"Argh! Nita, Nita, kenapa wanita itu senang sekali menangis. Aku heran," gumamku lagi pada diri sendiri.
Sehari tidak disiapkannya segala keperluanku saja, aku sudah kelimpungan ke sana kemari. Apalagi jika sampai berbulan-bulan, batinku.
"Apa aku minta maaf aja, ya, sama dia. Biar bisa kayak di awal lagi." Aku mengetuk daguku pelan menggunakan bolpoin di tangan.
"Oh, tidak! Enak saja yang ada nanti Nita malah makin ngelunjak sama aku. No, pokoknya. Biarkan saja, toh dia juga nggak akan betah berlama-lama marah denganku."
Aku lalu melupakannya sejenak dan membuka bekal yang sudah disiapkan Nita untukku.
***
Hari ini pekerjaanku sangat banyak, sehingga agak sedikit malam untuk pulang ke rumah.
Aku membunyikan bel rumah. Kebetulan tadi pagi aku tak ingat untuk membawa kunci cadangan.
Kriit!
Pintu dibukakan, tapi bukan Nita yang membukanya melainkan Mpok Wati.
"Nita di mana, Mpok?" tanyaku padanya.
Mpok Wati menghampiriku setelah mengunci pintu kembali.