Rizal dan Bimo kembali mengunjungi rumah Yoga untuk menguak apa yang sebenarnya terjadi.
Bimo mengetuk pintu rumah Yoga dan tidak. Lama kemudian Anggi, Ibu Yoga keluar membukakan pintunya.
"Eh, Nak Bimo dan Rizal. Ada apa ya?" tanyanya ramah.
Bimo dan Rizal saling beradu pandang, mereka memikirkan cara yang tepat agar bisa meminta izin untuk masuk ke dalam kamar Yoga. Demi bisa mencari sesuatu untuk mencari info apa alasan Yoga selalu menghantui orang-orang di sekitarnya.
"Maaf sebelumnya, Bu. Saya dan Rizal mau mengambil buku catatan yang pernah Yoga pinjam tapi belum sempat dikembalikan," kata Bimo terpaksa harus berbohong.
Jujur sebenarnya Bimo juga tidak mau membohongi wanita paruh baya yang sudah seperti ibunya sendiri itu, tapi apalah daya. Tidak ada alasan klasik lain lagi yang bisa ia katakan untuk menyelinap masuk ke dalam kamar Yoga.
Anggi mengangguk pelan dan mempersilakan mereka untuk masuk.
Anggi berjalan mengantar mereka sampai ke depan pintu kamar Yoga.
"Ini kamar Yoga," katanya pelan.
"Apa kami boleh masuk?" tanya Rizal sangat berhati-hati dan berusaha untuk tetap tenang.
"Silahkan saja, Nak."
Anggi mengangguk.
Rizal sedikit mendorong tubuh Bimo untuk masuk terlebih dahulu.
Bimo sedikit ragu, aura merinding dan hawa dingin sudah dirasakan oleh cowok itu.
"Ayo masuk! Tunggu apa lagi?" kata Anggi yang heran melihat mereka saling dorong.
Bimo menghela nafas panjang, ia juga berusaha untuk menormalkan pikirannya yang sudah mulai kacau.
Bimo dan Rizal akhirnya memantapkan untuk masuk ke dalam kamar Yoga.
Bimo menuju ke meja belajar Yoga. Di sana terlihat sudah ada buku buku yang disusun sangat rapi.
Bimo mulai mencari sesuatu yang bisa ia jadikan sumber informasi terkait kematian Yoga yang sebenarnya.
Ketika sedang memilah milah buku milik Yoga, tiba-tiba Bimo melihat buku berwarna hitam yang di sampulnya tidak tertera tulisan apapun alias hanya polosan saja.
Buku itu menarik perhatian Bimo dan ia langsung memanggil Rizal untuk sama-sama membukanya.
"Itu buku apa Bim?" tanya Rizal mulai penasaran. Karena buku itu yang paling berbeda dengan buku lainnya. Buku itu terkunci, dengan kunci gembok yang menempel di atasnya.
Tanpa berpikir panjang, Bimo membuka buku tersebut dengan pelan.
Ia mulai membukanya dari halaman awal. Hingga halaman akhir.
Ternyata buku itu adalah buku catatan harian Yoga selama hidupnya.
Hampir setiap hari Yoga menuliskan semua kejadian yang ia alami. Semua itu terlihat jelas karena ada tanggal yang tertera di setiap halamannya.
Pada halaman terakhir tertulis tanggal 17 Juni 2021, itu adalah satu hari sebelum kecelakaan Yoga terjadi.
Di sana ia juga menuliskan
'Gue harap persahaban kita akan selamanya. Lo sudah janji sama gue akan sehidup semati. Itu artinya jika gue yang mati duluan, gue akan jemput lo untuk mati bersama gue.'
Rizal dan Bimo yang membaca itu, langsung kaget bukan main. Mata mereka terbelalak saling memandang.
Bimo menelan ludahnya, ia mencoba menarik kesimpulan dari tulisan terakhir yang dibuat oleh Yoga sebelum kematian itu datang.
Akhirnya setelah sempat saling diam, mereka kini bisa memahami arti dari tulisan itu. Jadi ini alasan kenapa Yoga selalu datang menghantui teman-temannya. Karena ia hanya ingin mengajak Dani mati bersamanya.
"Jadi?" kata Bimo masih shock dan seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka baca itu.
Rizal mengangguk pelan. Apa yang sedang dipikirkan Bimo sama persis dengan apa yang ada di pikiran Rizal saat ini.
"Kita harus bawa buku ini ke Dani," kata Bimo sambil memasukkan buku itu ke dalam tasnya.
Rizal mengangguk pelan sambil mengedarkan pandangan ke seluruh sudut kamar ini.
"Kita harus segera pergi dari sini Bim. Perasaan gue udah nggak enak," katanya sambil mengelus tengkuknya yang terasa dingin.
Ketika mereka akan keluar dari kamar Yoga, tiba-tiba pintu kamar itu terkunci dengan sendirinya. Mereka terjebak di dalam sana. Bimo dan Rizal sudah berusaha untuk menggedor pintu itu bahkan membukanya secara paksa. Namun tetap tidak bisa terbuka.
Angin mulai berhembus kencang. Suasana di dalam kamar itu jadi menegangkan ketika jendela kamar Yoga tiba-tiba terbuka dan tertutup lagi sampai beberapa kali.
Padahal cuaca di luar sangat cerah, ini juga masih pagi. Tapi entah kenapa mereka mulai merasa hawa merinding di dalam sana.
Angin semakin berhembus kencang, semua barang barang milik Yoga mulai berterbangan ditiup angin.
Buku buku yang tadi tersusun rapi mulai berterbangan ke atas lalu jatuh ke lantai.
Selimut, bantal, dan semua barang yang ada di atas ranjang juga ikut terbang ke udara dan berjatuhan ke lantai.
Bimo dan Rizal semakin ketakutan, ia terjebak di dalam sana dan tidak bisa berbuat apapun selain diam sambil mengucapkan doa doa yang mereka bisa.
Setelah angin mulai menghilang, kamar berubah menjadi porak poranda, semua barang milik Yoga berserakan seperti kapal pecah.
Bau anyir mulai tercium di hidung kedua pria itu.
Hawa hawa aneh semakin terasa di dalam sana. Bimo yang penakut, langsung bersembunyi di balik punggung Rizal. Mereka terus berusaha agar bisa membuka pintu kamar itu tapi tetap gagal.
Mereka juga sudah berteriak agar ibunya Yoga bisa datang membantu mereka keluar dari sana.
Namun sepertinya suara teriakan mereka tak terdengar sampai ke luar. Anggi sama sekali tidak mendengar suara teriakan mereka. Suara gaduh dari dalam kamar Yoga pun tidak terdengar.
Padahal posisi Anggi saat itu sedang ada di ruang tengah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kamar Yoga.
"Tolong... Bu... Kami terkunci di dalam!" teriak Bimo dengan sekuat tenaga.
Tidak berselang lama muncul arwah Yoga dengan muka yang lebih hancur dari biasanya. Bau anyir semakin tercium di seluruh ruangan ini. Wajahnya semakin rusak, dan jalannya terseok seok.
Ia berjalan menuju ke arah Rizal dan Bimo.
Mereka tidak bisa lagi kemana mana karena badan yang sudah terhimpit di dinding.
Yoga semakin dekat. Wajahnya menyeramkan. Baunya anyir membuat siapapun yang melihatnya pasti ingin muntah.
"Mau apa lo Ga?" tanya Rizal sambil memegang kalung penangkal dari dukun itu.
"Gue mau Dani mati!" katanya dengan mata yang melotot. Ia juga terus berjalan mendekat ke arah Bimo dan Rizal dengan kaki yang terseret.
"Dani itu sahabat lo. Kenapa lo mau dia mati? Biarin dia hidup dengan tenang!" kata Rizal sambil melawan rasa takutnya.
"Janji tetaplah janji! Dia harus mati!" kata Yoga dan tiba-tiba ia menghilang begitu cepat.
Bimo dan Rizal saling beradu pandang. Mereka masih tidak menyangka kalau masalah di antara dua sahabat itu adalah janji sehidup semati.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Bimo pelan dengan kaki yang masih terasa lemas.
"Kita harus memutus janji itu sebelum nyawa Dani semakin terancam," ucap Rizal sambil menganggukkan kepalanya dan mulai membereskan semua isi kamar Yoga yang berantakan itu.