Chereads / Cinta Sabrina / Chapter 11 - Bab 11-Penderitaan Sabrina di Mulai

Chapter 11 - Bab 11-Penderitaan Sabrina di Mulai

"Ayah! Ayah! Tolong, Yah. Aku tidak bersalah, percaya sama Aku, Yah!" Sabrina meminta pertolongan pada Bramantio tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Bramantio hanya menutup mulutnya mencoba menahan air mata yang terlanjur luruh tak terbendung.

Polisi membawa Sabrina masuk ke dalam mobilnya.

Entah dosa apa yang telah Sabrina perbuat sehingga cobaan terus-menerus menghampirinya. Air mata yang luruh di pipinya seakan tak bisa terhentikan. Tak pernah terbayangkan sebelumnya jika malam ini ia harus beristirahat di dalam sel jeruji besi.

"Tahanan baru ya, Mba. Kasus apa?" sapa Seorang penghuni ruang tahanan yang kebetulan berada satu sel bersama Sabrina.

Namun, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Sabrina.

"Kok diem aja, Mbak. Tenang aja Aku bukan orang jahat," lanjut wanita yang seketika duduk bersebelahan dengan Sabrina.

Sabrina mulai mengangkat wajahnya dan menjawab pertanyaan wanita itu.

"Aku di tuduh mencelakai Adik iparku," ujar Sabrina terbata-bata.

"Hm! Enggak jauh beda sama, Aku," balas Wanita itu. "Kenalin namaku Nazwa." Seketika Wanita itu menyodorkan tangannya pada Sabrina. Sabrina pun membalasnya.

"Aku, Sabrina. Panggil saja, Rina," sahut Sabrina dan mereka berdua bersalaman saling berkenalan.

"Aku di tahan karena menampar wajah gundik Suamiku. Sejak saat itu pula gundik Suamiku memanfaatkan kesempatan dan langsung melaporkanku ke Kantor Polisi. Tapi aku sudah menghubungi pengacaraku. Semoga aku tidak akan lama-lama tinggal di tempat ini," jelas Nazwa, Wanita yang baru saja di kenal Sabrina. "Lalu apa yang sudah terjadi padamu" lanjut Nazwa.

"Heh! Ngobrol terus. Waktunya istirahat!" Sahut salah satu penghuni ruang tahanan.

"Ya sudah, sekarang kamu istirahat dulu. Besok kita lanjutkan lagi," desis Nazwa.

Nazwa memang bukan orang jahat, ia Wanita yang sangat baik dan sopan. Akan tetapi dia berubah garang ketika mengetahui perselingkuhan suaminya. Bahkan kemungkinan minggu depan Nazwa akan bebas, hal ini pula yang sedang di urus oleh pengacaranya.

Malam ini sedetik pun Sabrina tak dapat menutup kelopak matanya, pikirannya berkecamuk. Tiba-tiba ia ingat satu nama.

'Iya, aku baru inget apa mungkin Santi mengetahui sesuatu tentang masalah ini.' Batin Sabrina yang tiba-tiba terperanjat, sepertinya ia sudah tidak sabar ingin segera bertemu Ayahnya dan mengatakan tentang ini.

Sementara suasana tegang tengah menyelimuti hati dan pikiran Mesya serta besannya, Prasetiyo. Tiba-tiba petugas yang berseragam putih keluar dari ruang ICU dan menyampaikan kabar baik.

"Ibu, Bapak. Pasien atas nama Reyno sudah sadar. Silahkan yang ingin masuk bisa bergantian satu orang satu orang," ujar salah satu perawat yang baru saja keluar dari ruang ICU.

Cantika berserta keluarga Reyno menyambut kabar ini dengan haru.

3 hari sudah Reyno melewati masa komanya, akhirnya hari ini ia mulai membuka kelopak matanya dan tersadar dari tidur lamanya.

"Yang! Kamu bisa denger Aku kan, kamu cepet pulih ya, aku enggak tega melihat kamu seperti ini," ucap Cantika yang seketika langsung malihat kondisi suaminya.

Reyno tak bisa menjawab walaupun hanya satu kata, iya hanya mampu mengedipkan kedua matanya seraya meneteskan bulir bening dari kelopak matanya. Dengan penuh haru Cantika mengusap lembut rambut Reyno kemudian meraba tangannya, memastikan jika kondisi Suaminya memang mulai membaik.

Kemudian keluarga Reyno masuk ke ruang ICU dengan bergantian.

"Gimana kondisi Reyno, Bu?" tanya Bramantio yang baru saja tiba di Rumah Sakit.

"Alhamduliah, Yah. Sekarang sudah sadar," sahut Mesya pelan.

"Oh iya, ada yang harus Ibu katakan, sini," lanjut Mesya dengan menarik tangan Bramantio agar sedikit menjauh dari pintu ruang ICU.

"Kenapa, Bu?" Bramantio keheranan

"Apa yang sebenarnya terjadi, Yah? Kenapa sikap Ayahnya Reyno jadi dingin sama kita?" Mesya menyodorkan pertanyaan yang membuat hati Bramantio semakin teriris.

Bramantio akhirnya menceritakan kejadian yang sudah menimpa keluarganya. Mendengar pernyataan suaminya, Mesya ikut terkejut dan tak bisa percaya dengan apa yang sudah di lakukan Sabrina.

Mereka berdua tertunduk lesu. Terlebih Mesya emosinya seolah meluap jika harus mengingat kenyataan jika Sabrina adalah pelakunya.

"Ayah sudah datang!" sapa Cantika yang baru saja tiba dari toilet. "Ayah tolong jelaskan sama, Aku. Siapa pelakunya? Dari kemarin Ayah Reyno enggak terus terang sama aku!" Lanjut Cantika yang penuh tanda tanya.

"Kakak kamu, Dek," sahut Mesya dengan tatapan sinisnya.

"Maksudnya, Bu? Kenapa dengan, Kak Rina?" Cantika semakin kebingungan.

"Kakak Kamu yang telah mencelakai, Reyno!" Seru Mesya penuh emosi.

"Apa?" Cantika terkejut menggelengkan kepalanya. "Jadi, Kak Rina. Yang telah menghancurkam hidupku!" Murka Cantika.

"Tidak, Dek! Kakakmu bukan orang seperti itu," sanggah Bramantio.

"Cukup, Yah! Jelas-jelas buktinya mengarah pada Sabrina!" Geram Mesya pada Bramantio.

'Kak, Rina! Akan ku balas semua yang kamu lakukan pada suamiku' gumam Cantika di dalam hatinya, ia mengepalkan tangannya penuh dendam.

***

Udara segar di pagi hari tengah menyapa gadis yang baru saja tertidur setelah semalaman tak dapat memejamkan mata. Nampak terlihat Sabrina sangat tidak nyaman. Tiba-tiba hentakkan suara kaki mendekat ke arah ruangan sel dimana Sabrina di tahan.

"Sabrina!" Suara yang lantang memanggil Sabrina yang baru saja memejamkam mata.

Sabrina tersentak dan seketika terbangun.

"I-iya, Pak. Ada apa?" jawab Sabrina.

"Ada tamu yang ingin bertemu." Petugas seketika membukakan pintu jeruji besi dan membawa Sabrina bertemu tamunya.

"Alhamdulillah, Dek. Kamu datang. Tolong bantu Kakak,Dek," lirih Sabrina pada Cantika yang baru saja datang menemuinya.

Namun, bukannya menjawab. Cantika melayangkan tamparan kerasnya tepat di pipi kiri Sabrina sampai membuat wajah Sabrina terpanting ke arah kanan.

"Kakak denger baik-baik. Aku akan memastikan Kakak jadi penghuni rutan ini selamanya!" Murka Cantika pada Sabrina.

"Tapi Kakak tidak melakukannya, mana saksinya!" Tantang Sabrina.

"Buktinya sudah ada! Aku akan membawa saksi-saksi beserta semua buktinya!" Teriak Cantika yang emosinya melebihi Sabrina "Camkan baik-baik!" Lanjutnya seraya pergi begitu saja meninggalkan Sabrina.

Sabrina yang sudah kelelahan, terlihat jelas dari wajahnya yang sudah mulai pucat karena tak dapat tidur semalaman.

"Pak, boleh saya pinjam telponnya," lirih Cantika pada petugas rutan.

"Boleh Mba, silahkan." Petugas menyodorkan telpon Kantor pada Sabrina.

Rupanya, Sabrina hendak menelpon Bramantio untuk mengatakan sesuatu.

"Assalamualaikum, Yah. Ayah bisa temui aku sekarang? Ada yang ingin aku katakan," ucap Sabrina pada Ayahnya dan Kemudian menutup telponnya.

"Terima kasih, Pak." ucap Sabrina yang kembali di bawa ke ruangan Sel tempat ia di tahan.

Sabrina berharap, Ayahnya bisa membantu mencari Santi dan mengumpulkan bukti jika memang Sabrina tidak ada di lokasi kejadian saat Reyno kecelakaan.

Tamparan yang di berikan Cantika memang tidak sampai membuat pipi Sabrina berdarah. Tetapi, sakitnya begitu pedih melebihi tusukan belati.

Hanya Bramantio satu-satunya harapan Sabrina, semoga Ayahnya mampu mencari bukti-bukti yang akan di ungkapkannya.