"Mencintai seseorang, tapi mendapatkan lontaran kalimat kebencian, percayalah itu sangat menyakitkan."
_Lavanya
Lavanya pulang dari rumah Delvin dengan air mata yang masih berurai. Ia sangat tidak menyangka jika lelaki yang selama ini sangat diagung-agungkan olehnya, bisa menoreh luka yang begitu dalam seperti ini.
"Kamu memang tidak salah Vin, hanya saja karena kamu belum mengetahui kebenaran yang sesungguhnya," lirih Lavanya seraya menghapus air mata yang terus-menerus keluar.
Menatap keluar dari jendela mobil, dan melihat gedung tinggi dari sana. Lavanya merasakan bayangan masa lalu terputar jelas dari rekaman ingatannya di dalam otak.
Seakan semua ini masih terlihat nyata, tapi kala teringat itu hanya bayangan rasa sakit datang menyelinap di dalam hati tanpa tahu bagaimana cara berkurangnya.
Kembali ke masa lalu, ingatan Lavanya seakan terbuka untuk mengingat semua hal yang pernah terjadi itu.