Aku pernah menjadi orang yang sangat kau inginkan, sebelum akhirnya menjadi orang terbuang karena kalah dengan seseorang yang sangat berarti dalam kehidupannya.
_Ilona
***
Ilona disibukkan oleh pekerjaan kantor yang begitu banyak dan menumpuk, maklum saja karena kali ini tengah memeriksa semua data untuk dicocokkan.
Di sela-sela kesibukannya, Ilona mendapatkan panggilan telepon dari kekasihnya--Delvin. Dengan senang hati, segera saja mengangkatnya dengan headsfree yang kini dipasang pada telinganya.
[Sayang, lagi sibuk banget, ya?] tanya Delvin dengan suara yang begitu manjanya.
Ilona tersenyum mendengar suara Delvin yang menurutnya sangat lucu dan menggemaskan itu. [Iya nih, yang. Hari ini, kerjaan numpuk banget dan aku susah buat istirahaf bahkan untuk bernapas sekalipun,] adu Ilona dengan tatapan matanya yang begitu fokus pada layar laptop.
Delvin terkekeh pelan. [Kasian sekali sayangnya aku, jangan lupa istirahat nanti kalau sudah masuk waktunya.]
[Siap, sayang.]
Delvin pun tidak jauh berbeda dengan Ilona, mereka berdua sama-sama disibukkan dengan pekerjaannya itu. Menjabat sebagai salah satu orang terpenting, di perusahaan milik orangtua mereka masing-masing.
Pintu ruangan Delvin kini terbuka, dan Nikita mulai masuk ke dalam dengan senyuman hangat untuk anaknya. Duduk di hadapannya dengan begitu anggun, dan tatapan sedikit menajam.
"Mami? Tumben sekali mampir ke kantor, ada perlu apa?" tanya Delvin dengan mata yang melihat ke arah Nikita dan senyum lebar yang tertampil.
Nikita berdecak. "Seperti inikah kamu memperlakukan orangtua, Delvin?"
Mengusap wajahnya dengan kasar. "Huft, okey Mam, ini memang salah. Sekarang ... Mami ada perlu apa? Karena hari ini, Delvin bahkan sangat sibuk sekali," ungkap Delvin dengan raut cemasnya.
Nikita berdecak dan menatap tajam manik Delvin tersebut. "Bagaimana kelanjutan hubungan kamu dengan Ilona?" Langsung bertanya pada inti psmbicaraan karena tidak ingin berbasa-basi terlalu lama.
Dari seberang telepon, Ilona mendengar dengan sangat baik, apa yang dikatakan oleh Nikita--ibu dari Delvin tersebut.
Mencoba untuk berpikir positif, karena mungkin itu memang perlu ditanyakan antara ibu dan anak, bukan? Lagi pula, waktu pertemuan pertama mereka berdua, Ilona tidak memberikan kesan buruk sama sekali di hadapan Nikita. Sebisa mungkin memancarkan aurah keanggunannya, agar bisa diberikan restu.
Sekian lama Delvin diam, dan kini mulai berucap, "Hubungan kami masih baik-baik aja, Mami, bahkan mungkin akan sampai menuju jenjang yang serius. Sebentar lagi, sepertinya."
Delvin berbicara dengan sangat mantap. Ia hanya ingin secepatnya menjadikan Ilona halal untuk dirinya, dan agar hubungan itu bisa menjadi jembatan untuk mereka hidup bahagia nantinya.
Ilona tersenyum mendengarnya. Ia tanpa sadar kini lebih tertarik untuk mendengarkan percakapan dua orang di seberang, hingga melupakan pekerjaannya yang harus diselesaikan saat ini juga.
"No, Mami sangat tidak setuju jika hubungan kalian berdua ini dilanjut menuju jenjang serius. Intinya, Mami tidak setuju dengan hal itu," tolak Nikita dengan satu tangan yang mengibas-ibas ke udara.
Delvin mengernyitkan kening heran. "Loh, kenapa bisa Mami tidak setuju? Delvin hanya akan menikahi Ilo, Mam. Hanya dia yang bisa membawa bahagia ini," kekeh Delvin mantap.
Delvin hanya mencintai Ilona dan tidak perduli dengan apa yang dikatakan oleh Nikita barusan. Ia tidak akan melepaskan gadisnya begitu saja, terlalu mustahil dan tidak akan mungkin hatinya bisa menerima ikhlas saat melihat seseorang yang berdiri di sampingnya itu bukan lagi tentang dirinya.
"Secepatnya kamu putuskan perempuan itu, dan menikah dengan wanita yang Mami pilihkan." Nikita berbicara dengan nada tegas.
Bangkit dari tempat duduknya, mengayunkan tungkai kakinya untuk pergi dari ruang kerja Delvin sekarang juga. Setelah dirasa sudah menyampaikan apa yang menjadi keinginannya saat ini.
Delvin menggeleng saja saat mendengarkan kalimat yang terlontar dari mulut Nikita barusan. Tidak disangka jika hal tersebut yang kini akan didengar olehnya, dan mau bagaimanapun ia sendiri akan mempertahankan hubungan tersebut bagaimana caranya.
"Tidak bisa, Mam. Delvin tidak akan pernah melakukan hal itu, hati ini sudah sepenuhnya milik dia," tegas Delvin menolak perintah dari Nikita.
Nikita menoleh ke belakang dan melihat Delvin yang tengah menatapnya begitu tajam. "Terserah, mau atau tidak mau, Mami hanya ingin mendengar kalimat usai ... dalam hubungan kalian berdua."
"Mami kenapa bisa seegois itu?"
"Karena Mami tahu dengan baik apa yang menjadi sumber kebahagiaan untuk kamu nantinya. Cepat selesaikan hubungan kamu dengan dia, dan menikahlah dengan pilihan Mami."
Nikita menutup pintu ruang kerja milik Delvin. Berjalan anggun saat melewati ruangan demi ruangan dengan wajah yang nampak angkuh.
Delvin menatap nanar kepergian dari Nikita, sedangkan di seberang sana Ilona sangat terkejut dengan kalimat ancaman untuk berakhirnya hubungan yang saat ini mereka jalin.
[Vin,] panggil Ilona dengan suara seraknya.
Tidak bisa dipungkiri, semua kata-kata itu terasa sangat menyakitkan untuk didengar. Rasanya Ilona belum sanggup untuk bisa menjalani setiap harinya tanpa sosok Delvin sama sekali.
Delvin kembali duduk di kursinya, dan mendengar panggilan Ilona kini tersadar penuh jika sedari tadi mereka tengah melakukan panggilan telepon.
[Iya sayang, apa tadi kamu sempat mendengar sesuatu?] tanya Delvin pada Ilona cemas.
[Aku denger semuanya yang, apa nanti kamu akan menyelesaikan hubungan ... kita berdua? Sesuai dengan apa yang Mami kamu pinta, barusan.] Ilona bertanya pada Delvin yang tengah menarik kuat rambutnya.
Pilihan yang sangat sulit sekali. Delvin tidak ingin melawan orangtuanya sendiri, tapi hatinya pun tidak bisa dipaksakan untuk mencintai seseorang yang dipilihkan oleh Nikita.
[Aku tidak tau, yang. Intinya sekarang aku akan merayu Mami dan Papi buat bisa menerima kamu, agar hubungan kita pun tidak terancam seperti ini.] Delvin bersemangat untuk mengungkapkan pendapatnya.
Ilona menunduk lesu. Ternyata hubungannya kini sudah mulai berada di ujung tanduk, ia akan melakukan apa pun asal mereka semua bisa menerima kehadirannya.
[Sayang, lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Untuk bisa mengambil hati orangtua kamu, begitu,] terang Ilona meminta pendapat pada Delvin.
Delvin menghela napasnya, dan diam beberapa detik. [Bisa tidak untuk malam ini kita bertemu? Aku rindu sekali,] ungkap Delvun dengan suara parau.
[Bisa dong sayang, aku pun sama kangennya tau,] rengek Ilona yang membuat Delvin sedikit terhibur.
Delvin terkekeh pelan saat mendengarkan rengekan manja dari kekasihnya tersebut. [Siap, nanti aku sehabis pulang kerja pergi ke kantor kamu,] putus Delvin dengan senyum cerah yang terbit di bibirnya.
Mereka berdua memilih untuk tidak membahas apa yang tadi sempat menjadi permasalahan. Berbincang sembari disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, hubungan mereka terlalu baik jika dihancurkan dengan alasan yang sepele.
Ilona berusaha untuk melupakan sebentar apa yang dikatakan oleh Nikita. Jujur itu sungguh mengganggu pikiran, tapi tetap saja diharuskan untuk normal karena pekerjaan.