"Arman!" panggil seorang gadis berparas cantik yang muncul tiba-tiba di sampingnya saat Arman mencari tahu alasan para perawat berhenti di depan ruang UGD.
"Bunga!" ucap Arman saat melihat Bunga ada di sampingnya.
"Sudah selesai kak?" tanya salah satu perawat yang membantu mendorong tempat tidur ida.
"Sudah," jawab Bunga dan dia menyerahkan selembar kertas yang dia dapat dari tempat administrasi.
"Ruang sekar," ucap lirih perawat yang membaca kertas yang di berikan oleh Bunga.
"Mari silahkan." perawat itu mulai membawa Ida ke ruang Rawat inap. suara perawat itu mengagetkan Arman dan Bunga yang beberapa detik terjebak dalam adu pandangan.
"Eh, iya." Arman segera melangkah pergi terlebih dahulu dengan langkah ragu Bunga menyusul Arman yang beberapa langkah lebih dulu di depan Bunga.
Kedua perawat itu mulai menyusuri lorong dan berhenti di depan ruangan yang luas dan tertulis 'Ruang Sekar 1'.
"Silahkan," ucap salah satu perawat mempersilahkan Arman dan Bunga duduk di samping tempat tidur Ida.
"I-iya," jawab Arman yang sesaat menatap Bunga yang berdiri di sampingnya.
Dan kedua perawat itu berpamitan meninggalkan Arman dan Bunga berdua menjaga Ida.
"Man!" panggil Bunga untuk membuka pembicaraan dengan Arman.
"Ya!" sahut Arman dengan canggung.
"Kalau kamu butuh apa-apa bilang aja biar aku yang beli," ucap Bunga.
"Tidak, Bung. kamu pulang saja." Arman menghindari konta mata dengan Bunga.
"Terima kasih sudah menolong ibu aku dan mau menunggu sampai aku datang," lanjut Arman.
"Sama-sama!" Bunga sedikit kecewa dengan sikap Arman.
"Semua aku ganti lewat transfer saja, aku belum sempat tarik tunai hari ini." Arman mengulurkan ponselnya ke arah Bunga agar Bunga mengetik nomor rekeningnya. namun di tepis oleh Bunga. "Man, kalau kamu nggak mau lihat aku di sini, aku akan pergi! tapi aku ikhlas kok bantuin kalian. sejijik itukah kamu sama aku? dengan barang-barangku?" suara Bunga terdengar bergetar dan Bunga memilih pergi dari hadapan Arman.
***
Sedangkan di sisi lain Ida yang pingsan dan di bawa ke rumah sakit di ketahui oleh ibunya Bunga. mendengar kabar tersebut Bu antok segera menelepon Bunga yang ada di dalam perjalanan pulang.
Beberapa kali ponsel berdering. namun di tolak oleh Bunga. Bunga sudah membaca pesan whatsapp dari ibunya yang berisi makian dan ancaman untuk Bunga karena berani menolong Ida tanpa sepengetahuan dirinya. Bunga sudah siap menerima konsekuensinya saat sampai di rumah.
Selama perjalanan Bunga sesekali mengusap pipinya yang di basahi oleh air matanya. dan saat dia melihat gerbang rumahnya hanya tinggal beberapa meter lagi, Bunga mulai menyiapkan uang untuk membayar taxi yang dia tumpangi.
"Terima kasih ya pak," ucap Bunga saat menyodorkan beberapa lembar uang kepada sopir taxi yang dia tumpangi.
"Sama-sama," sahut sopir itu setelah menerima uang dari bunga.
Bungapun segera meninggalkan taxi itu dan menuju rumahnya. Beberapa langkah pertama Buna sangat gugup karena sebelumnya dia telah membaca pesan whatsapp dari ibunya.
"Aku tidak salah!" gumam Bunga lirih untuk menyemangati dirinya sendiri. dan Bunga mulai melangkah dengan percaya diri.
Baru membuka pintu rumahnya, Bunga sudah di sambut dengan wajah sangar Ibunya dengan tatapan tajam dan sinis kepadanya.
"Pulang juga kamu!" ucap wanita yang bernama asli Irma tersebut.
Bunga tidak menghiraukan ibunya . dia memilih menuju kamarnya yang berada di lantai dua. namun baru menginjakan kakinya di anak tangga pertama. langkahnya terhenti karena ibunya memanggilnya. "Telingamu sudah tidak berfungsi?"
"apa sih, bu?" tanya Bunga dengan nada pasrah.
"Duduk!" perintah wanita yang kerap di panggil Bu Antok tersebut.
Dengan menyeret kakinya, Bunga menuruti ucapan ibunya dan duduk di depan ibunya.
"Sudah ibu katakan jangan pernah berhubungan dengan keluarga laki-laki pengangguran itu!" ucap Irma dengan nada kasar.
"Bu, mas arman sekarang nggak nganggur lagi." Bunga mencoba menjelaskan kepada Ibunya.
"Ibu tidak peduli dengan apa yang di lakukan anak itu."
"yang ibu ingin berhenti berurusan dengan keluarga itu, Paham!"
"oke, ibu melarang ku berhubungan keluarga mas arman. tapi ibu tidak bisa melarangku membantu sesama kan bu?" tanya Bunga yang berhasil membuat ibunya tida bisa menjawab.
"Ibu tidak bisa melarang aku membantu orang lain jika mengalami kesusahan. hanya saja saat itu yang aku tolong Ibunya mas arman."
"Bu, aku sudah mengikuti keinginan ayah sama ibu. jadi jangan larang-larang bunga lagi. aku hanya ingin berteman dengan mas arman tidak lebih." suara Bunga mulai bergetar .
"Tapi ibu tidak suka dengan anak itu. dia membawa pengaruh buruk padamu," ucap Irma dengan nada kesal.
"Ibu hanya mencari alasan utuk membenci mas arman.yang jelas Bunga sudah tidak ada hubungan apapun dengan mas Arman. perkara perjodohan Bunga nggak mau!" Buna segera meninggalkan Ibunya dan berlari menaiki anak tangga satu persatu.
"Bunga.... Bunga!" panggi Irma. namun Bunga tida menghiraukannya,
"Dasar anak bandel!" umpat Irma dengan kesal.
Brakk...
Suara pintu kamar milik Bunga yang di banting begitu saja. Dan dia segera melompat ke atas kasur dengan posisi tengkurap.
"Kenapa kisah hidupku begini!" sesal Bunga yang terlihat semakin stress dengan situasi yang semakin rumit.
****
Sedangkan Arman yang berada di samping ibunya tidak sedetikpun mengalihkan pandangannya dari wajah Ida yang lemah dengan mata yang masih tertutup rapat.
Tttrrrt... trrrtt...
Ponsel Arman bergetar, membuat dia tersadar dari lamunannya dan segera meraih ponselnya yang berada di atas meja.
"Angga," ucap Arman saat membaca tulisan yang berada di layar ponselnya.
"Assalamualaikum," salam Arman sesaat setelah menekan tombol hijau pada layar ponselnya.
"Wa'alaikumsalam," sahut Angga dari ujung telepon.
"Man, bagaimana ibumu?" tanya Angga.
"Masih belum sadar, ngga," jawab Arman dengan lemas.
"Apa perlu bantuan ku, Man?" Angga merasa cemas dengan keadaan ibunya Arman. Terlebih dia tahu kondisi keuangan Arman saat ini.
"Tidak Ngga, kata dokter tidak ada yang serius." Arman menutupi rasa khawatirnya agar tidak membuat Angga semakin cemas.
"Baiklah, kabari aku jika butuh bantuan," kata Angga.
"Kenapa di situasi kayak gini kita pakai panggilan aku kamu kok aneh ya," sahut Arman untuk mencairkan suasana, karena dia tahu Angga sedang cemas.
"Lo di saat kayak gini masih bisa becanda," protes Angga.
"Hahah.... Fokus jagain jualan gue ya Ngga." Arman tertawa tipis agar Angga yakin bahwa situasi sudah baik-baik saja.
"Ya sudah, kalau Lo butuh bantuan kabarin ya," ujar Angga.
"Oke," sahut Arman.
"Wa'alaikumsalam," ucap Arman.
"Gue belum salam, Bambang!" protes Angga.
"Hahaha..." Arman terdengar tertawa kecil.
"Assalamualaikum," salam Angga sebelum menutup panggilannya.
"Wa'alaikumsalam," sahut Arman sesaat sebelum panggilan tersebut terputus.
Arman meletakkan kembali ponselnya dan kembali fokus memandangi Ida yang masih terbaring lemah. Tiba-tiba...
"Man...." suara lirih keluar dari mulut Ida namun matanya masih dalam keadaan tertutup.
Mendengar suara itu Arman segera berdiri dan meraih tangan Ida. namun karena tidak ada respon kembali dari Ida, Arman sangat panik sehingga dia memilih memanggil perawat yang sedang berjaga.