Semua telah berkumpul kembali dan menuliskan rahasia mereka masing-masing, setelah itu kertas milik mereka dilipat dalam bentuk yang sama dan dimasukkan ke dalam kotak yang telah disediakan.
Raven diminta hadir sebagai orang yang mengawasi jalannya permainan. Total orang yang ikut game ini 53 orang termasuk Kana, Damian, dan Lily. Mereka semua telah mengambil nomor giliran yang sialnya Kana mendapatkan giliran pertama, sedangkan saat ia mengintip nomor giliran milik Damian ternyata suaminya mendapat giliran tengah.
Kana maju sebagai giliran pertama untuk mengambil kertas acak didalam kotak, dibukanya kertas yang telah dia dapatkan dan membacanya dengan suara lantang.
" Sebenarnya, aku adalah keluarga kandungmu. Tapi kita harus terpisah karena keadaan, maafkan aku. Semoga suatu hari nanti kita bisa bersama-sama sebagai keluarga yang saling menyayangi " Kana membacanya dan merasa aneh dengan tulisan yang terlihat cukup familiar itu.
" Wah, kira-kira itu kertas milik siapa dan ditujukan untuk siapa ya? Jangan lupa untuk tetap menjaga privasi kalian sendiri " komen Raven yang sepertinya menyadari itu kertas milik siapa.
" Ntahlah, aku tidak akan bertanya meskipun cukup penasaran " balas Kana dengan senyum curiga dan memandangi orang sekitarnya.
" Giliran nomor 2? " panggil Raven yang ternyata adalah giliran Lily.
" Sebenarnya, saya yang bukan siapa-siapa ini menyukai Tuan Raven. Anda terlihat sangat tampan dan berkharisma, sekaligus terlihat lebih cerah auranya. Tidak seperti Tuan Damian yang biasanya auranya gelap serta menatap tajam pada semua orang yang membuat suara meskipun sangat pelan " Lily terkikik sedikit saat membaca kertas yang ntah milik siapa.
Kana melirik wajah datar Damian yang terlihat tidak peduli dengan tulisan di kertas itu, tangannya menggenggam tangan Damian, " suamiku yang baik hati ini sama sekali tidak memiliki aura gelap seperti yang ditulis tuh?" bisiknya. Wajah damian seketika tersenyum mendengar pembelaan istrinya, " tentu saja, wajahku akan secerah yang istriku inginkan" kekehnya sambil mengecupi pucuk kepala Kana berkali-kali.
Giliran terus berjalan hingga nomor 23 yang didapatkan oleh seorang gadis pelayan, wajahnya tampak tegang saat membuka kertas yang dia ambil.
" Aku mencintaimu melebihi apapun didunia ini, akan ku singkirkan apapun dan siapapun yang mengganggumu, sayang. Kamu nafasku, hidupku, jantungku. Jika kamu pergi dari dunia ini, maka aku pun akan melakukan hal yang sama. Menyusulmu, kemana pun kamu pergi. " baca Pelayan itu dengan suara gugup. Sepertinya semua orang tau siapa pemilik asli kertas yang baru dibacakan itu.
Kana sendiri pun menyadari perkataan penuh perasaan itu, kata-kata yang selalu didengarnya setiap siang dan malam selama beberapa hari ini.
" Itu kertas milikku " aku Damian tanpa merasa malu, " semua perkataan itu untukmu, sayang " sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman yang mempesona.
" Udah, malu diperhatiin yang lain " cicit Kana pelan.
Kini giliran Damian yang maju mengambil kertas acak, semua orang diam dan menahan napas. Takut jika saja kertas milik mereka yang terbaca dan membuat Tuannya kesal.
Pria itu sedikit tersenyum saat membuka kertas yang baru saja dia ambil, beberapa kali ia berdeham sebelum membacanya.
" Sepertinya, aku mulai jatuh cinta…
Pada suamiku yang tampan " ujar Damian dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. Ia yakin sekali siapa pemilik kertas ini, ia tau tulisan tangan ini. Lagipula, pelayan disini tidak ada yang bersuami.
Beberapa pelayan dan pengawal terlihat menahan senyuman diwajah mereka, tentu saja mereka semua juga tau fakta bahwa para pelayan tidak ada yang bersuami.
Kana yang tau bahwa kertasnya dibaca oleh Damian pun merasa malu, namun ia tetap berusaha memasang wajah tidak tau. Ia pikir, dirinya tidak akan ketahuan karena disini banyak wanita. Beberapa kali ia menepuk pipinya dengan pelan untuk mengurangi rasa hangat yang menjalar ke pipinya.
Semuanya tetap memasang wajah seakan-akan tidak tau bahwa itu milik Kana karena gadis itu pasti akan malu sekali jika tau bahwa semua orang sadar itu kertas miliknya. Mereka turut senang melihat Tuan yang tersenyum tanpa henti setelah membaca kertas itu.
Giliran terus berjalan, tak jarang mereka tertawa bersama karena isi rahasia mereka yang lucu.
" Saya harap, Nyonya Kana terus bersama Tuan agar Tuan semakin sering tersenyum dan bahagia seperti sekarang "
" Saya sangat menyayangi Nyonya Kana yang menghargai kami semua tanpa terkecuali "
" Mitha, maafkan aku. Sebenarnya rambutmu kemarin tidak sengaja tergunting olehku saat kamu tertidur di dapur "
" Tuan Raven, maafkan saya karena sebenarnya saya pernah memasukkan garam ke dalam kopi Anda "
" Tuan Damian adalah manusia paling menyeramkan yang pernah saya temui "
" Saat pertama kali masuk ke mansion ini, beberapa malam awal saya menangis ketakutan karena mengingat tatapan Tuan Damian yang tajam dan terasa menusuk. Seolah-olah semua orang tampak menyebalkan dan selalu salah "
" Sebenarnya saya senang sekali ketika dipeluk oleh Nyonya Kana "
" Saya sangat senang dengan kehadiran Nyonya Kana, mansion ini jadi lebih berwarna dan kehidupan kami menjadi menarik setelah sekian lama "
Beberapa kertas isinya hampir sama seperti yang disebutkan tadi, cukup banyak yang menyebut nama Kana didalamnya. Membuat gadis mungil itu semakin merasa yakin, inilah keluarga yang mencintainya.
Hingga kertas terakhir tersisa, namun semua orang telah mendapatkan gilirannya masing-masing.
" Kertasnya tersisa satu, tapi kalian semua sudah mendapatkan giliran. Sepertinya memang ada yang memasukkan 2 kertas sekaligus, jadi biar saya yang bacakan " ujar Raven. Tangannya bergerak mengambil kertas terakhir, ekspresi wajahnya mengeras ketika membuka kertas itu.
" Maafkan saya yang hanya bisa memberitahu melalui kertas ini, saya sebenarnya adalah seorang pengkhianat yang ditugaskan untuk memata-matai mansion ini dan Nyonya Kana. Namun hati nurani saya sedikit terusik karena Nyonya memperlakukan saya dengan baik dan sangat menghargai saya padahal saya hanya seorang bawahan yang tidak penting. Itu saja yang bisa saya sampaikan karena bagaimanapun nyawa saya yang menjadi taruhannya jika saya memberitahu informasi lebih. Nyonya Kana, terima kasih telah memperlakukan kami semua dengan manusiawi padahal seharusnya orang-orang dirumah ini semuanya tidak pantas dihargai "
Raven menyelesaikan perkataannya dan matanya menyapu seisi ruangan dengan tajam, Damian langsung menarik Kana ke pelukannya. Semua orang tampak waspada satu sama lain, tak terkecuali Lily yang kini mendekat ke arah Kana.
" Kenapa, Dami?" cicit Kana mulai sedikit takut.
" Tidak akan ada apa-apa, sayang. Jangan takut " bisik Damian dalam posisi masih memeluk Kana dengan erat.
" Lily jangan jauh-jauh, sini dekat aku aja " pinta Kana menoleh ke arah Lily yang berdiri didepannya.
" Lily, Tyron, Mitha, antar Kana ke kamar kami. Sudah waktunya Kana istirahat karena ini sudah larut malam " ujar Damian dengan suara tegas, tak seperti biasanya ditelinga Kana.
Kana dikelilingi beberapa orang menuju kamarnya, sebelum ia pergi dari ruang tamu samar-samar telinganya mendengar,
" Mengaku atau saya yang mencari pengkhianat itu sendiri?" geram Damian dengan suara yang tidak terlalu kuat namun terasa menakutkan. Baru kali ini Kana melihat Damian seperti itu, sangat berbeda.
Kana terus digiring menuju kamar tanpa berkesempatan menoleh lagi oleh Lily. Raut wajah Tyron yang biasanya penuh keramahan pun lenyap digantikan dengan wajah tegang, sama halnya dengan Mitha yang selalu penuh senyum kini berubah menjadi datar.
Ada apa dengan suasana yang tiba-tiba ini?