Chereads / SAHABAT SAMPAI MATI / Chapter 25 - Pesan Lewat Mimpi

Chapter 25 - Pesan Lewat Mimpi

Anggi, ibu Yoga nampak sedang membereskan rumahnya yang berantakan. Semenjak kematian Tiga, wanita itu lebih suka menyibukkan dirinya supaya tidak teringat lagi dengan mendiang putranya.

Setelah semua pekerjaan rumahnya beres, Anggi duduk di ruang tengah. Ia bersandar di sofa depan TV. Entah kenapa bayangan Yoga kembali menghampiri pikirannya. Bagaimanapun juga Yoga adalah anak satu-satunya yang ia besarkan dengan susah payah.

"Ibu..."

Suara itu terdengar menelisik di telinga Anggi.. Anggi mendekatkan ke arah sumber suara. Ia mencoba mempertajam lagi pendengarannya. Siapa tahu ia hanya sedang berhalusinasi karena merasa rindu dengan Yoga.

"Ibu..."

Kembali suara itu terdengar dengan jelas di telinganya. Anggi mengelus tengkuknya yang dingin. Bulu kuduknya jadi merinding. Wanita berusia empat puluh lima tahun itu bangkit dari tempat duduknya.

"Suara itu datang lagi," katanya semakin bingung.

Ya, semenjak kematian Yoga beberapa waktu yang lalu Anggi jadi sering mendengar suara itu. Suara panggilan 'Ibu' seperti yang biasa Yoga lakukan di rumah.

Awalnya Anggi merasa itu hanya halusinasi saja. Tapi semakin lama suara itu semakin sering datang dan terdengar jelas di telinga Anggi.

Tidak lama kemudian, TV di ruangan itu menyala dengan sendirinya. Anggi jadi semakin bingung. Lalu ia melangkah menuju ke depan TV untuk mematikan TV itu. Namun ketika baru akan memencet tombol off, ia dikejutkan dengan penampakan sosok berwajah hancur di dalam layar televisi.

Nafasnya langsung terputus-putusnya, jantungnya berdetak kencang. Wajahnya hancur parah, dan baunya menyelinap ke seluruh ruangan ini.

Perlahan Anggi melangkah mundur, lalu berlari menuju ke kamarnya. Ia sangat ketakutan. Ditambah sekarang suaminya sedang tidak ada di rumah karena harus lembur di kantor.

Tak cukup sampai di situ, kini kamar Anggi jadi gelap. Lampunya tiba-tiba mati dan menyapa sendiri sampai berulang kali.

Jendela dan pintu kamarnya terbuka dan tertutup sendiri. Seperti terkena angin padahal tidak ada angin dan hujan malam itu.

Anggi semakin ketakutan, lalu ia membungkus tubuhnya dengan selimut. Menutup wajahnya dengan bantal. Dia benar benar takut setengah mati. Ia belum menyadari kalau sosok yang tadi nampak di layar TV itu adalah sosok Yoga. Wajahnya yang hancur parah membuat Anggi jadi tak mengenali lagi sosok anaknya.

"Ibu..."

Suara itu kembali terdengar dengan jelas. Bahkan kali ini terdengar semakin dekat. Anggi hanya bisa memejamkan matanya sambil menutup kedua telinganya dengan kepala yang masih tertutup selimut.

Namun entah apa yang terjadi, selimut itu tiba-tiba terlepas. Padahal Anggi sudah memegangnya dengan sangat erat. Bahkan selimut itu sekarang terbang ke udara.

Anggi jadi semakin ketakutan. Ia membuka matanya dan duduk di atas ranjang dengan kedua tangan memeluk lututnya yang ia tekuk.

"Tolong... Jangan ganggu saya!" kata Anggi dengan suara yang gemetaran.

"Ibu... Ini aku..." suara itu kembali datang.

Kini bukan hanya suara saja, tapi sosok pria berwajah hancur itu juga nampak sedang berdiri di depan Anggi.

"Ibu... Ini aku... Tolong aku Bu... Dia harus mati!" katanya pelan.

Anggi mengejipkan matanya. Dia tidak percaya kalau sosok yang sekarang berdiri di depannya itu adalah Yoga.

"Kamu bukan Yoga. Yoga sudah mati, dia sudah tenang. Nggak mungkin bisa kembali ke dunia ini lagi. Pergi!" bentak Anggi dengan sangat keras.

"Ini aku Bu... Anak Ibu... Aku rindu pada Ibu..." katanya sambil menatap mata ibunya dengan wajah sendu.

Tak terasa air mata Anggi jadi menetes. Ia juga merasa rindu dengan putranya. Tapi mana mungkin Yoga bisa hidup kembali. Dia sudah tenang di alamnya.

"Cukup saya bilang! Pergi dari sini! Jangan ganggu saya!" teriak Anggi sambil menutup kedua telinganya.

"Tapi ini benar Yoga, Bu. Yoga belum bisa tenang kalau dia belum mati."

Yoga semakin sendu. Wajahnya yang hancur itu semakin tampak jelas. Suara Yoga terdengar seperti ingin menangis.

Anggi bingung dengan maksud dari ucapan Yoga. Siapa yang dimaksudnya itu?

"Tapi kamu bukan anak saya. Anak saya sudah meninggal. Dia sudah tenang di alam sana."

"Ini beneran Yoga, Ibu. Anak Ibu satu satunya. Apa Ibu ingat ketika Yoga berulang tahun yang ke lima belas tahun Ibu pernah memberikan Yoga hadiah sebuah bola basket karena Ibu tahu Yoga sangat menyukai basket."

Air mata Anggi semakin mengalir deras. Apa yang sosok itu ucapkan memang benar. Anggi pernah menghadiahi Yoga sebuah bola basket karena ia sangat suka basket waktu masih duduk di bangku di SMP.

Kini Anggi mulai yakin, kalau sosok yang berdiri di depannya itu memang Yoga.

Namun Anggi justru semakin sedih dan menangis karena melihat arwah putranya masih gentayangan dan belum pergi dengan tenang.

"Kenapa kamu masih di sini? Pulanglah Nak. Tempatmu bukan di sini lagi. Kamu sudah punya alam sendiri."

"Aku belum tenang jika urusanku di dunia ini belum selesai, Ibu!"

"Urusan apa lagi Nak? Supir truk yang menabrak kamu itu sudah tertangkap. Dia sudah mendapatkan hukuman yang setimpal. Jadi sekarang Ibu mohon kamu pulang ya. Kembalilah ke tempatmu dengan tenang!"

Anggi tak kuasa menahan air matanya. Ingin sekali ia memeluk putranya sekarang juga.

"Tapi bukan itu yang aku maksud Ibu."

"Lalu apa? Urusan apa lagi yang masih belum kamu selesaikan dan membuatmu jadi tidak tenang seperti ini?"

"Aku mau dia mati, Ibu!"

Anggi mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti dia siapa yang Yoga maksud. Dan kenapa Yoga menginginkannya mati?

"Siapa yang kamu maksud?"

"Sahabat Yoga!"

Anggi semakin bingung. Sahabat dekatnya selama ini hanya Dani. Tapi apa alasan Yoga menginginkan Dani mati? Ada masalah apa mereka sebelum kematian Yoga datang? Anggi jadi semakin tidak mengerti.

"Apa maksud kamu itu Dani?"

Yoga menganguk pelan.

"Tapi kenapa? Apa alasannya? Kenapa kamu menginginkan dia mati?" lanjut Anggi masih menyelidik.

"Dia yang sudah bikin Yoga mati. Dia juga sudah janji akan sehidup semati dengan Yoga."

Anggi jadi semakin bingung. Keningnya berkerut penuh dengan tanda tanya.

Lalu Anggi menggelengkan kepalanya.

"Itu janji di dunia, tidak perlu kamu bawa sampai mati. Lalu apa maksud kamu bilang Dani adalah penyebab kematian kamu?"

"Janji tetaplah janji! Aku akan terus menagihnya sampai dia mati!"

"Nak, tolong jangan ganggu dia lagi. Biarkan dia tetap hidup dengan tenang. Dan kamu juga harus kembali dengan tenang. Pulanglah Nak! Ini bukan tempatmu lagi!"

Yoga tetap tidak mau pergi, ia justru semakin menatap mata ibunya dengan wajah sendu. Seperti ada sesuatu yang masih ingin ia sampaikan kepada ibunya.

Tapi belum sempat Yoga mengatakan semuanya, ia sudah terlanjur menghilang.

Ibunya kaget dan langsung bangkit dari tempat tidur. Ia menepuk kedua pipinya. Ternyata apa yang baru saja terjadi hanyalah mimpi?

Lalu apa arti dari perkataan Yoga di dalam mimpi tadi?