"kenapa sepeti ini lagi," gumam Arman lirih saat memalingkan wajahnya dari Amel.
Namun ia tidak sadar bahwa Angga sudah berada di belakangnya dan mendengar ucapan lirinhnya.
"Apanya yang seperti ini?" tanya Angga tiba-tiba.
"Eh elu, ngaggetin aja," ucap Arman dengan wajah yang kikuk, arman yang terkejut dengan kehadiran angka secara tiba-tiba memilih melanjutkan kegiatannya agar tidak terlihat ia sedang gugup.
"Ada apa sih? Lo kagetnya nggak biasa!"
"Apanya yang nggak biasa, elo aja yang baper." Arman mengelak dengan ia mengelap meja.
"Tolong bersihin yang itu," ucap Arman sembari menujuk sudut Ruangang itu dan untuk mengalihkan pembicaraan Angga.
"Siap bos," sahut Angga dengan semangat walaupun tatapannya masih menaruh curiga dengan Arman.
Tak butuh waktu lama untuk menyiapkan stand mereka. Akhirnya mereka siap melayani pelanggan-pelanggannya.
"Mas, mau yang jumbo satu," ucap pembeli pertama di hari itu seraya menunjuk sebuah menu yang terpasang di depan gerobak Stand Arman.
"Oke, di tunggu ya," sahut Angga dengan senang.
Arman mulai menyibukan diri, anggapun mulai menyiapkan pembungkus kebab itu.
***
Di sisi lain, Ida merasa sangat pusing ia mencoba berdiri untuk mengambil obat. Namun langkahnya sangat lemah sehingga ia terjatuh.
'brakk'
Tangan Ida tanpa sengaja menyenggol meja rias yang tak jauh dari tempat tidurnya.
Dan sangat kebetulan bunga sedang lewat, ia memang setiap hari berusaha lewat depan rumah Arman berniat untuk membuat Arman tidak bisa melupakannya. Namun ia melihat Ida sedang berjuang berdiri dengan berpegangan daun pintu kamarnya. Rumah Arman memang kecil hanya terdiri dari dua kamar tidur, ruang tamu mini, satu kamar mandi dan dapur yang berdampingan dengan meja makan. Sehingga saat Ida sedang berusaha berdiri bunga melihatnya dari luar rumah.
"Bu Ida," teriak bunga. Ia bergegas masuk ke rumah ibunya Arman tanpa meminta ijin terlebih dahulu.
"Bu Ida kenapa?" tanya Bunga dengan penuh khawatir dan lekas membantu ibunya Arman untuk duduk di kursi.
"Terima kasih nak bunga," ucap Ida dengan lemah.
"Bu Ida mau kemana? Mau apa? Apa yang sakit?" Bunga mencecar Ida dengan banya pertanyaan. Namun tidak menjawab hanya gelengan kepala yang di lakukan Ida. Hal itu membuat Bunga semakin panik. Ia mulai menelepon Arman, namun tidak di ada jawaban. Sedangkan Semua akun sosial medianya di blokir. Tanpa berfikir lagi ia membawa Ida ke kamarnya dan segera menelepon taxi online. Tak butuh waktu lama mobil itu sampai Di depan rumah Ida. Ia segera meminta bantuan pada sopir taxi online itu untuk membawa Ida kedalam mobilnya.
"Pak pelan-pelan ya," ucap Bunga dengan wajah yang khawatir.
Namun saat taxi itu berjalan tiba-tiba ibunya bunga melihat dari ujung gang, hal itu membuatnya sangat kesal. Segera ia menelepon bunga. Namun tidak di jawab. bahkan sesekali panggilan nya sibuk karena bunga sedang mencoba menghubungi Arman.
****
Sedangkan disisi lain, yang sedang bersama Angga menunggu pelanggan merasa risih dengan panggilan Bunga. Arman hendak memblokir nomor Bunga. Namun di hentikan oleh Angga, ia meminta Arman menerima panggilan tersebut. Sempat berdebat dan adu mulut. Namun akhirnya Arman mengalah dan menjawab telepon Arman.
"Hal...." Belum selesai Arman menyapa Bunga, ia terhenti karena Isak tangis Bunga.
"Syukurlah kamu angkat Man," ucap Bunga dengan Isak tangis.
"Kenapa bung?" tanya Arman dengan khawatir.
"Bu Ida man, Bu Ida," ucap Bunga dengan mengatur nafas dalam-dalam.
"Kenapa Bung?" tanya Arman dengan khawatir.
"Bu Ida jatuh," jawab bunga.
"Bagaimana bisa? Sekarang dimana? Bagaimana keadaan ibu?" cecar Arman dengan bayak pertanyaan.
"Di rumah sakit Medika, sedang di tangani dokter." Bunga dengan suara tergopoh-gopoh memberi tahu Arman melalui teleponnya.
"Tunggu disana! aku segera datang." tidak menunggu jawaban Bunga, Arman segera mengakhiri panggilan tersebut dan segera berpamitan kepada Angga.
"Angga aku ke rumah sakit dulu," ucap Arman dengan wajah yang panik.
"Lo kenapa, Man?" tanya Angga dengan nada yang ikut khawatir.
"Ibuku masuk rumah sakit," jawab Arman seraya mengambil jaket dan tasnya.
"Emang siapa yang telepon?" tanya Angga.
"Bunga." jawab arman dengan singkat.
Amel yang sedari tadi mendengar percakapan antara Angga dan Arman seketika menghentikan tangannya yang sedang membersihkan meja di hadapannya saat mendengar nama Bunga.
"Aku antar kamu, Man." ucap Angga dan bergegas bersiap.
"Tidak. kamu disini aja, Ngga." mendengar perkataan Arman seketika menghentikan Angga yang baru saja memegang tasnya.
"Lo disini aja jagain jualanku, aku naik taxi aja." tanpa mendengar persetujuan Angga, Arman segera meninggalkan Angga yang masih mematung dan hanya menatap punggung Arman yang berlalu menjauh. hal yang sama di lakukan oleh Amel dengan tatapan tajam Amel memandang kepergian Arman.
***
Sedangkan di rumah sakit, Bunga menunggu di ruang UGD dengan perasaan cemas. tak ayal dia menatap pintu masuk berharap Arman segera datang.
"Keluarga Bu ida!" panggil salah satu perawat yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"S-saya," sahut Bunga dengan perasaan campur aduk.
"Silahkan masuk," perawat itu mengajak Bunga untuk masuk melihat keadaan Bu ida.
"Bagaimana keadaan beliau?" tanya Bunga saat melihat Bu ida yan g masih terpejam dan sebuah alat bantu pernapasan menempel di hidungnya.
"Untuk saat ini kondisi pasien sudah mulai stabil," jawan dokter yang baru saja selesai memeriksa detak jantung Bu ida.
"Lalu apa yang harus di lakukan?" tanya Bunga yang antusias mendengar perkembangan ibu dari mantan kekasihnya tersebut.
"Beliau harus tetap di rawat, akan segera kami pindahkan ke ruang rawat inap." dokter itu memberikan selembar kertas yang bertuliskan beberapa digit angka di sana.
"tolong segera urus administrasi," ucap dokter itu dan segera meninggalkan Bunga. sedangkan Bunga tidak pikir panjang segera mengurus administrasi tesebut.
Saat Bunga sedang mengurus administrasi, Arman datang dengan tergesa-gesa ke ruang UGD dan bertanya kepada salah satu penjaga disana.
"Selamat siang, ada pasien bernama Ida di dalam UGD?" tanya Arman.
"Oh ada, anda siapa?" tanya perawat tu untuk memastikan bahwa Arman adalah kerabat dari pasien.
"Saya anaknya!" jawab Arman.
"Silahkan masuk!" perawat itu mengajak Arman ke tempat Ida di rawat.
"Loh kenapa ini di lepas?" tanya Arman yang heran.
"Tenang saja mas, ibunya mau di pindah di ruang rawat inap." perawat itu menjelaskan dengan ramah.
Saat beberapa perawat ingin memindahkan Ida ke ruang rawat inap. para perawat menghentikan langkah mereka di depan ruang UGD. dan hal itu membuat Arman bertanya-tanya.
"Loh, kenapa berhenti?" tanya Arman dengan raut wajah yang cemas takut akan terjadi sesuatu kepada ibunya.
"Keadaan ibu saya baik-baik saja kan?" cecar Arman karena belum mendapat jawaban dai para perawat atas pertanyaannya.