Chereads / Apakah Kita Bisa Menyatu? / Chapter 3 - Chapter 3

Chapter 3 - Chapter 3

Ilona kini mulai dibawa oleh para dokter menuju ke rumah sakit, sedangkan di tempat kejadian para polisi sudah memasang garis kuning agar bisa memudahkan proses penyidikannya.

Para dokter dengan cepat mengambil tindakan selama berada di dalam mobil ambulance, untuk menghentikan darah yang masih saja mengucur.

"Tolong cepetan bawa mobilnya!" teriak salah satu dokter yang ikut berada di dalam mobil ambulance tersebut.

Ilona sendiri kini sudah tidak sadarkan diri. Sebelumnya ia hanya merasakan jika tubuhnya terasa sangat sakit, dan setelah itu tidak lagi melihat apa pun.

Mobil ambulance yang membawa Ilona pergi menuju rumah sakit, hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk benar-benar bisa sampai di pelatarannya.

Para dokter kini mulai berhamburan keluar dari dalam mobil, dan dengan cepat menurunkan tempat tidur yang dipakai oleh Ilona. Mereka dengan cepat dan sebagian ada yang berlarian untuk bisa menuju ke ruang UGD.

"Cari stock darah secepatnya!" perintah salah satu dokter tersebut pada suster yang berada di sana.

-

Di tempat kejadian para polisi sedang mencari data diri korban yang kemungkinan berada di dala mobil yang keadaannya kini sudah hancur berantakan.

"Coba kita cari dengan baik, pasti ada identitas dari korban ini," ucap salah satu polisi yang merupakan ketuanya di situ.

"Baik, Pak!"

Para polisi tengah sibuk untuk mencari identitas dari Ilona di dalam mobil yang sudah penyok di setiap sisinya, dan di luar banyak sekali orang-orang yang menonton dan sebagian mengabadikannya dengan kamera yang ada di dalam ponsel mereka.

"Heh, kalian! Pergi sana!" usir salahh satu polisi tersebut kepada orang-orang yang masih mengerubung di lokasi TKP.

Masalahnya ini adalah jalan umum, dan kerumunan tersebut membuat kemacetan panjang.

Salah satu polisi kini mulai mengurus arus lalu lintas yang mengalami kemacetan sangat panjang, dan selama satu jam lebih kini kembali normal.

Delvin terjebak di dalam kemacetan tersebut, mendadak merasa jengkel dan meninju stir mobilnya sendiri.

"Sial! Kenapa lagi ini? Macet terus!" gerutu Delvin.

Delvin tidak tau saja jika itu terjadi karena Ilona yang telah mengalami kecelakaan parah, hingga berujung menjadi kemacetan panjang seperti ini.

Delvin membuka jendelannya, dan mulai menanyakan ke pengendara motor yang ada di sampingnya tersebut.

"Mas, ini kenapa bisa macet? Tau tidak kenapa?" tanya Delvin pada salah satu pengendara motor tersebut.

"Ada orang yang bilang itu karena kecelakaan hebat di depan sana, Mas," jelas pengendara motor itu pada Delvin.

Delvin berucap terima kasih pada pengendara tersebut yang sudah memberikan informasi pada dirinya, dan kini hanya bisa menunggu dengan sabar setelah mengetahui alasannya.

Delvin menghembuskan napasnya. Mendadak ia teringat dengan Ilona yang pulang seorang diri, apa saat ini juga sama-sama terjebak di antara padatnyya pengendara wilayah ibu kota seperti ini.

"Ilona, aku gak nyangka jika kisah kita akan berakhir seperti ini." Delvin nyaris saja menangis kala kenangan tentang gadisnya dulu berputar sangat indah dalam otaknya.

Delvin merasa tidak mampu untuk bernapas, atau lebih tepatnya kesulitan. Selama ini Ilona adalah alasan bahagianya, tetapi sekarang gadis itu menjadi alasan kesedihannya yang paling mendalam.

Sedikit demi sedikit mobil Delvin bisa bergerak dan tidak diam di tempat seperti tadi. Tepat di bagian kecelakaan tersebut, ia melihat mobil yang kini sudah ringsek dan seolah begitu familiar.

Delvin memicingkan matanya saat melihat ke arah plat mobil, dan ia hafal betul itu adalah milik Ilona.

"Gak, gak mungkin dia!" Delvin menggelengkan kepala kuat-kuat. Tubuhnya sudah mengeluarkan keringat dingin karena ketakutan jika itu adalah benar, dan entah bagaimana caranya ia bisa bertahan hidup.

Delvin segera menepikan mobilnya, dan mulai mencari informasi tentang kecelakaan tersebut. Dalam hatinya selalu berharap jika itu bukanlah Ilona, dan mulutnya tidak henti memanggil nama orang yang sangat berharga dalam hidupnya itu.

"Permisi, Pak!" Delvin menyapa salah satu orang tua yang memiliki warung tepi jalan, dan kemungkinan salah satu saksi mata kejadian tersebut.

"Ada apa, Mas?" tanya bapak tua tersebut pada Delvin yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.

"Itu ada orang kecelakaan, kira-kira Bapak tahu tidak korbannya itu siapa?"

"Kalau tidak salah, korbannya seorang perempuan, Mas! Kasian sekali dia, darah yang keluar banyak sekali tadi."

Delvin diam dan dadanya bergemuruh begitu hebat. Segala bentuk pikiran buruk, dengan cepat ia tepis karena itu sangat tidak mungkin, atau semoga tidak terjadi.

"Apa Bapak tahu di mana wanita itu dibawa pergi? Ah, atau mungkin rumah sakit mana?" tanya Delvin dengan cemas.

Delvin harus memastikan jika itu bukanlah Ilona. Karena ia tidak akan bisa hidup tanpa kekasihnya tersebut, dan pastinya akan merasakan bersalah seumur hidupnya kelak.

Bapak tersebut melihat raut wajah cemas pada Delvin. "Kalau tidak salah di salah satu rumah sakit terdekat sekitar sini, Mas!"

"Bapak boleh tanya sesuatu?" tanya Bapak tersebut pada Delvin yang membalasnya dengan sebuah anggukan.

"Katakan saja, Pak!" Delvin kini berusaha menyembunyikan kepanikannya di depan bapak tersebut. Ia tidak ingin jika sampai menimbulkan curiga, dan lagi ia hanya ingin memastikan saja.

"Apa kamu salah satu keluarganya korban tersebut?" tanya bapak tersebut pada Delvin.

Delvin hanya menggeleng. Bagaimana bisa ia menjawab pertanyaan tersebut, sedangkan sama sekali tidak mengetahui bagaimana kejadian aslinya itu.

"Ah, bukan Pak! Aku hanya sedikit penasaran saja dengan korban tersebut, karena melihat bekas darah dan mobil yang ringsek di sana, hatiku miris."

Delvin berkilah dengan tidak tau siapa orang itu, dan apakan benar ia tidak mengetahuinya? Hanya saja sedikit merasa terusik kala melihat plat yang benar-benar sama dengan milik Ilona, dan itu bisa dibilang adalah mobil kesayangannya.

Bapak tersebut hanya tersenyum menanggapinya. "Oh bener juga sih, Mas. Ngeliat kejadian tadi, benar-benar merinding."

"I--iya, Pak! Kalau begitu saya permisi, dan sebelumnya terima kasih banyak atas informasinya," ucap Delvin dengan tubuh yang membungkuk sopan.

Delvin kini pergi menuju mobilnya yang terparkir tidak begitu jauh dari tempatnya saat ini. Ia berjalan dengan perasaan yang berkecamuk tidak karuan, mengingat ini ada sangkut pautnya dengan Ilona atau bukan.

"Semoga bukan kamu, sayang! Aku gak tau nanti bagaimana akhirnya, jika itu beneran kamu," gumam Delvin dengan air mata yang mulai jatuh pada pipinya.

Seseorang jika sudah terlanjur mencintai dengan sangat besar, pasti akan merasakan kesakitan jika kekasihnya terluka, ya meskipun itu sedikit saja.

Delvin melepaskan Ilona karena untuk satu alasan, dan jika nanti waktunya sudah tepat, maka ia akan menjemputnya kembali di dalam pelukannya, untuk kemudian bahagia bersama.

"Kamu jangan pergi kemana-mana, meskipun nanti bukan di samping aku ... setidaknya aku masih bisa mengawasi dari jarak jauh."