Wati masih merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada putranya. Lalu apa hubungan putranya dengan kematian Yoga?
Ketika Wati ingin kembali menanyakan semua itu, tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing. Wati meremas kepalanya. Alia juga mengaduj kesakitan.
Rasanya seperti ditusuk dengan jarum. Sakit sekali.
"Ibu... Kenapa? Ibu sakit? Aku panggilkan dokter ya..." kata Dani yang terlihat cemas dan segera keluar meninggalkan ruangan untuk memanggil dokter.
Setelah beberapa menit Dani keluar, ia kembali bersama dengan Dokter Anwar. Dokter Anwar kini tengah memeriksa kondisi Wati.
Sementara Dani menunggu di luar ruangan atas permintaan suster.
Karena merasa penasaran dan takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap ibunya, Dani mengintip dari kaca jendela ruangan ibunya. Dilihatnya ada sosok pria berwajah hancur yang sedang meremas kepala ibunya.
Pantas saja ibunya begitu kesakitan. Ia sampai teriak teriak menahan rasa sakit di kepalanya.
Sosok itu adalah Yoga. Arwah Yoga kembali datang dan kali ini bukan hanya menganggu Dani tapi ia juga menganggu ibunya.
Karena menurut Yoga, ibunya Dani telah menggagalkan rencananya untuk membunuh Dani.
"Yoga... Dia datang lagi. Dan sekarang sudah mulai menggangu ibu. Gue nggak akan biarkan lo ganggu ibu gue Yoga. Cukup gue saja!" ucap Dani yang merasa kesal lalu menyelonong masuk ke dalam ruangan.
"Maaf Mas, tolong tunggu di luar dulu ya! Dokter belum selesai memeriksa pasien," ucap suster mendorong tubuh Dani lagi untuk keluar.
"Saya cuma mau usir orang itu. Orang itu sudah ganggu ibu saya. Dia yang udah bikin ibu saya celaka dan sekarang dia juga yang sudah bikin ibu saya kesakitan kepala," ucap Dani yang histeris sambil menunjuk ke arah kepala ibunya.
Ada sosok Yoga yang sedang tertawa di sana sambil terus meremas kepala Wati.
Dokter dan suster menatap heran ke arah Dani. Siapa orang yang sedang ia maksud? Mereka tidak melihat orang lain di ruangan ini selain dokter, suster, pasien dan Dani.
"Sus, bawa dia keluar! Dia hanya sedang berhalusinasi!" ucap dokter itu.
Suster kembali menarik tangan Dani dan mendorongnya keluar. Dani semakin marah, ia melihat wajah Yoga semakin hancur sambil tertawa melihat ibu Dani kesakitan.
Dani morang maring, ia mencari cara agar Yoga berhenti menganggunya. Namun ia pikir tidak ada cara lain selain ia harus mati bersamanya sesuai dengan janjinya dulu.
"Yoga... Hadapi gue. Jangan lo ganggu Ibu gue!" ucap Dani yang kesal.
Tak berselang lama setelah Dani mengucapkan kata kata itu, suasana jadi berubah.
Angin berhembus kencang.
Dingin mulai terasa di seluruh tubuh Dani.
Ia merasakan hawa hawa kedatangan Yoga di sekitar sini.
Kemudian Dani mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut rumah sakit ini. Sepi, senyap dan sangat mencekam.
Dani mulai merinding. Bulu kuduknya berdiri.
Ia juga mengelus tengkuknya yang terasa dingin seperti ada yang meniupnya. Dani menoleh ke belakang, tapi tak ada satu pun orang di sana.
Ia jadi mulai ketakutan, suasana semakin mencekam ketika suara suara aneh mulai terdengar di telinga Dani.
"Dani..."
Suara itu terdengar di telinga Dani dengan sangat jelas.
Dani mulai menoleh ke kanan dan ke kiri. Tak ada siapapun di sana.
"Dani... Matilah bersamaku!" suara itu kini semakin mendekat ke telinga Dani.
Dani jadi semakin takut, ia mulai melangkah mundur ketika suara itu semakin terdengar jelas di telinganya.
Dani menutup kedua telinganya. Ia mencoba mengabaikan suara itu. Tapi tetap saja suara itu mengganggunya.
Kemudian tiba-tiba sebuah tangan menempel di bahu kanan Dani.
Dani tersentak kaget, matanya melotot. Ia melirik ke arah tangan tersebut.
Dan benar saja, ada tangan yang menempel di bahunya.
Dengan wajah pucat, Dani perlahan menoleh ke belakang.
'Fiiiuuuhhh'
Dani menghela nafas panjang ketika yang ia lihat adalah Sandi.
"Huu... Gue kira siapa. Bikin kaget aja lo," kata Dani sambil duduk dan mengambil nafas yang sempat hampir terputus tadi.
"Kenapa? Lo kira gue hantu?"
"Iya lah. Lagian lo muncul tiba-tiba udah kaya jelangkung aja datang nggak diundang pulang nggak diantar," cetusnya kesal.
"Ya elah, baperan banget si lo. Kenapa sih? Oh iya nyokap lo gimana? Udah baikan? Kok bisa sampai ketabrak mobil? Ini tuh kejadiannya hampir sama loh kaya yang waktu itu lo alami. Lo ingat kan waktu lo dibawa ke rumah sakit udah nggak sadarkan diri. Dan ternyata lo ditabrak sama mobil taksi. Bedanya sekarang penabrak nyokap lo nggak tanggung jawab malah kabur," ucap Sandi menatap Dani heran.
Dani sempat terdiam. Ia memikirkan apa yang dikatakan Sandi tadi memang benar. Apa yang terjadi pada ibunya memang hampir sama dengan apa yang dialami Dani dulu. Bedanya sekarang ibunya celaka karena mau menyelamatkan Dani. Tapi tetap saja intinya Dani tanpa sadar membawa dirinya ke tengah jalan supaya ketabrak mobil. Aneh! Ini memang aneh! Dan yang semakin membuat ini aneh adalah Dani masih tidak bisa mengingat kejadian itu.
"Ini ada hubungannya dengan Yoga," ucap Dani pelan.
"Hah? Serius lo? Kok bisa?" teriak Sandi merasa tak percaya.
"Iya bisa lah. Kan dia memang mau gue mati. Dia belum tenang jika gue belum mati. Dan sekarang dia sudah mulai berani ganggu ibu gue."
Sandi mengerutkan keningnya. Ia tak menyangka bahwa sekarang Dani sedang berurusan dengan makhluk yang tak kasat mata. Bahkan sahabatnya sendiri.
"Terus apa yang akan lo lakukan sekarang? Lo mau diam aja seperti ini?" ucap Sandi sambil mengelus tengkuknya yang mulai terasa dingin.
Hawa rumah sakit semakin mencekam ketika membicarakan orang yang sudah meninggal.
Apalagi dulu Yoga juga dibawa ke rumah sakit ini sebelum akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
"Gue juga nggak tahu. Intinya gue belum mau mati. Gue masih pengin kejar cita-cita gue. Dan gue belum mau ninggalin ibu gue," ucap Dani tertunduk sedih.
"Lo sih pakai janji janji segala. Sekarang dia jadi penasaran kan dan terus nagih janji itu sama lo," ucap Sandi menyenggol bahu Dani.
Dani hanya diam. Ia juga menyesal telah mengucapkan janji itu. Janji sehidup semati yang pernah Dani ucapkan kepada Yoga.
Dani masih tertunduk sambil menunggu dokter keluar dari ruangan ibunya.
Ia juga sesekali mengintip dari kaca jendela ruangan ibunya, khawatir Yoga masih mengganggu ibunya dan membuat ibunya jadi kesakitan.
Tapi ternyata Yoga sudah tidak terlihat lagi di sana. Dan tidak lama kemudian, dokter keluar dari ruangan itu.
"Gimana ibu saya Dok?" tanya Dani yang terlihat sangat cemas.
"Ibu Wati sudah baik baik saja. Sekarang sudah istirahat. Jangan lupa untuk minum obatnya nanti ketika beliau bangun ya. Saya permisi," ucap dokter lalu meninggalkan Dani.
Dani hanya tersenyum dan mengangguk.
Ia akhirnya lega karena ibunya masih baik-baik saja.