"Arman," panggil Ida di ikuti dengan Suara ketukan pintu.
"Arman," panggil Ida lagi karena tidak mendapat jawaban dari penghuni kamar tersebut.
Tok... Tok... Tok..
"Man," panggil Ida dengan keras.
"Hemmm," sahut Arman dengan nada malas.
"Buka pintunya," ucap Ida.
'jeglek,' Arman muncul dari balik Pintu dengan wajah yang masih terlihat kantuk dengan mata merahnya.
"Ada apa Bu?" tanya Arman.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya balik Ida.
"Nggak, emang kenapa Bu?"
"Nggak biasanya kamu bangun siang, ibu kira kamu sakit." Ida memegang dahi Arman.
"Enggak Bu. Semalam Arman nggak bisa tidur."
"Oh, kalau begitu kamu mandi, ibu akan siapkan makanan."
"Jam berapa sih Bu?" tanya Arman seraya menggeliat menarik tangannya keatas.
"Jam setengah sembilan," jawab Ida dengan enteng dan berjalan menuju dapur.
"Ha! Jam setengah sembilan?" Arman dengan tergopoh-gopoh segera mengambil handuk dan mandi.
Dan benar saja. tidak lama kemudian Angga datang.
"Assalamualaikum," ucap Angga di depan rumah Arman.
"Assalamualaikum," ucap Angga lagi karena belum mendapat jawaban dari pemilik rumah.
"Wa'alaikum salam," sahut Ida dari dalam rumah, ia segera membuka pintu dan mempersilahkan Angga untuk masuk. Namun seperti biasa, Angga menolak dan memilih menunggu di teras rumah.
Ida meninggalkan Angga yang duduk di teras rumah, ia menyiapkan sarapan untuk Arman. Dan tak lama kemudian Arman keluar dari kamar mandi.
"Angga ada di depan, man." Ida memberitahu Arman yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan berbalut handuk.
"Iya Bu," sahut Arman seraya meninggalkan ibunya yang ada di dapur.
Arman lebih cepat bersiap-siapnya daripada hari-hari biasanya. Arman segera menemui Angga yang sudah menunggunya di teras.
"Man, nggak biasanya Lo bangun siang," ucap Angga saat Melihat Arman baru selesai mandi.
"Ya nih, semalam gue nggak bisa tidur," ujar Arman seraya menarik kursi dan segera duduk di samping Angga.
Mereka berbincang-bincang seraya menunggu ibunya Arman selesai membuat sarapan, Arman selalu membiasakan diri untuk sarapan di rumah karena hal itu bisa menghemat pengeluaran dan hal itu terapkan untuk membuat ibunya bahagia dengan menghargai ibunya yang telah menyiapkan sarapan untuknya.
Angga yang telah menjadi sahabat Arman sejak kecil selalu hafal dengan kebiasaan Arman tersebut. Bahkan saat sekolah pun Arman tidak malu untuk membawa bekal. Sejak kecil dia selalu berbeda dengan teman-temannya ia bisa membayar sekolah itu sudah bagus berbeda dengan teman-temannya yang bisa membawa uang saku dan bisa membeli jajan diluar sana.
Tak lama mereka menunggu terdengar suara ibunya Arman memanggilnya untuk sarapan,
"Ngga, yuk sarapan dulu." Arman menganjak Angga untuk sarapan. Namun Angga menolak.
"Nggak man, gue udah sarapan tadi." Tolak Angga.
"Ya udah gue makan dulu," ucap Arman dengan meninggalkan Angga. Namun ibunya Arman menyiapkan segelas teh untuk Angga
"Terima kasih Bu," ucap Angga saat melihat ibunya Arman meletakan segelas Teh di hadapannya.
"Sama-sama, kamu nggak ikut sarapan Arman?" tanya Ibunya Arman.
"Enggak Bu, saya sudah sarapan tadi," ucap Angga dengan sopan.
"Ya sudah ayo di minum dulu tehnya," Ida mempersilahkan Angga untuk meminum teh tersebut selagi hangat.
Ida meninggalkan Angga di depan rumahnya, dan dia memastikan Arman sarapan dengan baik. Pagi itu kita merasa dirinya tidak terlalu sehat namun ia enggan mengatakannya kepada Arman. Ia menunggu karena berangkat kerja dan ia akan kembali beristirahat. Ia kita ingin Arman merasa khawatir kepada dirinya.
Hingga tak lama kemudian armanpun selesai sarapan.
"Bu, Arman sudah selesai, Arman berangkat dulu," ucap Arman seraya menyambar tangan ibunya dan mencium punggung telapak tangannya.
"Iya hati-hati," sahut Ida dan mengantar Arman hingga depan ruamah.
"Bu, Saya pamit berangkat dulu," ucap Angga.
"Hati-hati ya nak Angga," sahut Ida.
"Iya Bu," ucap Angga.
Arman dan agar segera pergi dari rumah, perjalanan pagi itu terasa berbeda dari beberapa hari yang lalu. Karena hubungan antara Arman dan Angga kembali membaik, namun pagi itu danang tidak bisa ikut karena ia harus bekerja di toko milik ayah Angga. ia hanya bisa ikut jika ia mendapatkan libur dari tempat kerjanya. Namun saat istirahat ia selalu usahakan untuk datang di tempat kerja Arman. Angga pun mulai membicarakan untuk kerjasama antara dirinya dan Arman. Angka menyanggupi untuk memberikan cukuplah modal kepada Arman setelah event itu selesai. Dan Arman menyetujuinya. Karena ia tahu jika ia membuka usaha sendiri setelah itu ia akan membutuhkan modal yang sangat banyak dan hal itu itu tidak bisa ia lakukan sendiri. Dengan adanya suntikan dana dari Angga ia bisa mengembangkan usahanya sendiri.
"Man, event tinggal beberapa hari, bagaiman jika hari ini kita mencari lokasi?" tanya Angga sembari memainkan stir bulatnya.
"Oke, nanti kita tutup lebih awal." Arman setuju dengan usul Angga.
Tak lama mereka menempuh perjalanan menuju mall, akhirnya mereka sampai di parkiran mall tersebut. Hampir dua bulan mereka di sana. Hingga mulai banyak yang mengenal mereka, apalagi mereka memiliki wajah yang tampan dan style bagus. Walaupun Arman dari keluarga sederhana ia tahu tentang fashion dan style.
"Mari..." sapa Arman dan Angga kepada beberapa orang yang mengenal mereka.
"Man, sudah hampir dua bulan, Lo nggak ada tertarik sama cewek disini?" Goda Angga pad Arman.
"Nggak, ribet mikirin cewek ngga," sahut Arman.
"Emang Lo mikirin siapa?" Arman tidak menjawab pertanyaan Angga, namun Angga tidak berhenti menggodanya. "Jangan-jangan Lo mikirin Bunga," goda Angga.
"Sudahlah, jangan mikirin cewek mulu Lo," Arman menepuk bahu Angga dan meninggalkannya beberapa langkah lebih dulu. Dan membuat Arman berlari kecil untuk mengejarnya.
Mereka berjalan menuju stand yang sudah tak jauh dari keberadaan mereka. Mall itu mayoritas di penuhi orang Chinese namun mereka sangat baik kepada lawan bisnis mereka. Bahkan tidak saling menjatuhkan satu sama lain. Hal itu membuat Arman merasa nyaman dengan lingkungannya saat ini, dan ia sangat Senang menjalani bisnis kecilnya ini.
Angga yang melihat perubahan pada Arman merasa senang. Ia melihat perubahan finansial dan hal itu mempengaruhi kehidupan Arman kedepannya. Dan ia yakin bahwa ia tidak salah dengan keputusannya untuk mengajak kerja sama Arman.
"Man, gue ke toilet dulu ya," ucap Angga.
"Yah elu belum apa-apa sudah beser aja," sahut Arman.
"Kebelet beneran ini," ucap Angga dengan berlari kecil ke arah toilet yang tak jauh dari stand. Sedangkan Arman menuju stand dan mulai membuka standnya. Namun pandangannya bertemu dengan pandangan Amel. Amel yang melihat hal itu merasa kikuk dan segera mengalihkan pandangannya. Begitupula dengan Arman, ia menyibukkan diri dengan membereskan peralatannya. Ia merasa aneh dengan perasaannya saat matanya bertemu dengan tatapan Amel.