"Benar juga yang Ibu bilang. Aku juga tidak mau tidur di kasur lusuh terus. Dik, kamu mau kan, bantu Mamas bayar cicilannya?" Mas Arman merayuku, dia berkali-kali menciumi pipiku.
"No way! Aku tidak akan mengeluarkan uang sepeser pun untuk kalian. Aku bukan mesin uangmu, Mas. Harusnya kamu yang kasih aku nafkah tiap hari bukan malah aku yang memberimu."
"Tolonglah Dik, sekali ini saja."
"Tidak! Kalau aku sudah bilang tidak ya, tidak. Siapa yang make itulah yang bayar."
"Tapi, Dik?"
"Tidak ada tapi-tapian. Kamu itu Ren, sudah aku bilang salah cari suami. Coba kamu jadi pelakornya orang kaya aku jamin hidupmu tidak akan susah begini, mau tidur aja pusing mikirin kreditan. Pinter dikit kek, jangan cuma makan tampannya doang. Percuma kalau kere."
"Oh, jadi kamu ngatain anakku kere?" Ibu tidak terima atas pernyataanku.
"Lah, memang kere, Bu. Kok Ibu tidak terima. Kolor saja tidak mampu beli kalau bukan istrinya yang beliin kok gaya punya istri dua."