Chereads / THE SILENT IN MIDNIGHT / Chapter 8 - Keanehan

Chapter 8 - Keanehan

Deon baru saja pulang dari sekolahnya. Tatapan pertama yang baru saja ia lihat adalah Beni yang tengah memakan makanan sisa disamping kandang ayam.

Siapapun yang melihatnya pasti jijik. Belum makanan itu ibunya selalu campurkan dengan dedak pakan ayam yang sudah kotor. Sungguh benar-benar menjijikkan! Lebih pantas disebut sebagai makanan babi dibanding makanan untuk seorang manusia.

Deon kebetulan tadi lewat supermarket dan membeli beberapa mie instan cup yang cukup banyak. Karena merasa jijik dengan makanan yang diberikan oleh ibunya Beni. Deon yang memang selalu iba kepadanya kemudian mendekati Beni.

"Hai Ben!" sapa Deon kemudian berjongkok di hadapan Beni yang sangat lahap memakan makanannya.

"Kenapa kau kemari? Aku tak mau mengganggumu lagi, pergilah!" usir Beni dengan mulut yang dipenuhi makanan menjijikkan itu.

"Aku mau memberimu ini, makanlah dengan makanan yang layak. Oh ya, ini ada uang sisa untukmu. Jangan lupa untuk memakannya," sahut Deon kemudian meninggalkan Beni yang bengong.

Ia bingung karena Deon sempat memakinya habis-habisan. Tapi, Deon tetap sudah menyakiti dirinya. Deon meninggalkan dirinya disaat dirinya tengah diantara hidup dan mati.

"Cih, pencitraan!" gumam Beni kemudian melanjutkan makan siangnya dengan lahap tanpa ada rasa jijik sama sekali.

***

Deon pulang dan melihat Lia sudah pulang. Anak kecil itu sedang bermain leggo, ia sedang menciptakan istana kecilnya di siang hari.

"Aku pulang!" seru Deon seketika membuyarkan fokus Lia kemudian.

"Kakak!!" ucap Lia senang.

"Hai, sini kakak membawakanmu makanan kesukaanmu. Ini dia!" seru Deon.

"Asyik!! Kinder joy!! Kakak baik sekali, makasih ya kak!" sahut Lia senang.

Deon merasa hangat kala kembali melihat tawa Lia yang sudah lama tak ia lihat. Sebab, saat bersama dengan orang tuanya. Lia tampak lebih tertekan dibanding dengan dirinya.

"Apa ayah dan ibu sudah berangkat?" tanya Deon seraya menengok kesana kemari sebab tak ada tanda-tanda orang tuanya disana.

"Iya. Mereka berangkat saat setelah mengantarkanku. Aku tahu itu dari Paman Endy, dia bilang kunci rumah ada di bawah keset makanya aku pulang cepat," sahut Lia.

"Apa kau membolos?" tanya Deon.

"Tidak! Guruku rapat, jadi aku pulang cepat!" sahut Lia jujur.

"Benarkah? Apakah kau mencoba berbohong kepadaku anak kecil??" tanya Deon menggoda Lia.

"Aaa tidak kakak, aku benar-benar jujur! Percayalah!" seru Lia seraya menghindar dari kakaknya yang siap menjahili Lia.

"Apa itu benar? Kemari kau!!" seru Deon kemudian Lia berteriak dan mereka berlarian kesana kemari.

Rasanya mereka sangat senang kala orang tuanya tak ada di samping mereka berdua. Benar-benar sebuah kenyamanan dan kebebasan yang tiada tara. Deon harap, Ayah dan Ibunya pulang lebih lama dari biasanya.

•••

Hari mulai malam, Deon tengah memasak mie instan cupnya yang ia beli tadi siang. Lia tengah mengerjakan pr yang akan ia kumpulkan besok.

Baik Lia maupun Deon, sudah terbiasa menjadi anak yang rajin dan taat. Sebab, paksaan orang tualah yang mengharuskan mereka menjadi pribadi yang disiplin dan bisa memanage waktu dengan baik. Jika tidak, mereka akan mendapatkan hukuman.

Begitulah cara mereka mendidik Deon dan Lia. Orang tua mereka terlalu keras kepada Anak yang masih SD juga. Wajar, jika Deon sering memberontak sebab ia lelah diatur terus-menerus. Berbeda dengan Lia yang notabenenya anak perempuan. Anak laki-laki selalu menginginkan jiwa kebebasan yang tinggi.

Setelah air yang ia rebus matang, Deon menyeduh mie tersebut dengan air yang ia panaskan dalam panci. Saat ia sedang fokus menuangkan air ke dalam wadah mie tersebut. Suara dari tetangganya mengejutkan Deon.

"DASAR ANAK TIDAK GUNA!" teriak Ayah Beni yang merupakan paman Deon.

"Aw!" Deon mengaduh sebab karena ia gagal fokus, air itu mengenai ke kakinya. Tidak terlalu banyak, hanya saja cukup perih sebab air itu masih panas dan baru mendidih.

"Ah, sial!" gerutu Deon.

Ia kemudian berjalan ke kamar mandi dan membasuh kakinya dengan air dingin. Deon selalu heran kenapa mereka selalu bertengkar.

Deon tak habis pikir apa yang menjadi keributan mereka. Sebab, keluarga mereka selalu bertengkar setiap hari bahkan untuk hanya masalah sepele saja.

"Kak, aku takut!" ucap Lia yang tiba-tiba datang entah kapan kehadirannya.

"Takut kenapa?" tanya Deon bingung. Sebab, bukankah setiap hari mereka selalu mendengarkan pertengkaran ini bukan? Kenapa Lia menjadi takut?

"Tadi, aku lihat Kak Beni membawa pisau dan menusuk paman!" seru Lia.

Deon terbelalak tak percaya dengan apa yang baru saja Lia katakan. Mana mungkin Beni berani melakukan hal tersebut kepada orang tuanya. Rasa-rasanya, itu sangat aneh apalagi Beni bukannya selalu disiksa oleh mereka?

"Lia. Mungkin kau salah lihat, apakah kau lapar? Mau kakak buatkan mie?" tawar Deon.

"Tapi, aku benar-benar melihatnya!" seru Lia kekeuh dengan apa yang ia lihat baru saja.

Memang, setelah Lia datang mereka langsung menghentikan pertengkarannya. Dan tiba-tiba langsung sepi senyap. Deon juga merasakan hal yang janggal sebenarnya. Tapi, mana mungkin Beni sekejam itu?

"Sudah, lebih baik kau makan saja ya? Bagaimana?" tanya Deon kembali.

"Tidak mau!" tekan Lia kemudian ia berlari ke dalam kamarnya.

Ia kemudian mengunci diri di kamarnya. Sedangkan Deon, ia benar-benar kebingungan dengan apa yang terjadi. Apa mungkin Beni melakukannya? Tidak. Tidak mungkin!

Beni bukan orang yang sejahat itu. Tapi, kenapa Lia bahkan setakut itu? Deon benar-benar kebingungan. Dan daripada ia menambah penasarannya, Deon kemudian memilih menghampiri Beni.

Ia kemudian keluar dari rumahnya dan berjalan menuju rumah Beni untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi. Daripada menimbulkan fitnah yang sungguh tak benar terjadi.

Tok! Tok! Tok!

Deon mengetuk pintu rumah Beni berulang kali. Namun, tak ada jawaban dari siapapun. Deon coba mengetuk kembali pintu tersebut. Dan sesaat kemudian, Beni keluar dengan wajahnya yang tampak baik-baik saja seolah tak ada masalah.

"Hai Deon, ada apa malam-malam begini ke rumah?" tanya Beni.

"Ah, tidak. Maaf, tadi sempat kudengar kalian bertengkar. Eum... Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Deon cemas.

"Huh? Tidak, kami baik-baik saja. Ayah dan Ibu juga sudah kembali makan. Mereka sedang di dapur bahkan, apakah kau ada perlu?" jelas Beni.

"Ah tidak, aku hanya mencemaskanmu. Tadi, Lia bilang jika dia melihat ada yang aneh denganmu. Tapi, kau baik-baik saja bukan?" tanya Deon meyakinkan dirinya untuk menghentikan pencurigaannya ini.

"Hei bung! Aku baik-baik saja. Bukankah kami sudah biasa bertengkar?" ucap Beni yang membuat Deon yakin jika Lia tadi berbohong kepadanya sebab Deon tak mengajaknya bermain.

"Ah, iya. Maaf, Lia soalnya marah padaku. Mungkin dia berbohong soal keanehanmu, maafkan adikku ya!" sahut Deon.

"Ah, tak apa. Lupakan saja, namanya juga anak kecil! Tak perlu dipikirkan," ujar Beni.

"Baiklah, aku pamit ya! Selamat malam!" pamit Deon.

"Malam!" jawab Beni.

Deon kemudian kembali ke rumahnya dengan perasaan lega. Mungkin, Lia hanya mengambek padanya dengan cara yang mengejutkan seperti itu. Ah, dasar anak itu!