Sudah beberapa hari berlalu setelah kejadian serangan yang terjadi pada Kana, luka dileher gadis itu pun diobati dengan teratur dan mulai sembuh. Seperti sebelumnya, Kana dan Damian menjalani hari-hari mereka dengan damai dan hubungan yang semakin mendalam. Kana tetap diam meskipun tak ada orang dirumah itu yang menjelaskan kelanjutan kasus Lilia, menurutnya ia pasti akan diberitahu jika memang sudah waktunya.
Jika dihitung-hitung, pernikahan mereka berdua sudah berjalan 2 minggu lebih dan hari Kana memulai semester baru semakin dekat.
" Sayang, kalau kamu bosan ajak saja para pelayan dan pengawal bermain seperti biasa. " ujar Damian ketika melihat istrinya hanya berguling-guling dikasur yang tersedia di ruang kerja pria tampan itu.
" Lagi gak tau mau main apa dan perutku sakit, jadi malas. " sahut Kana dengan nada lemah.
Damian yang mendengar perut istrinya sakit pun segera beranjak dari meja kerjanya, " dibagian mana yang sakit? Sangat sakit? Aku panggil dokter ya?" lontar pria itu khawatir.
" Gak usah, biasa kok sakit perut gini. " tolak Kana. Ia sedang datang bulan dan memang biasanya ia selalu sakit saat itu.
" Apanya yang biasa? Jika kamu merasa sakit tentu saja harus memanggil dokter, sayang. " protes Damian yang kini memeluk tubuh Kana dari belakang diatas kasur.
" Benar-benar gak perlu, Damian. Ini sakit yang sudah sering terjadi. " Kana malu untuk mengatakan bahwa ia sedang datang bulan, hubungannya dengan Damian belum sampai ke arah yang bisa membicarakan bagian intim tanpa malu.
" Sakit yang sudah sering terjadi? Kamu sakit kronis? Sudah berapa lama terjadi? Aku jadi semakin yakin untuk memanggil dokter, bila perlu kita periksa ke rumah sakit. "
" Ini bukan sakit kronis. Ini sering terjadi setiap bulan karena aku sedang datang bulan, paham? Bisa-bisa kita ditertawakan orang hanya karena datang bulan sampai ke rumah sakit." desis Kana dengan wajah menelungkup di dada suaminya lantaran malu.
"Ah.. be-begitu ya. Te-tentu saja aku paham emm" Damian berdeham beberapa kali karena gugup, setaunya wanita akan sangat sensitif dan tingkat marahnya meningkat pesat. Jadi, ia harus berhati-hati agar tidak membuat istrinya kesal.
" Sial, karena Kana sudah tinggal denganku membuatku sampai lupa siklus bulanan yang biasanya selalu kuperhatikan saat dia masih diluar sana. " batin Damian.
" Kalau begitu ada yang ingin kamu makan? " tanya pria dengan suara seksi itu. Kana menggeleng, " aku lagi gak ingin apapun saat ini. "
" Baiklah, kalau begitu tunggu sebentar. " Tubuh tegap Damian bangkit dari kasur dan berjalan keluar.
*****
Bagian dapur tampak heboh dengan kehadiran Damian disana, mereka semua bertanya-tanya ada apa sampai Tuan mereka ke dapur langsung.
Lily menghampiri pria yang sedang berkutat di dapur sehabis mengusir orang-orang dari dapur, " apa yang Anda lakukan hingga menimbulkan keributan didapur, Tuan?" tanya Lily.
" Kana datang bulan " jawab Damian singkat. Tangannya fokus mencincang daun mint dan sesekali mata tajamnya melirik rebusan air jahe, membuat Lily mengerti apa yang sedang dilakukan pria ini.
" Teh mint?" tebak Lily yang dijawab anggukan oleh Damian.
" Bukankah Kana akan curiga setelah dia meminum ini? Minuman yang sama setiap dia datang bulan, rasa yang sama, selama bertahun-tahun, Tuan. "
" Cepat atau lambat memang Kana akan tau. " sahut Damian santai.
" Seperti yang Lilia katakan, bukankah Kana akan... " Lily menggantung perkataannya lantaran takut sang Tuan tersinggung.
" Merasa jijik dan takut?" sambung Damian, wanita paruh baya itu mengangguk samar.
" Mungkin saja, tapi bukankah aku tinggal mengurungnya disini? Kana tidak akan bisa pergi dari sisiku, selamanya. "
Lily terdiam memandangi Tuannya yang terlihat selalu menyeramkan ketika berkaitan dengan masalah Kana. Dalam hati, wanita paruh baya itu merasakan penyesalan yang teramat sangat karena hal ini. Hal yang masih menjadi misteri sampai kini.
" Meskipun saat aku mengurungnya nanti kau berniat membantunya bebas, kau tidak akan mampu, ibu mertua. " Damian mengatakan hal itu dengan senyum mengejek, membuat Lily bergidik takut sekaligus kesal karena dipanggil dengan sebutan Ibu mertua.
" Jangan memanggilku seperti itu, menggelikan. " desis Lily.
" Terima saja faktanya. " kekeh Damian yang membuat Lily semakin kesal.
Damian meletakkan teh buatannya di nampan, ia berencana membawakan langsung untuk Kana. Sebelum pergi dari dapur, ia menunjuk rebusan jahe yang telah dibuatnya tadi, " sekitar 3 jam lagi, panaskan kembali jahe ini dan tambahkan susu, lalu berikan pada istriku. "
Para koki dan pelayan mengangguk, mereka sudah tau ini hari apa. Hari Nyonya mereka datang bulan. Damian melihat Koki dan pelayan yang menampilkan wajah tegang lalu teringat perkataan istrinya, ' bersikaplah sedikit lembut pada orang sekitar kita, Damian'
Damian berdeham pelan, " terima kasih atas kerja keras kalian" setelah mengatakan itu kakinya langsung melangkah pergi. Perasaannya sedikit aneh setelah mengatakan terima kasih.
Semua orang di dapur menahan pekikan kaget mereka sampai Damian benar-benar menaiki tangga.
" ADA APA DENGAN TUAN?" pekik mereka hampir bersamaan. Hati mereka terenyuh, Tuan mereka baru pertama kali seperti ini. Raut wajah yang biasanya kaku dan menyeramkan itu kali ini tampak sedikit gugup saat hendak berterima kasih pada mereka.
" Pasti karena Nyonya. " celetuk beberapa orang dengan yakin.
" Tentu saja pasti karena Nyonya kita yang baik hati itu, Nyonya kan selalu berterima kasih pada hal yang kita lakukan untuknya sekecil dan seremeh apapun itu " lontar para pelayan.
Lily yang sedari tadi masih disana tersenyum kecil, ternyata Kana tumbuh menjadi gadis yang baik meskipun tanpa kehadiran orang tua. Berulang kali wanita paruh baya yang masih terlihat cantik seperti wanita umur 30 an itu mengucap syukur dalam hati melihat pertumbuhan karakter Kana yang benar-benar baik.
*****
Kana menatap bingung Damian yang datang membawa nampan, " apa itu, Damian?"
" Teh mint untuk meredakan nyeri perut saat datang bulan, sayang " jawab Damian lembut. Diletakkannya nampan itu dimeja tempat bersantai diruang kerjanya.
" Ada rasa manisnya kan? Soalnya aku gak bisa minum teh yang gak manis. " ujar Kana.
" Ada, aku pakai madu agar rasa manisnya ringan. "
Kana menurunkan kakinya dari kasur untuk berjalan menuju sofa, namun Damian mencegahnya.
" Kenapa? Kakiku gak sakit kok. "
" Aku gendong saja " tanpa sempat menjawab, tubuh Kana kini telah di gendongan suaminya. Kana masih belum terbiasa digendong seperti ini, belum lagi dada bidang Damian yang terkena tubuhnya itu terasa sedikit menggelikan.
Kana duduk diam dan memperhatikan Damian yang sedang menuangkan madu dan teh mint ke gelas, pria itu mengaduk teh itu dengan perlahan dan sedikit mencicipi apakah panasnya sudah cukup atau belum. Setelah dirasa panas dan rasanya cocok, pria berkemeja putih dengan lengan yang digulung itu menyodorkan teh buatannya pada Kana.
" Apakah cocok dengan lidahmu, sayang?" tanya Damian memperhatikan raut wajah Kana.
" Cocok sekali manis dan panasnya. Terima kasih, Damian. " jawab istri mungilnya dengan senyum lebar.
' Rasa tehnya sama seperti teh yang selalu kuterima saat datang bulan ' batin Kana. Benaknya melayang pada teh mint dan jahe yang selalu ia terima dari orang-orang disekitarnya selama beberapa tahun ini. Mulai dari ibu-ibu hingga anak-anak, mereka memberikan itu pada Kana sambil mengatakan ' semoga cocok untuk Anda dan cukup menghangatkan'.
" Aku juga sekalian membuatkan air Jahe, jadi mungkin beberapa jam lagi pelayan akan mengantarkannya untukmu. " lontar Damian sambil memainkan rambut Kana.
' Bahkan, ada jahe juga? ' Kana berkata dalam hati.
" Damian, sebenarnya beberapa tahun terakhir ini aku selalu menerima Teh mint dan Jahe susu dari orang random saat aku datang bulan. " ungkap Kana.
Gadis itu menatap ekspresi suaminya yang sama sekali tidak berubah, tetap memainkan rambutnya. Kana menghela nafas lelah, lagi-lagi fakta didepan mata yang tidak dapat ia gapai.