"Aku baru punya segitu, Mbak."
"Mending, dari pada enggak sama sekali." Mbak Indri menceklis satu kotak di deretan namaku.
"Jadi kurang seratus delapan puluh ribu, ya. Kalau seumpama kamu enggak mampu bayar lebih baik jangan ikut arisan, Lan. Bukan cuma kamu yang pusing, aku juga pusing kalau ada yang nunggak gini!" Ucapan Mbak Indri hanya bisa kujawab dengan anggukan kepala.
"Nanti sore tolong di usahain, Lan. Maaf kalau tadi aku agak emosi, soalnya ini uang orang banyak. Mereka tahunya aku yang tanggung jawab tolong, Lan kerja samanya."
"Iya, Mbak. Nanti aku mintakan uang pada Mas Beni. Aku juga minta maaf karena udah ngerepotin, Mbak."
"Ya udah, aku lanjut nagih ke yang lain. Asalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Setelah itu Mbak Indri beranjak ke luar menuju motornya yang terparkir di halaman. Seperginya Mbak Indri kutatap nanar pada selembar uang lima ribu di tangan, uang terakhir yang kupunya. Kumasukkan kembali uang itu ke saku daster.