"Tenang Liona, om cuma bercanda kok," ujar Ayah Rio.
Suasan kembali tenang, kedua kepala keluarga itu mulai berbincang soal bisnis, kedua ibu rumah tangga itu juga beberapa kali menimpali, tapi lebih banyak bergosip.
Liona dan Rio menjadi dua penonton setia yang hanya diam, makan dan tersenyum.
Sesekali Rio mencuri pandang pada Liona. Penampilan Liona yang berubah 180 derajat setelah perpisahan membuat Rio semakin terpana.
Liona selalu cantik dalam busana apapun, tubuhnya yang proposional membuat berbagai macam baju cocok ia kenakan.
"Loh, kalian kok malah bengong sih. Ngobrol dong," celetuk Ayah Rio.
Rio tampak tersipu, lalu tersenyum canggung dan kembali diam.
"Heiii jagoan! Ayo mulai ajak dia berbicara!" celetuk Ayah Rio lagi.
Rio tampak menatap kesal pada Ayahnya sedangkan Liona dengan santai mengunyah beberapa kue yang ia pesan.
"Kalian bakalan satu sekolah lagi kan?" tanya ibu Rio.
Liona dan Rio kompak mengangguk.
"Kalian jalan-jalan aja kalau gitu. Gak jauh dari sini ada mall, nanti kita jemput. Kalian naik taksi aja ke sananya," saran Mami Liona.
"Boleh juga," balas Liona.
"Boleh Tan?" tanya Rio memastikan.
Liona tampak berdecak kesal, sudah diberi izin malah bertanya lagi. Membuat panjang rentetan kebosanan Liona saja!
"Boleh dong, jagain anak perempuan Tante ya," ujar Mami sambil mengelus lembut kepala Liona yang tertutup jilbab.
Liona tersenyum simpul dengan perlakuan Mami, bangkit dan bergegas keluar dari restoran dengan makanan lezat, tapi tidak dengan suasana meja makannya yang sangat membosankan dan hanya membuat kepalanya pusing.
Rio menyusul dibelakangnya dan bergegas berlari menyusul Liona yang kini berdiri di seberang jalan bersiap menyetop taksi.
"Tunggu Liona!" teriak Rio yang masih kesusahan menyebrang jalan raya yang ramai lancar.
"Astaga! Tuh siput cerdas lelet banget dah!" gerutu Liona.
Dengan susah payah akhirnya Liona berhasil menyebarang jalan. Ia bergegas berdiri dengan napas yang terpenggal-penggal.
"Lama banget sih lo!" ejek Liona.
Rio tampak mengerucutkan bibirnya. Lalu memalingkan wajah bersiap melambaikan tangan dan beberapa detik kemudian taksi yang melaju berhenti tepat di depan mereka.
Keduanya masuk tanpa banyak bicara sampai di parkiran mall besar yang ada di kota ini, Liona turun lebih dulu membiarkan Rio menjalankan tugasnya. Membayar ongkos taksi.
"Thanks," ucap Liona saat Rio telah selesai membayar ongkos taksi yang mereka tumpangi.
"Iya. Jadi sekarang kita mau ke mana dulu?" tanya Rio sambil merapikan rambutnya yang berantakan.
"Gue sih maunya ke toko buku. Duduk aja di sana, lagi males ngapa-ngapain," balas Liona.
Rio langsung nenganggukan kepalanya. Bergegas melangkah bersama Liona menuju ke are toko buku yang ada di lantai dua mall empat lantai ini.
Sesampainya di sana, Liona lantas duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Tidak banyak bicara dia diam dengan buku kecil yang dia bawa dari rumahnya.
"Buku apaan tuh?" tanya Rio.
"Buku catatan gue. Lo gak usah kepo deh! Kita gak sedeket itu Rio!" balas Liona jutek.
Rio sekali lagi hanya bisa mengerucutkan bibirnya. Lalu bangkit dan bergegas masuk ke toko buku mencari beberapa buku yang ia inginkan.
Liona sendiri asik menulis di buku kecilnya sampai Rio datang dengan beberapa buku yang pria itu beli.
"Ini buat lo!" ucap Rio sambil menyerahkan dua buku tebal.
"Buku apaan nih?" tanya Liona sambil menerima dua buku tebal itu.
"Lo suka baca novel kan? Ini buat lo, kemarin gue gak sengaja buka sosmed lo dan lo bikin status soal buku ini, jadi gue beli deh. Iseng aja sih, kali aja lo suka," jelas Rio dengan pipi yang tiba-tiba merah merona.
Liona tanpa basa-basi bergegas membuka plastik tipis yang membungkus buku itu. Lalu perlahan matanya mulai menjelajahi halaman demi halaman buku.
"Gak ngucapin makasih nih?" celetuk Rio.
"Ehh iya lupa jir! Makasih ya Rio yang ganteng dan baik hati, tapi sering bikin gue gedek!" balas Liona dengan cadaannya. Bukan candaan biasa sih, lebih tepatnya curhat sesuai fakta.
"Astaga! Gak ikhlas bener lo. Btw kabar si Lion sama Bagas gimana?" tanya Rio.
"Tumben lo nanyain mereka, ada apa nih?" bukannya menjawab Liona justru bertanya kembali. Aneh sih, seorang Rio tiba-tiba bertanya soal kabar Lion dan Bagas yang hanya teman singkatnya.
"Ya nanya aja sih, emang salah?" balas Rio.
Liona balas menggelengkan kepalanya dan berkata, "Mereka baik. Bahkan sangat baik, cuma gue aja yang gak baik karena kejebak sama lo, tapi thanks ya berkata lo hari ini gak terlalu buruk buat gue," jawab Liona.
"Emangnya kenapa?" tanya Rio penasaran.
"Idih! Kepo banget sih lo!" celetuk Liona.
"Apa salahnya sih? Gue udah baik sama lo jadi gak ada salahnya lo jawab pertanyaan gue kan?" balas Rio.
Liona yang tengah asik membuka beberapa lembaran putih berisikan tulisan bertinta hitam itu menoleh dan menatap Rio lekat-lekat.
"Gak ada salahnya, tapi gak usah kepo sama hidup gue tar lo kepincut bisa bahaya!" jawab Liona yang kembali fokus membaca halaman buku yang baru dia dapatkan dari Rio itu.
"Kan supaya kita makin deket," ujar Rio lagi.
"Kita? Sejak kapan lo sama gue jadi kita?" balas Liona.
"Astaga! Dari tadi gue ngomong salah mulu. Gue harus ngomong pake bahas binatang kayaknya kalau sama lo!" celetuk Rio yang mulai kesal dengan jawaban Liona yang seakan-akan terus mencecarnya tanpa henti dan terus mencari kesalahannya.
"Ihh kalem atuh bos, situ lagi pms ya?" canda Liona.
"Serius Liona!" bentak Rio.
"Yeh, ngegas mulu bang. Gue gak mau deket sama lo. Pusing banyak fansnya," jawab Liona masih dengan ejekannya.
"Itu mah urusan gampang Liona. Btw gue laper, tadi gak sempet makan banyak. Makan kuy," ajak Rio.
Sebelum menjawabnya Liona terlebih dahulu berpikir. Sebenarnya dia juga mulai merasakan rasa lapar di perutnya, tapi dia tidak membawa uang yang cukup untuk memesan makan di beberapa tempat makan yang ada di mall ini.
"Boleh sih, tapi lo yang bayar ya. Gue tadi lupa gak minta duit lebih," ujar Liona.
"Aelah santai aja kali. Iya gue bayarin, yaudah ayo. Tapi kita makan di tempat yang gue pilih ya," jelas Rio.
"Boleh aja. Gue sih apa aja masuk asal halal, enak, gak ada unsur terasi, terus pedes nilai plus, apalagi gratis," balas Liona sambil tersenyum manis.
Rio sekali lagi terpana dengan senyum manis Liona, untuk pertama kalinya Liona tersenyum semanis itu karena dirinya. Sungguh Rio semakin jatuh hati pada Liona walaupun belum mendapatkan lampu hijau, tapi nanti pasti akan ada jawaban dari setiap rasa gundah yang perlahan ia rasakan.