Kali ini senja tampak begitu indah warna merah jingga nya menghiasi langit sore Dinda dapat melihat nya dari jendela dapur rumah nya. Dinda makan malam dengan ibu dimeja makan wajahnya masih tetap tersenyum.
" Kamu kelihatan senang hari ini, " komentar ibu. "Mau memberitahu ibu apa yang membuat mu bahagia? ".
Dinda tersenyum tipis " Hari ini orang yang aku sukai memberi semangat, tadi siang ketika ulangan fisika susulan awalnya aku sudah menyerah tapi tiba-tiba dia memberiku sehelai kertas yang isinya Jangan Menyerah!". Cerita Dinda dengan antusias
"Jadi ?," lanjut ibu ," Akhirnya kamu bisa mengerjakan ulangan mu hari ini ?" Dinda mengangguk polos
"Dinda", panggil ibu " serius kau benar-benar menyukai anak laki-laki itu ya?"
Dinda mengangguk lagi.
" Kamu tau kan ibu percaya padamu."
ibu menatap putrinya dengan lembut. "Ibu hanya ingin kamu berhati-hati."
"Ibu, ibu tenang saja Dinda pasti akan tahu batasan ko" ujar Dinda memberi pengertian ibunya. semenjak kepergian ayah Dinda. ibu nya memang sedikit trauma terhadap lelaki dan Dinda memaklumi itu kini yang ada di fikiran Dinda hanya bagaimana agar ia bisa membahagiakan dan melindungi ibunya.
Keesokan paginya Dinda bangun dengan semangat baru Ia tahu hari ini hari yang ia tunggu-tunggu
Ia mengenakan seragam sekolah nya dengan penuh semangat .
Hari ini ia ingin terlihat rapi dimata Bara dimeja rias nya terdapat gulungan kertas yang diikat pita merah .Gambar bara.
Ia menatap bayangan nya di cermin dan tersenyum. Hari ini akan berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Hari ini ia akan mengumpulkan keberanian nya untuk bicara dengan Bara.
Saat istirahat jam makan siang Dinda memandangi punggung Bara teman-teman sekelas sudah pergi untuk beristirahat di kelas hanya tinggal mereka berdua.
"Ayolah Dinda hanya enam langkah menuju tempatnya," batinya dalam hati.
Perlahan-lahan Dinda bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah Bara.
Napasnya mulai tidak beraturan tiga langkah lagi, dua langkah lagi dan selangkah lagi kini ia tiba dimeja Bara, tampaknya Bara sedang menulis laporan .
Mengumpulkan keberanian Dinda menarik napas sebelum akhirnya bibir nya mengucapkan nama lelaki itu "Bara...".
Bara berhenti menulis dan mendongak ke arah Dinda dengan tatapan ingin tahu.
Dinda meletakkan gambar bara di atas mejanya "Aku menemukan gambar Kemarin". sambil menyodorkan gulungan kertas yang sebelum nya ia sembunyikan di balik tubuhnya.
Bara melihat gulungan kertas berpita merah di depannya lalu membukanya matanya mengenali gambar yang tertera di sana, Bara menatap Dinda lagi.
"Terima kasih.". ujar nya di ikuti seulas senyum tipis dari bibirnya yang membuat Dinda terkesima sejenak. tampan sangat tampan ituhlah yang ada di otak Dinda ketika melihat senyum dari bibir Bara
Dinda menghela napas lega " Akhirnya aku bisa berbicara padanya."
Melihat mata Bara yang masih memandang nya membuat Dinda gugup Ia tidak tahu harus berbicara apalagi .
"Ehm...kalau begitu aku keluar dulu." langkah nya terburu-buru hampir saja menyenggol meja Bara.
" Tunggu din " kata suara di belakangnya Dinda membalikkan badannya ke arah Bara.
"Ada apa ?" Dinda membalikkan tubuhnya
Bara seakan ragu untuk mengutarakan kalimat
Berikutnya " Begini...bisakah kamu tidak memberitahukan tentang gambar ku ini pada orang lain?".
"Mengapa?" benak Dinda langsung merespon pertanyaan Bara tapi yang keluar dari mulutnya malah kebalikannya. "Baiklah" katanya perlahan.
"Terima kasih lagi Din "kata Bara sambil tersenyum lembut.
Senyum bara membuat gemetar. "Sama-sama" balasnya perlahan berusaha setenang yang ia bisa
Lima menit sudah Dinda berada di toilet hanya untuk tersenyum lebar mengingat hal yang barusan ia alami. kali ini ia tidak peduli jantungnya berdetak dengan cepat ia sangat menyukai perasaan ini.
Akhirnya, setelah satu setengah tahun ia bisa berbicara dengan Bara dan Bara mengetahui namanya pertama kali namanya keluar dari bibir orang yang ia sukai.
Hari-hari berikutnya, ketika Dinda berpapasan dengan Bara di lorong kelas, di kantin, ataupun di dalam kelas Bara tersenyum padanya dan Dinda membalas senyuman itu.
Dua hari kemudian, Dinda mengelus-elus bajunya yang basah. Gerimis membasahi halte bus yang akan membawa Dinda ke sekolahnya. Dinda melirik jam tangannya masih banyak waktu biasanya bus datang sepuluh sampai lima belas menit sekali dan perjalanan ke sekolah dari halte bus ini Biasanya sekitar sepuluh menitan.
Dinda mengeluarkan jaket dari tas dan mengenakan nya sambil menunggu bus telapak tangan Dinda terulur merasakan tetesan air hujan sepuluh menit berlalu tapi bus yang hendak membawanya ke sekolah belum tiba juga.
tapi tiba-tiba sebuah mobil berhenti di depannya Dinda melirik ke arah mobil yang berhenti tepat di depan nya kaca jendela nya perlahan turun hingga menampakkan sosok anak lelaki di dalam nya.
"Dinda ...," Sapa seorang anak itu.
Dinda tersentak kaget suara itu Ia pasti akan mengenali suara itu dimana saja, yah suara Bara.
"Kamu sedang menunggu bus ?" tanya Bara menatap ke arah Dinda.
"Hehe iya " Dinda mengangguk.
" Ikut mobilku saja ,"saran Bara.
Dinda sedikit terkejut, " Hah? ".
Bara tersenyum simpul "Ikut mobilku saja sekalian" teriak nya lagi karena hujan deras membuat ia harus menaikkan nada suaranya sedikit
belum sempat Dinda menjawab ia melihat Bara sudah menekan tombol untuk membuka kunci pintu .
" Masuklah ," kata Bara kemudian .
Dinda berdiri lalu berjalan memasuki mobil Bara.
"Kebetulan sekali bertemu dengan mu ,"kata Bara memulai pembicaraan.
Dinda mati kutu jantungnya berdegup kencang lagi Ia benar-benar kesulitan untuk berbicara dan hanya bisa mengangguk.
"Biasanya aku ke sekolah tidak sepagi ini ,"lanjut Bara lagi ,"tapi aku harus menyusun acara untuk pertandingan persahabatan minggu depan."
Dinda berusaha tenang dan mendengarkan setiap cerita Bara sesekali ia memberi respon
"kamu pasti sibuk," kata Dinda perlahan.
"Ya begitulah ," kata Bara tersenyum tipis, "Resiko menjadi Ketua OSIS" timpal nya lagi
Dinda ikut tersenyum " Jadi ....rumah mu jauh dari sekolah,ya?".Tanya Bara.
Dinda mengangguk " iya, darimana kamu bisa tau?".
Bara tersenyum lagi. "Aku kan ketua kelas masa aku tidak tahu teman sekelas ku " Nomor telepon mu pun aku tahu.
"Benar juga." Dinda menggenggam erat jemarinya.
"Ehm...Bara," katanya lagi ,"terima kasih untuk kertas semangat nya pas ulangan fisika minggu lalu". Bara seakan berpikir sesaat mengingat, dan kemudian tersenyum. " Oh, kertas itu yah.. .aku lihat sepertinya kamu sudah menyerah jadi aku ingin memberimu semangat nilai ulangan mu tidak jelekkan?".
Dinda menggeleng dan mengingat angka delapan yang ia terima beberapa hari yang lalu untuk ulangan fisikanya.
"Tidak, nilai ulangan ku cukup baik.".
"baguslah kalau begitu," balas Bara. Dinda serasa bermimpi. Beberapa saat kemudian, mobil Bara memasuki area sekolah Dinda berharap perjalanan dari halte bus ke sekolah tidak sesingkat ini mobil Bara berhenti di area parkir.
"Terima kasih untuk tumpangannya, Bara, "kata Dinda tulus. entahlah kenapa Dinda ketika di hadapan Bara bisa seformal itu
"Ehm..Dinda ," kata Bara ragu " Terima kasih karena tidak pernah memberitahukan tentang gambar ku pada orang lain."
"Aku sudah berjanji tidak akan memberitahukannya ,"
"Tidak ada yang tahu soal hobi ku yang satu itu selain orang tuaku biasanya gosip sekolah menyebar dengan cepat.Tapi kamu benar-benar tidak memberitahukannya pada siapa pun. aku benar-benar menghargainya.".
Dinda tersenyum "Gambar mu sangat bagus,kamu seharusnya bangga."
Sesaat mata Bara terlihat sendu, lalu digantikan oleh senyuman."Terima kasih, ini pertama kalinya seseorang memuji gambar ku." Bara membuka pintu mobilnya dan Dinda melakukan hal yang sama perkataan Bara membuat dinda sedikit bingung .
"Terima kasih lagi," kata Dinda perlahan tiba-tiba sebuah suara mendekati mereka " Bara!"
"Rupanya kau sudah sampai."
Dinda menoleh ke arah datang nya suara ternyata Jihan."Hai Jihan ,"sapa dinda ramah.
"Apa yang kau lakukan di mobil Bara?" Tanya jihan curiga
" Aku memberi tumpangan pada Dinda," ujar Bara memberi penjelasan," Kebetulan tadi aku lewat depan halte bus tempat Dinda sedang menunggu."
Jihan menatap Dinda dengan pandangan tidak suka. "Aku tidak suka kamu bersama cewek lain di mobilmu Bara," ucap Jihan ketus.
"Maaf" sela Dinda, "Bara benar-benar hanya memberiku tumpangan,"
"Aku tidak bicara padamu,".Kata Jihan dingin.
"Jihan,ayolah,"kata Bara sedikit kesal."kamu bersikap kekanak-kanakan!."
"Pokoknya mulai besok kamu harus menjemput ku dulu setiap pagi sebelum pergi ke sekolah, kita pergi bareng-bareng" pinta Jihan dengan nada sedikit manja
"Bukanya kamu selalu memakai mobilmu sendiri ke sekolah ?" tanya Bara seakan permintaan Jihan tidak masuk akal