Ilona terbaring lemah di atas kasur rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi dengan kabel penunjang, dan jarum infus terpasang ditangan kirinya.
Subroto mulai masuk ke dalam ruang rawat dari putrinya. Melihat keadaan yang sangat mengenaskan itu, membuatnya merinding dan terasa ngilu.
"Ilo sayang, cepet bangun ya, Nak! Ayah tau kamu itu kuat kok," gumam Subroto dengan mata yang kini memerah menahan air mata agar tidak tumpah.
Hati orangtua mana yang kuat, kala melihat putri yang sangat disayangi olehnya, malah jatuh sakit dan terbujur lemah dengan tubuh terdapat banyak sekali kabel penunjang.
Kenzo dan Kenzi menjaga Cantika yang masih belum sadarkan diri. Mereka berdua berdoa di dalam hati untuk kesembuhan dari adiknya, karena tidak ada hal yang lebih baik ketimbang hal tersebut.
Subroto tidak bisa berlama-lama melihat kondisi dari Ilona. Tidak kuat rasanya, dan seperti orang hendak menangis.
"Ken, kalian mau masuk tidak?" tawar Subroto pada dua anak kembarnya tersebut.
Kenzo dan Kenzi yang merasa namanya dipanggil secara bersamaan, kini menoleh melihat Subroto yang masih berdiri tepat di depan pintu ruangan tersebut.
Kenzo beranjak dari tempat duduknya. "Biar Kenzo dulu yang jenguk, Yah."
Subroto mengangguk, dan segera menyingkir dari depan pintu tersebut.
Kenzo mulai masuk ke dalam ruang rawat Ilona. Melihat kondisi adiknya yang seperti ini, merasa sangat bersalah sekali.
Menggenggam jemari yang terasa dingin di tangannya. Kenzo mulia membelai lembut jemari milik adik kesayangannya tersebut, dan setelah itu mengecupnya.
"Ilo ... cepet bangun, ya! Kakak gak bisa liat kamu kayak gini, rasanya gak tega sekali," lirih Kenzo dengan mata yang menatap wajah pucat yang terpasang selang oksigen tersebut.
Melihat Ilona yang seperti ini, entah kenapa dalam hatinya merasa ada yang bersalah dan itu cukup besar.
'Kenapa dirinya tidak menyempatkan waktu untuk mengantarnya saja tadi? Agar hal ini tidak akan pernah terjadi.'
Sayang sekali, penyesalan memang selalu berada di paling akhir.
Merasa sudah cukup lama menghabiskan waktu di depan tubuh Ilona yang tidak berdaya ini, dan ucapan yang ia lontarkan tidak berguna karena tak ada yang membalas sama sekali.
"Ilo, Kakak keluar dulu ya. Nanti ada Kak Kenzi jenguk kamu," ucap Kenzo dengan tak lupa mengecup kening dari Ilona.
Kenzo mulai berjalan keluar dari ruangan tersebut. Ia melangkah dengan gontai, dan tubuh yang lemas. Merasa tidak kuat untuk melihat keadaan adiknya yang kini mulai terbaring lemah tidak berdaya sama sekali.
Kenzo kembali duduk di atas kursi tunggu pasien yang ada di luar ruangan tersebut. Kepalanya tertunduk ke bawah dan itu tidak luput dari perhatian Kenzi sama sekali.
"Kenapa habis keluar dari kamar rawat Ilo ... kamu cemas gini, Kak?" tanya Kenzi pada Kenzo.
Kenzo adalah seorang Kakak yang selisih lima menit dari Kenzi. Itulah kenapa dia begitu dihormati oleh anggota keluarganya, sekaligus menjadi tempat manja dari Ilona.
Kenzo menampilkan raut wajah sedih. "Aku tidak tega melihat kondisi Ilo, sepertinya luka itu parah sekali."
"Parah bagaimana?" tanya Kenzi penasaran.
"Kamu nanti bisa liat sendiri keadaannya." Kenzo tidak ingin membahas keadaan dari Ilona.
Tidak ingin karena Kenzo merasa menjadi kakak yang gagal untuk adiknya. Ia sama sekali tidak bisa menjaga dengan baik, hingga mengalami kecelakaan.
Kenzi mendengkus kesal mendengar pernyataan yang keluar dari bibir Kenzo tersebut. Ia sudah cukup penasaran tentang keadaaan dari Ilona.
"Okey, deh aku akan masuk nanti dulu." Kenzi memutuskan untuk menunggu Cantika siuman dari pingsannya tersebut.
Cantika mulai siuman ketika hari mulai beranjak sore. Ini adalah hari yang cukup pahit, dan rasanya seperti berada di alam mimpi.
"Ayah! Ilo bagaimana? Dia baik-baik saja kan?" Pertanyaan itu keluar dari mulut Nikita beruntun.
Nikita menatap sekeliling yang ternyata berada di rumah sakit. Ia sedang tidak bermimpi saat ini, dan tandanya berita tersebut adalah hal yang valid.
Subroto kini mulai menenangkan Nikita agar tidak panik. Begitu pula dengan Kenzo dan Kenzi yang mulai berusaha untuk memberikan pengertian agar tidak berisik, dan bisa masuk untuk melihat, itupun syaratnya hanya satu orang.
"Ibu, Ilo masih dirawat di dalam sana. Dokter bilang bisa masuk untuk melihat keadaannya, tetapi dengan syarat jangan berisik agar tidak terganggu," terang Kenzi pada Cantika yang hanya mengangguk lesu.
Cantika mulai beranjak dari tempat duduknya. Perasaan seorang ibu akan hancur sekali, melihat putri yang sangat disayanginya berada di ruang rawat rumah sakit.
"Baik. Ibu akan masuk ke dalam sekarang juga," tekad Nikita bulat.
Subroto hanya bisa menghembuskan napas lelah. Ketika istrinya telah membuat keputusan, maka tidak akan bisa diganggu gugat sama sekali.
"Ibu yang kuat nanti saat di dalam." Subroto hanya bisa mewanti-wanti pada Nikita agar tidak histeris di dalam sana.
Cantika mengangguk saja, dan berjanji untuk tidak melakukan hal yang dikhawatirkan tersebut.
Sesampainya di dalam ruangan tersebut, Cantika melihat Ilona yang diperban bagian kepalanya dan terdapat rembesan darah cukup banyak.
"Nak! Cepet pulih ya, Ibu ingin bercanda seperti pagi tadi," lirih Cantika dengan air rmata yang mulai meluruh. Ia bahkan sampai membekap mulutnya sendiri, agar tidak terdengar isakannya tersebut.
Sudah, Cantika tidak sekuat itu melihat putrinya dengan kondisi yang seperti ini, lemah tidak berdaya dengan tubuh yang penuh luka.
Cantika kini berjalan keluar ruangan tersebut, dengan air mata yang terus menerus jatuh.
Sesampainya di depan pintu, Cantika tidak kuat untuk berdiri dan kembali jatuh pingsan untuk kedua kalinya.
Subroto lekas menangkap tubuh istrinya yang hendak jatuh ke bawah itu. "Ibu! Ya Tuhan, dia pasti sangat shock sekali dengan keadaan Ilo sekarang," gumam Subroto dengan tangan yang mulai membopong tubuh tersebut.
"Ayah! Mending pulang saja, Ilo biar Kenzo sama Kenzi yang nungguin," suruh Kenzo yang merasa kasihan dengan ibunya yang sudah dua kali jatuh pingsan seperti itu.
Subroto mengangguk lemah. "Ya sudah. Sekarang Ayah pulang dulu, ya! Kalian berdua jaga adik baik-baik."
"Siap, Ayah!" Kenzo dan Kenzi berucap dengan sangat kompak sekali.
Subroto langsung saja berjalan untuk keluar dari rumah sakit ini, dan meninggalkan Ilona untuk bersama para kakaknya saja.
Kenzo menatap adiknya dari jendela luar. "Ilo, cepet siuman ya, kasian sekali Ibu."
"Separah itukah Kak keadaan dari, Ilo?" tanya Kenzi pada kakaknya yang tengah berdiri di sampingnya tersebut.
Kenzo hanya mengangguk lemah. "Kakak yakin dia kuat. Mau separah apa pun juga, kamu tau sendiri bukan dia seperti apa?"
"Semoga saja dia kuat, Kak." Kenzi berharap penuh pada Ilona agar segera siuman.
"Loh, Kak kembar ada di sini? Ngapain?" tanya seseorang wanita yang kebetulan lewat di depan kamar Ilona.