"Aku juga maunya begitu … akh … uhuk-uhuk!" Pak tua mencoba bangkit, namun rasanya sangat susah, karena tubuh tuanya telah renta dan akibat serangan mendadak tadi.
Merasa bersalah karena terkalut oleh emosinya, Yagi dengan raut wajah ragu mendekati pak tua, lalu memapahnya.
"Maaf …." Hanya itu yang bisa terlontar dari mulutnya. Memapahnya ke arah sofa yang tak jauh dari kursi penunggu.
Walaupun pak tua sangat merasakan sakit yang luar biasa, namun dia tetap saja tersenyum lembut seraya berterimakasih pada Yagi karena telah membantu memapahnya.
"Jangan merasa terbebani, Nak. Kamu masih muda, wajar kalau kamu belum terlatih mengontrol emosimu. Bahkan kadang bapak yang sudah tua saja sering kelepasan," ucapnya dengan sorot mata teduh.
Pak tua yang ternyata tak marah semakin membuat Yagi merasa bersalah.