"Afifah!" Teriakan itu menggema memenuhi seluruh penjuru rumah yang bisa dikatakan cukup besar ini.
"Iya, Ma," sahutku lesu dari dalam kamar.
Ya Allah.
Tidak bisakah mertuaku membiarkanku bersantai dalam sejenak?
Dengan langkah yang sedikit kupaksakan, aku bangkit dari ranjang yang menjadi saksi baru berapa lama aku merebahkan diri untuk melepas kepenatan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan rumah yang seakan tak ada habisnya.
"Kamu nyuci? Kenapa gak sekalian dijemur?" Mertuaku menunjuk keranjang berisi baju bersih yang belum sempat aku jemur. Wajahnya selalu menunjukkan rasa tidak suka saat menatapku.
"I-iya, Ma. Tadi belum sempat," balasku terbata.
"Iya lah gak sempat, orang kamu pengennya males-malesan melulu tiduran di kamar, pengennya jadi ratu di rumah ini, iya 'kan?" seringai ibu mertuaku sambil menyilangkan tangan di depan dada.
"Si miskin yang gak tahu diri!" Olok mertuaku tanpa basa-basi.