Chereads / Apakah Kita Bisa Menyatu? / Chapter 22 - Chapter 22

Chapter 22 - Chapter 22

Kenzi melihat Ilona yang menangis dalam pelukan sang kakak itu merasa miris. Keadaan yang di luar dugaan mereka semua kini menimpa adik kesayangannya itu.

Riyan memberikan informasi, jika kaki Ilona telah mengalami kelumpuhan. Itu disebabkan, kecelakaan yang hebat beberapa waktu ke belakang.

"Iya, kurang lebih seperti itu, Dok. Kalau anda mengenal seseorang yang bisa disewa untuk dijadikan Dokter pribadi Ilona, maka tolong hubungi saya saja," pesan Kenzi mantap.

Riyan mengangguk paham. "Baik! Nanti saya akan kabari kembali pada anda, jika sudah menemukan dokter yang dimaksud."

"Saya tunggu kabar baiknya," ucap Kenzi, sembari bibir yang menyunggingkan senyum tipis.

Kenzi kini kembali melangkah menuju Ilona yang masih saja menangis di dalam pelukan Kenzo itu. Rasanya sangat tidak tega melihat kehancurannya ini, karena bagaimanapun ia ikut merasa sedih.

"Dek! Kamu yang sabar, kita semua sedang mengusahakan yang terbaik untuk kamu kok," kata Kenzi sembari mengelus pelan rambut hitam milik Ilona.

Ilona melepaskan diri dari pelukan Kenzo dan menatap kakaknya itu. Matanya masih setia untuk menumpahkan cairan bening itu, sebagai bentuk rasa terkejutnya--atas semua hal yang menimpa dirinya saat ini.

"Kak, nanti Ilo bisa beraktifitas normal kayak dulu lagi, kan?" Ilona bertanya dengan raut wajah sendunya.

Kenzi mengangguk dan tersenyum tipis. "Pasti dong Dek! Kita semua sekarang kan lagi usaha biar kamu cepat sembuh," papar Kenzi dengan senyum tipis yang mengembang pada bibirnya.

Kenzo yang berada tepat di samping Ilona, tangannya tergerak untuk menyentuh surai hitam itu. Dengan lembut dan penuh perasaan kasih sayang, ia melakukannya untuk menenangkan perasaan yang pastinya sekarang sangat kacau.

"Dek, kita harus semangat! Karena ... kalau kita semua semangat, apalagi kamu pasti akan cepat sembuh," terang Kenzo dengan bibir yang tersenyum. "Sekarang, katakan sama Kakak ... kamu mau apa?"

Ilona tersenyum dan mulai menghapus air mata yang membasahi pipinya itu. Awalnya ia merasa sangat sedih dan tidak tahu harus melakukan apa, tapi ketika mendengar penuturan kedua kakaknya yang begitu meyakinkan, dan akhirnya percaya jika semuanya akan baik-baik saja.

"Ilona mau ... ketemu sama Ibu," rengek Ilona dengan mata yang berharap penuh pada kedua saudara kandungnya itu.

Kenzo dan Kenzi kini saling beradu pandang. Kini hal yang tadinya aman, ternyata tidak juga. Mereka seharusnya mengetahui jika selama ini Ilona sangat dekat dengan sang ibu.

Hingga otomatis, saat sudah pergi sejauh ini, pasti yang akan ditanyakan adalah keberadaan beliau.

"Kak!" rengek Ilona yang menatap kedua saudaranya kembali. "Ilo mau Ibu. Dia ada di sini gak?" Mengulang permintaannya kembali.

Kenzi mendekat ke arah Ilona dan menyingkirkan sang kakak dari posisinya itu. Ia menyengir lebar saat melihat wajah kesal yang terlihat jelas itu, dan tanpa rasa bersalah sama sekali, memilih tidak perduli.

"Dasar! Tidak ada sopan santunnya," gerutu Kenzo kesal.

"Ya elah, Kak! Lagian kamu gak mau pergi dari samping Ilo, kan aku bingung buat ngomong sama dia," ujar Kenzi mencari pembelaan. Tangannya tergerak untuk merangkul tubuh Ilona, dengan senyum lebar yang dipamerkan.

Kenzo melangkahkan kakinya untuk menuju tempat duduk yang tidak jauh dari Ilona. Ia menyandarkan tubuhnya di sana, dan melihat kedua orang kakak beradik itu berinteraksi.

Kenzi berniat menjelaskan jika posisinya sekarang sedang tidak ada di Indonesia, melainkan beberapa waktu ini dan ke depan akan tinggal sementara di Singapura.

Berhubung pengobatan di negara ini, sangatlah bagus. Dan Kenzi sudah memutuskan jika mereka akan tinggal di sini beberapa saat lagi, setidaknya sampai sang adik sembuh total.

"Dek, Ibu kan ada di ... Indonesia," ucap Kenzi pelan.

Ilona menatap Kenzi dengan mata yang membulat. Ia menoleh ke kanan dan kiri yang tidak menemukan apa pun selain ruangan yang berwarna cream, dengan beberapa peralatan kedokteran yang ada di sini.

Juga beberapa barang yang kerap ditemukan di rumah, misalnya; kulkas, sofa, televisi, dan juga AC. Selain itu, Ilona tidak menemukan apa pun, bahkan di mana mereka berada sekarang saja tidak mengetahuinya sama sekali.

Kenzi melihat Ilona yang seperti kebingungan itu, kini mengeluarkan pertanyaan. "Kamu cari apaan sih, Dek?"

Ilona menggeleng. "Sebenarnya kita sekarang ada di mana sih, Kak?"

"Kita sekarang ada di Singapura."

Ilona menarik napas, dan menjatuhkan tubuhnya untuk kembali tertidur di atas pembaringan itu. "Kak, yang benar saja kamu berbicara! Kita jauh sekali, kenapa Ilo harus dirawat sejauh ini sih?"

"Karena ... tempat ini sangat terbaik, Dek. Kakak mau kamu lekas sembuh."

"Tapi ini jauh sekali, Kak! Memang Ilona separah apa waktu itu? Hingga kalian berdua memutuskan hal seperti ini?" Ilona memejamkan matanya. "Mana Ibu sama Ayah tidak ikut ada di sini juga, udah pasti itu."

Kenzo tertawa renyah mendengar penuturan dari Ilona.

"Kak Kenzo! Buat apa coba ketawa gitu, Ilo lagi sedih tau sekarang!" Ilona memanyunkan bibirnya ke depan beberapa senti.

Kenzo menengok dan melihat adik perempuannya yang terngah tertidur di atas pembaringan itu. "Kakak ketawain Delvin! Dia lucu banget nanyain orang rumah tentang keadaan kamu mulu, coba deh lihat ini."

Ilona mengernyit heran dengan jawaban dari Kenzo. "Delvin? Dia siapa Kak? Kok bisa nanyain kabar aku ke orang rumah?"

Kenzo mendadak berhenti tertawa kala ingat akan kondisi adiknya yang baru saja siuman. "Dia bukan siapa-siapa. Dek! Kamu belum makan, kan? Kakak belikan sekarang juga ya, mau pesan apa?"

Kenzi menggeleng pelan. "Dasar Kak Kenzo benar-benar aneh!" batinnya.

Ilona hanya diam tak menjawab apa pun. Sedangkan Kenzo sendiri dengan cepat beringsut dari tempat duduknya, dan langsung pergi menuju keluar untuk membelikan makanan buat Ilona yang baru saja sadar dari komanya.

Ilona kini mendongak untuk melihat Kenzi. "Kak, ada apa ini?"

"Ada apa bagaimana? Kamu jangan terlalu banyak memikirkan hal yang aneh-aneh begitu, kan kamu baru saja siuman," pesan Kenzi dengan tangan yang menyentuh kening dari Ilona.

Ilona mengangguk dan tersenyum. Yang dikatakan oleh kakaknya itu ada benarnya juga, karena ia sendiri tidak bisa mengingat apa pun dan rasanya malas juga untuk memikirkan hal yang tidak penting itu.

Meskipun, sebenarnya Ilona sendiri merasa ingin tahu dengan siapa sosok Delvin yang terus menanyakan tentangnya ke semua orang rumah, tapi tetap saja ia tidak perduli.

"Baiklah! Ilona juga tidak ingin membahas hal lain untuk saat ini, karena tidak begitu tertarik juga," adu Ilona diiringi dengan kekehan ringan yang keluar dari bibirnya.

Kenzi ikut tertawa kecil. "Sekarang, Adek udah siuman dan Kakak bahagia sekali. Ada bagian tubuh yang merasa sakit tidak? Kalau ada, kasih tahu ya sekarang juga, jangan dibiarin gitu aja, oke?"