Esya melangkah dengan ragu-ragu. Sungguh, hatinya masih malu karena tindakannya yang kekanak-kanakan.
Melihat pergerakan lamban itu, Halua menghela napas. Sesaat lelaki itu melangkah maju dan langsung mendekap Esya. Gadis itu tersentak dengan wajah melongo.
"Diamlah," perintah Halua yang kemudian mengepakkan sayapnya.
Mereka terbang ke arah ufuk yang mungkin di sana adalah tempat pergantian bumi dan alam lain ini.
Tak butuh waktu lama, kini mereka sudah sampai di halaman belakang rumah Esya.
Halua melepaskan pelukannya. Sesaat sayapnya rontok. Itu bukanlah pertanda yang bagus. Konon, sayap hitam dari sang malaikat maut berpengaruh mengartikan keburukan pada kliennya.
Halua menelan salivanya ketika melihat sayapnya mendarat di rumput.
"Kenapa?" tanya Esya yang menyadarkan lamunan lelaki itu. Ternyata sejak sampai, Esya terus memperhatikan raut wajah Halua.
"Nggak, nggak apa-apa. Silakan masuk. Maaf sudah membuatmu begadang—"