih Nazwa.
"Gimana kalo di kontrakin aja, Naz. Sayang kan kalo kelamaan kosong takutnya rusak," saran Sabrina.
"Iya juga ya, Rin. Kamu bener!" jawab Nazwa
"Bikin tulisan aja di depan pagar terus cantumkan nomor hp kamu," lanjut Sabrina.
"Cerdas!" Nazwa menerima saran Sabrina dengan semringah.
Malam ini Sabrina memantapkan hatinya akan bekerja dengan sungguh-sungguh demi kehidupan yang akan datang. Sabrina berniat akan mengumpulkan uang untuk modal usahanya kelak agar bisa jadi wanita yang mandiri dan mengubah hidupnya ke arah lebih baik lagi.
"Assalamualaikum." Terdengar suara bariton dari luar rumah tengah mengetuk pintu dan mengucapkan salam.
"Waalaikumsalam, sebentar," jawab Nazwa. "Siapa sih malam-malam, orang lagi sibuk juga. Ganggu aja!" gerutu Nazwa pelan.
Nazwa membuka pintu Rumahnya dan kembali harus tercengang dengan kedatangan tamu yang tak di undang.
"Ada apa, Bang. dateng lagi?" sapa Nazwa pada lelaki yang terus-terusan mencoba mendekatinya.
"Bolahkah Abang bicara sebentar? Ada yang harus Abang bicarakan, penting!" rengek Lelaki itu.
"Ya sudah bicara di luar saja ya, Bang. Ada sodara Saya masih nginep. Tapi, Saya enggak bisa lama-lama lagi sibuk soalnya," sahut Nazwa dengan nada datar.
"Iya, Dek. Enggak lama kok," balas Lelaki yang kerap di sapa Abang itu.