"Suruh Bimo mengembalikan kamu sama Papa dan Mama, kalau sekedar mengontrak rumah saja tak sanggup."
Masih kuingat kalimat Mama waktu itu. Juga ekspresi kesal di wajahnya.
"Jangan Ma. Kasihan Ica masih kecil. Nanti kalau dia nyariin Ayahnya gimana?"
"Lantas apa kamu tega Ica mendapat lingkungan yang terus berubah. Kalian itu seperti kucing beranak!" Tandas Mama.
Aku hanya bisa tertunduk. Sejak awal Mama dan Papa memang kurang suka dengan Mas Bimo yang menurut mereka kurang sopan dan tak tahu adat. Tapi karena cinta buta, aku menulikan telinga hingga pernikahan tetap terlaksana. Kini, sebagian hatiku mulai merasa bahwa firasat Mama benar adanya.
Pagi itu, uang sepuluh ribu dari Mas Bimo kubelikan nasi uduk lima ribuan untuk kami sarapan. Sisanya nanti, masih kupikirkan. Aku jadi segan hendak memakai kompor dan gas lagi. Karena sejak pindah kesini aku belum pernah membeli gas. Mas Bimo tak pernah memberiku uang lebih.