Delvin kini mulai mencari rumah sakit terdekat yang sempat diberitahukan oleh bapak itu. Ia melajukan kendaraannya dengan cepat juga dada yang berdebar semakin kencang saja.
Sesampainya di rumah sakit yang dimaksud, Delvin segera saja memarkirkan mobilnya. Melangkahkan kaki untuk menuju meja resepsionis, dan mulai menanyakan orang yang tadi sempat kecelakaan dan katanya di bawah ke tempat ini.
"Selamat siang, Suster!"
"Siang. Apa ada yang bisa saya bantu, Pak?"
"Tadi katanya ada orang yang mengalami kecelakaan dan dibawa ke rumah sakit ini, apa benar itu?"
Delvin tidak bisa mengontrol dirinya untuk menginginkan info secepatnya, karena jantungnya semakin berdegup kencang saja.
Suster itu mengecek daftar pasien pada komputer yang ada di hadapannya saat ini, dan setelah itu kembali menatap Delvin.
"Iya ada, Pak! Atas nama ... Ilona." Suster itu menyebutkan nama korban karena sudah teridentifikasi oleh para polisi, dan langsung menyerahkan pada pihak rumah sakit.
Mendengar nama Ilona, tubuh Delvin langsung tegang dan keringat dingin kini bercucur hebat. Ia menggeleng dan merasa ini sangat tidak mungin, kenyataan yang sangat konyol menurutnya.
"Tidak! Katakan kalau ini tidak b--benar, bukan?" Delvin berucap dengan bibir yang bergetar juga.
"Ini benar, Pak! Pasien atas nama Ilona, berada di ruang UGD dan sedang ditangani oleh para dokter di dalam sana."
"Pasien itu mengalami pendarahan hebat pada kepalanya, dan sedang dilakukan transfusi darah juga," jelas suster itu pada Delvin.
Apa yang dilakukan oleh Delvin saat mendengar penjelasan dari suster itu? Ia tidak kuat untuk memastikan lebih banyak lagi, dan memilih untuk pulang secepatnya menuju rumah.
Delvin membalikkan badan tanpa berucap terima kasih sama sekali pada suster yang sedang menjaga resepsionis tersebut. Memilih untuk pulang, dan hanya mendengar kabar itu ketika ada bagian anggota keluarganya bercerita hal tersebut.
-
Di dalam sana, Ilona tengah berjuang untuk tetap hidup. Kepalanya yang mengalami pendarahan hebat, beruntung sudah berhasil untuk dihentikan oleh para dokter yang berjuang sangat keras untuk itu.
Keluarga dari Ilona kini sudah berada di depan ruang rawatnya, dan oleh para dokter tidak diperbolehkan masuk, karena diharuskan untuk tenang.
Cantika--ibu dari Ilona menangis hingga sesenggukan di dalam pelukan suaminya. Melihat kondisi anaknya yang terbaring di dalam sana, dengan kepala yang diperban dan juga bagian tubuh yang terdapat luka-luka, membuatnya tidak bisa menghentikan tangisan tersebut.
"Ayah! Lihatlah anak kita di dalam sana," cicit Cantika dengan air mata yang terus menerus keluar.
Subroto--ayah dari Ilona tidak tahan melihat kondisi putri kesayangannya yang kini terluka dan tengah berbaring dengan lemas. Ia merasa sangat tidak sanggup melihatnya, dan hanya bisa menutup mata.
"Jangan sedih, Bu! Putri kita pasti baik-baik saja, doakan saja supaya dia kuat untuk ini," ucap Subroto untuk menenangkna Cantika yang tak henti untuk menangis tersebut.
Cantika terus menerus menangis hingga tubuhnya kini ambruk, dan jatuh pingsan. Ia tidak kuat menerima kenyataan ini, karena pagi tadi mereka masih sempat melemparkan guyonan, tetapi sekarang sudah tidur tak berdaya seperti ini.
"Kamu kenapa seperti ini sih, Dek?"
"Dek! Bangun dong, Kakak sepi banget nanti."
Ilona memiliki kakak lelaki yang kembar, dan dua-duanya sangat ia sayangi. Ia selalu saja bermanja dengan para kakaknya tersebut, maklum adik paling kecil.
Kenzo dan Kenzi hanya menatap adiknya dari kaca untuk bisa melihat keadaan pasien yang ada di dalam sana. Baru kali ini mereka menjatuhkan air mata, kala adik kesayangan terbujur di atas kasur rumah sakit dengan keadaan tubuh yang penuh luka
"Kira-kira Ilo bisa kecelakaan itu kenapa, ya?" gumam Kenzo dengan mata sama sekali tidak bisa teralih dari Ilona tersebut.
"Sepertinya ini yang harus dicari tahu sih," ucap Kenzi cepat.
Kenzo hanya mengangguk. "Benar banget ucapan kamu!"
"Sebenarnya tadi Ilo mau kemana sih? Kamu tau gak?" tanya Kenzo dengan tatapan mata tajam untuk melihat Kenzi yang berdiri di sampingnya.
Kenzi hanya menggeleng lemah. "Aku gak tau juga. Waktu itu dia pamit hanya untuk pergi sebentar, dan sekarang malah ...."
"Gak usah dibahas itu! Kamu hubungi saja si Delvin dan suruh ke rumah sakit, secepatnya!"
"Kamu lupa? Delvin dengan Ilo itu lagi ada masalah, dan kalau tidak salah ... mereka itu sudah putus." Kenzi menerangkan hal tersebut pada kembarannya.
Kenzo mengernyitkan keningnya. "Tuhan! Sudahlah, aku nyerah! Biarkan polisi saja yang mencari bukti dan apa sebab-akibatnya ini."
Kenzi mengangguk. Lagi pula apa yang harus mereka cari tahu nanti, jika mereka saja bahkan tidak berada di tempat kejadian tersebut.
Kenzo kini duduk pada salah satu kursi yang ada di depan ruang Ilona saat ini. Mengusap wajahnya yang kini nampak bingung, dan sekaligus merasa kesedihan luar biasa, karena adik yang ia sayangi tengah mengalami kejadian setragis ini.
Kenzi menghampiri Subroto yang tengah duduk sembari memagang tubuh dari Cantika seperti ini. "Ayah! Ibu kenapa itu?" tanya Kenzi bodoh.
Subroto mendongak untuk menatap wajah putranya tersebut. "Ibu lagi tidur! Kamu ini benar-benar konyol, Ibu kamu pingsan tadi."
Kenzi tahu jika Cantika pingsan, hanya sedikit menggoda saja agar suasana tidak begitu tegang sekali. Ia tahu ini bukan waktu yang pas untuk melontarkan pertanyaan konyol seperti tadi, hanya saja tidak ingin jika nanti kondisi kesehatan mereka terganggu karena Ilona yang tengah berjuang di dalam sana.
"Si Ayah! Jangan marah gitu, sini biar Kenzi yang menjadi sandaran Ibu!" tawar Kenzi pada Subroto yang langsung mendapat tolakan begitu saja.
"Biar Ayah saja! Kamu sana duduk aja, diam dan jangan banyak buat ulah!"
"Aku hanya ingin pergi untuk berdoa, dan itu buat Ilona," ucap Kenzi yang kemudian pergi menuju masjid yang ada di rumah sakit ini.
Subroto hanya memandang punggung Kenzi yang mulai menjauh. Memang benar-benar anak yang rajin, dan juga rajin untuk beribadah. Hanya saja yang membuatnya sedikit kesal adalah, selalu melontarkan ucapan konyol yang benar-benar membuatnya jengah.
"Lelaki yang cukup baik, dan semoga doanya dikabulkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa."
Seorang dokter yang masih memeriksa Ilona tadi, kini mulai keluar dan membuka masker wajahnya.
"Dokter! Apa adik saya baik-baik saja?"
"Dia gak ada masalah apa pun kan?"
"Sudah siuman belum kira-kira?"
"Kira-kira kita boleh masuk untuk melihat keadaannya tidak?"
Kenzo segera saja menghampiri dan melontarkan rentetan pertanyaan segera saja terucap begitu mulus dari mulutnya, kekhawatirannya yang berlebihan membuatnya bisa melakukan hal tersebut.
Dokter tersebut tersenyum begitu saja. "Kalian boleh menjenguknya, tetapi untuk sementara ini hanya bisa bergantian saja. Satu orang saja yang diperbolehkan masuk ke dalam."