Chereads / A LOVER (FRIENDZONE) / Chapter 23 - Chapter 23

Chapter 23 - Chapter 23

"Kerja bagus, Liam. Jadi, dimana kau menyembunyikannya?" tanya Justin kepada asistennya itu, setelah mendapatkan informasi jika Mary diculik. Justin pikir orang itu adalah Liam.

Sementara itu, Liam masih mempertahankan kebingungannya. "Menyembunyikan siapa?"

"Tentu saja Mary. Bukankah kau sudah berhasil membawanya?" tanyanya memastikan.

"Apa? Tidak. Aku belum berhasil membawanya kemari," katanya memberitahu Justin.

Mendengar pengakuan Liam, sontak hal itu membuat Justin terkejut dan ia pun bangkit dari duduknya. "Maksudmu apa Liam? Tadi pagi, putri sulung Yamada mengatakan jika Mary diculik. Dan aku pikir itu kau!"

"Diculik? Benarkah? Saya bahkan belum melakukan apapun," jawabnya.

Wajah Justin memucat, ia panik sekarang. Jika pelaku penculikan itu bukan Liam, lantas siapa yang melakukannya?

"Jika kau bukan pelakunya, lalu siapa yang menculik Mary?"

Liam nampak menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Atau jangan-jangan, Matteo sudah berhasil lebih dulu menemukannya?"

Justin terhenyak, jika dugaan Liam benar kalau yang menculik Mary adalah Mattei, maka tak ada kesempatan untuknya menemui wanita itu lagi.

"Liam, temukan keberadaan Mary sekarang!" katanya memerintah asistennya itu.

Liam mengangguk. "Baik, saya akan melakukannya." Dan pria itu bergegas pergi dari ruangan Justin.

Sementara itu, tanpa Justin sadari, sedari tadi ada Gary yang menguping pembicaraan mereka dari luar. Sebelum akhirnya pergi setelah Liam keluar dari dalam sana.

"Nona Yuri harus tahu hal ini," katanya.

****

"Makanlah! Masih baik kau diberi makanan disini!" Miru memaksa Mary untuk memakan makanan yang telah ia beri pada wanita itu.

Sementara itu, Mary menatap tajam ke arah Miru dengan benci, sedangkan yang merasa ditatap hanya bersikap santai.

"Tatapanmu itu tidak akan mempengaruhiku," katanya.

"Ck, bagaimana mungkin Noe bisa memiliki adik seperti dirimu!" Mary mulai berbicara.

Miru menarik kerah baju Mary. "Beraninya, kau mau mati cepat, hah?"

"Sangat kekanakan!"

Miru mengetatkan rahangnya marah. Ia sudah tidak bisa menahan emosinya. "Apa maumu hah!" Wanita itu bersiap akan menampar pipi Mary keras, namun tiba-tiba seseorang berteriak lantang menghentikan aksinya.

"Tidak, hentikan!"

Miru menoleh dan mendapati Yuri berjalan tertatih ke arahnya karena sedang hamil. "Mengapa kau menghentikanku!" gertaknya.

"Belum waktunya kita melukai wanita ini!" jawabnya.

Miru mengernyit tidak suka dengan jawaban Yuri. "Lantas sampai kapan?"

Yuri nampak tersenyum miring. "Wanita ini harus menderita secara perlahan. Agar dia tahu bagaimana rasa sakit itu."

Miru terkekeh. "Idemu bagus juga. Tapi ups, sepertinya dia mendengar penderitaannya nanti lebih awal. Kita harus menambah dua atau tiga kali penderitaan yang akan kita berikan padanya nanti, bukan?"

"Tentu saja. Ternyata kita tim yang bagus. Aku suka aksi cepat tanggap mu itu," ucap Yuri memberi pujian pada Miru.

Mendengar rencana mereka, Mary pikir kedua wanita itu sama-sama seorang psikopat. Bagaimana mungkin ada wanita seperti itu di dunia ini? Mary berharap, semoga bala bantuan segera datang kepadanya. Mary tidak ingin menghadapi kegilaan kedua wanita itu.

****

"Jadi, sensei tahu mengenai penculikan itu?" pekik Noe kaget.

Yuta mengangguk. "Adikmu adalah pelakunya," katanya memberi tahu.

"Apa? Sensei, jangan asal menuduh," ucap Noe tidak terima karena Miru disebut-sebut.

"Aku mengatakan yang sebenarnya karena aku mendengar semuanya. Kemarin aku berusaha memberitahunya, tapi Mary terus menghindariku. Jadi aku gagal melindunginya," jelas Yuta terlihat merasa bersalah. Ini alasannya terus menghadan Mary, karena Yuta ingin memberitahu wanita itu jika dia dalam bahaya.

Noe menggenggam tangannya sampai kuku jarinya memutih. Setelah mendengarkan penjelasan Yuta yang sangat meyakinkan. Noe sama sekali tidak menyangka jika adiknya itu ikut terlibat.

"Miru, bagaimana kau bisa bersikap senekad ini?" katanya menahan amarahnya. Ia sangat kecewa dengan kelakuan adik semata wayangnya itu.

Yuta nampak tertunduk. "Ini semua salahku. Ide gila ini tercetus karena Miru begitu terobsesi padaku. Dan dengan bodohnya aku mengatakan secara terang-terangan jika aku menyukai Mary."

Noe kembali terkejut. "Jadi, desas desus itu benar? Jika sensei menyukai mahasiswi sensei sendiri dan dia Mary?"

"Aku tak bisa menahan perasaanku yang terus menggebu dari waktu ke waktu. Aku berusaha melupakannya, tapi setiap aku melihatnya rasa ini semakin dalam. Karena akhir-akhir ini kami sering bertemu, aku sudah tak bisa menahannya lagi. Aku ingin dia tahu perasaanku yang sebenarnya," jelasnya.

Noe mengerti, memang memendam rasa suka itu susah sekali. Terlebih lagi jika sudah jelas orang yang kita sukai ada di depan mata setiap saat. Jika tak kunjung diutarakan, rasanya akan makin berat. Hanya hati orang tangguh yang mampu menahan cinta diam-diam.

"Ini bukan salah sensei, perasaan seseorang memang tak bisa ditahan. Dan ini juga salahku karena tak mengawasi Miru dengan baik. Aku kecolongan, hingga Mary yang tidak tahu apa-apa menjadi korbannya."

"Noe, kupikir jika kau mengatakan pada ayah--"

"Aku sudah berbicara tentang masalah ini pada Chichi kemarin, tapi aku belum mengatakan jika Miru dalang dibalik semua ini," kataya. "Terima kasih sensei akan informasi ini, setidaknya sekarang aku ada bukti untuk melaporkan hal ini pada Chichi agar dia berhenti memanjakan Miru."

Yuta mengangguk mengerti. "Betapa beruntungnya Mary memiliki sahabat seperti dirimu."

Noe menggeleng. "Bukan Mary yang beruntung, tapi aku. Aku beruntung memiliki sahabat seperti wanita itu. Jadi, dengan semaksimal mungkin aku akan menyelamatkannya meskipun lawannya adalah adikku sendiri. Miru harus diberi pelajaran," ucap Noe bersungguh-sungguh.

Setelah mengatakan hal itu, Noe pamit pergi dari Yuta. Dan sepeninggal wanita itu, baru Yuta sadari. Ternyata Noe tidak sejahat adiknya. Wanita itu adalah wanita yang baik.

Ia pikir, selama ini Noe adalah mata-mata dari adiknya sendiri. Ternyata tebakannya salah.

****

"Miru Yamoto? Bukankah dia putri bungsu Mr. Yamada?"

Liam mengangguk. "Iya, ada informan mengatakan jika wanita itu memiliki dendam kesumat pada Mary karena pria yang disukainya menyukai Mary," jelasnya memberi informasi yang ia dapat.

Justin mengurut pangkal hidungnya yang terasa pening. "Sejak kapan kau memiliki informan? Bukankah selama ini kau mencari tahu sendiri?"

"Ah, tentang hal itu, Gary mengajukan informan padaku kemarin. Jadi kebetulan, kupikir informan baru ini bisa kuuji coba dan ternyata dia bisa diandalkan."

"Liam, bagaimana mungkin kau bersikap seceroboh ini?" Justin memandang asistennya itu marah.

"Ya? Tapi--"

"Apa selama ini kau juga belum sadar jika Gary adalah tangan kanan Yuri?" kata Justin tidak percaya. "Dia sudah menjebakmu. Dan kupikir Yuri juga dalang dibalik kejadian ini," lanjutnya mengambil kesimpulan.

Liam pun terdiam di tempatnya, ia mencerna teguran Justin, jika dipikir-pikir perkataannya ada benarnya.

"Kalau anda sudah tahu, mengapa anda tak memecat pria itu? Beraninya dia menjebak dan membodohi saya," ucap Liam tidak terima.

"Tentu saja aku tahu. Selama ini, dia sudah membuatku curiga." Justin nampak bangkit dari kursinya dan berjalan pelan menuju pintu lalu membukanya.

"Dia selalu menguping pembicaraan kita," kata Justin memberitahu Liam.

Liam membulatkan matanya tak percaya, sementara itu Gary yang tertangkap basah sedang menguping berusaha melarikan diri, namun Justin bertindak cepat menahannya.

"Kuserahkan dia padamu, Liam. Bukankah kau ingin membalas pria tak tahu diri ini?"

Gary menggelengkan kepalanya. "Kumohon maafkan saya. Saya akan menebus kesalahan yang sudah saya perbuat."

Liam tersenyum miring, ia pun secara sukarela menerima mandat dari bosnya itu.

"Maaf? Tidak semudah itu," katanya sambil menyeret Gary keluar dari sana.

Sementara Justin, ia memandang kepergian asistennya itu dengan bangga. Ya, seperti itulah caranya membalas orang jahat dan licik.