Kana dan Damian yang diikuti beberapa pengawal telah tiba di mall, orang-orang cukup memperhatikan mereka karena perawakan para pengawal yang tampak tinggi besar mengenakan jas hitam.
Pasangan suami istri itu masuk ke toko tas branded, semua staff toko tampak berdiri menyambut mereka dipintu masuk. Mereka dipersilahkan duduk di sofa dan para staff pun mulai menampilkan berbagai jenis tas.
Kana tau semua tas itu berharga puluhan sampai ratusan juta, ia semakin sungkan untuk memilih. Damian menyadari Kana merasa tidak enak, " kalau kamu tidak memilih lebih dari 5 tas disini, maka akan kubeli semua tas ditoko ini, sayang " ancamnya pada Kana.
Mendengar hal itu pun Kana mulai memilih dan bertanya-tanya. Ia tidak ingin jika Damian sampai membeli semua tas ditoko ini. Sampai ketika mata Kana menatap tas yang tidak diberi harga. Hanya ada nama dari tas itu, Ransel Louis Vuitton New Age Traveller.
" tas yang dilihat oleh istriku, masukkan juga " tunjuk Damian pada tas yang tadi Kana tatap.
Para staff mengangguk dengan senang, karena sejauh ini sulit mencari pembeli untuk tas ini. Kana yang merasa janggal dengan ekspresi mereka pun bertanya, " maaf, tapi kalau boleh tau harganya berapa?"
Manager toko itu maju, " sekitar Rp760 juta, Bu " jawabnya.
Kana menutup mulutnya kaget, bagaimana bisa sebuah tas sampai semahal itu? Matanya melirik Damian yang duduk tenang tanpa merasa kaget sedikit pun.
" Dami, emang gak kemahalan 1 tas saja sampai segitu harganya? " bisik Kana pelan agar tidak terdengar oleh para staff. Mendengar hal itu membuat Damian terkekeh,
" sayang, semua tas ditoko ini bisa aku beli. Kenapa harus merasa mahal hanya untuk 760 juta? " tanya Damian dengan ekspresi geli.
" Kamu sekaya apa sih, Dami?" ringis Kana yang tidak bisa membayangkan berapa kekayaan suaminya ini.
" Cukup kaya untuk membelikan tas itu setiap hari sampai seumur hidup kamu " balas pria itu santai. Kana bergidik, tidak ingin menghitungnya. Hanya mendengarnya saja membuat kepala Kana pusing.
" Tuan, sudah waktunya untuk ke toko yang lain " Raven muncul lengkap dengan ipad ditangannya. Mengecek jadwal toko yang akan mereka kunjungi.
*****
Damian dan Kana selalu mengulang hal yang hampir sama di setiap toko, Kana yang sungkan memilih dan diancam oleh Damian. Raven dan para pengawal pun menonton sampai nyaris terbiasa. Sudah cukup banyak kantong belanja yang ditenteng oleh setiap pengawal, namun Damian masih belum menyerah untuk membelanjakan Kana barang-barang lainnya.
Kini mereka semua sedang berada di toko pakaian yang harganya cukup terjangkau, sesuai permintaan Kana tiba-tiba. Jika ditoko yang sebelumnya selalu dibooking oleh Raven, maka toko kali ini tidak bisa lantaran cukup banyak pengunjung terutama anak muda.
Suami istri itu lagi-lagi menjadi pusat perhatian, membuat Kana cukup malu. Gadis itu meminta para pengawal sedikit menjauh darinya.
Terdengar bisik-bisik yang cukup kuat dari beberapa wanita berusia 20 an yang memilih baju diseberang Kana.
" Cowoknya udah 30 an, tapi si cewek masih keliahatan muda banget gak sih? Seumur anak SMA gitu " ujar gadis berambut pendek sambil melirik Kana dan Damian yang mengekor di belakangnya.
" Kalau seganteng itu siapa yang gak mau sih? Itu semua pengawal yang pegang barang branded punya si cewek tuh, kurang sempurna apalagi coba? Cowoknya ganteng, barang branded sebanyak itu, kelihatan banget si cowok itu sultan " balas teman gadis itu
" Cantik sih, tapi percuma ya. Murah! " kikik mereka.
Damian menggeram di belakang Kana, pria itu juga mendengar bisikan gadis-gadis itu. Kana memegang tangan suaminya, " tenang, Damian. Gak usah buat keributan yang gak perlu. Biar aku aja"
Kaki Kana melangkah maju menuju gadis yang tadi mengatainya murah, " memangnya, kalau kamu ditawari posisiku kamu bakal menolak? Tidak, kan? "
" Bahkan mungkin jika suamiku membuka lowongan mencari simpanan, aku yakin kamu pasti mendaftar. " ejek Kana dengan senyum cerah tanpa dosa.
" Jangan munafik, katakan saja jika iri. Tidak perlu mempermalukan diri sendiri seperti itu, cewek mahal " bisik Kana pada para gadis itu lalu pergi begitu saja.
Damian yang tangannya sedang ditarik Kana menatap tajam gadis-gadis yang tadi mengatai istrinya, Raven yang paham maksud Tuannya pun mengangguk.
" Belanjanya udahan dulu ya, Dami. Kakiku pegal " keluh Kana pada suaminya yang saat ini sedang duduk di gerai yang khusus menjual es krim. Damian mengangguk dan membiarkan Kana menikmati es krimnya.
Sesekali Damian mengelap sudut bibir Kana yang terkena es krim, membuat gadis itu salah tingkah.
" Kamu mau gak? " Kana menawarkan es krimnya pada Damian yang dijawab dengan gelengan, " pasti manis, aku gak suka manis. Tapi kalau kamu yang manis, aku suka " goda pria itu yang membuat Kana terdiam.
" Kamu sesuka itu pada Es krim?" tanya Damian melihat Kana yang sudah mengonsumsi banyak es krim.
" Lumayan suka, tapi dulu kan kerja jadi gak ada waktu untuk nikmatin es krim " jawab Kana dengan senyum pedih.
" Mulai sekarang kamu bisa menikmati es krim sesuka hatimu kapanpun, sayang"
" Ah ya, sebelum pulang kita harus ke satu toko terlebih dahulu " tambah Damian.
*****
Mereka memasuki toko perhiasan, yang kata Raven adalah milik Damian.
" Keluarkan cincin yang ku buat untuk istriku " perintah Damian pada menajer toko yang menyambut mereka.
" Baik, Tuan. Silahkan duduk sembari menunggu " sambut si manajer.
Kana menatap sekitarnya dengan bingung, " ini mau ngapain?" bisiknya.
" Memberikanmu cincin pernikahan, sayang. " sahut Damian.
" Memangnya perlu cincin ya?" tanya Kana lagi, ia kurang mengerti apakah cincin pernikahan itu harus ada atau tidak.
" Tentu saja perlu, untuk memberitahu semua orang bahwa kamu sudah ada yang punya itu hal penting, sayang. " papar Damian.
Manajer toko dan staff hadir membawa sebuah kotak beludru berwarna navy, ketika kotak itu dibuka dan memperlihatkan cincin berwarna silver yang berbentuk mahkota berpasangan dengan cincin polos lebih besar.
" Cantik banget " lontar Kana. Damian menyeringai, " tentu saja cantik, aku yang memikirkan desain ini "
Pria itu menarik tangan Kana dan memasukkan cincin mahkota tadi, " sangat cocok ditangan Ratuku " puji Damian dengan senyum menawan. Pipi Kana bersemu merah, lagi-lagi ia tersipu malu.
" Pakaikan padaku cincin yang satunya lagi " pinta Damian.
Tangan mungil Kana bergerak memakaikan cincin pernikahan itu pada jari suaminya, jantungnya berdebar-debar.
" Mari kita berfoto untuk mengingat bahwa hari ini kita memakai cincin pernikahan kita " ujar Damian. Kana mengangguk,
" Mari saya foto, Tuan dan Nyonya. Tangan yang mengenakan cincin tolong diperlihatkan ke kamera " Raven yang mengambil foto mengarahkan berbagai gaya pada pasangan suami istri itu.
Sampai ketika gaya terakhir, Damian berlutut dan mencium tangan Kana. Membuat staff maupun pengawal berdeham melihat perbedaan sikap Tuannya yang hanya berlaku untuk Kana.
" Terima kasih sudah mau menjadi istriku, Kana, My queen "