Pukul 9 pagi.
Bika baru saja selesai menelpon Syaqi dan pihak kantor mengabari bahwa dirinya tidak masuk kerja hari ini, karena ada keperluan yang sangat mendadak, tadi Syaqi sempat khawatir pada keadaan Bika, namun Bika bilang dia harus ke Jakarta karena ada urusan keluarga, akhirnya Syaqi pun mengerti.
Saat ini Bika sedang duduk di balkon rumah mewah, daerah kawasan elit di dago Bandung, entah ini rumah siapa, mungkin ini salah satu rumah milik orang tua Lendra. Semalam Bika kembali di Setub*hi Lendra, dan Lendra memang tidak memperkosanya, karena Bika sendiri menikmati permainan Lendra semalam.
"Mau nolak segimana keras pun ujungnya bakal gini-gini lagi," gumamnya.
Karena jika hatinya bisa transparan mungkin Lendra akan merasa senang dan bahagia, karena sebenarnya yang duluan jatuh hati adalah dirinya bukan Lendra, masih ingat dengan jelas kejadian Manda yang tertimpa bola basket Dandi, disanalah awal pertemuan mereka dan awal Bika memiliki ketertarikan pada Lendra.
Ketika mendengar Lendra mempunyai perasaan yang sama dengannya, Bika merasa sangat bahagia, namun dia dijatuhkan oleh kenyataan perbedaan kasta mereka, Bika merasa tak pantas untuk bersama Lendra karena Lendra berasal dari salah satu keluarga konglomerat se Asia. sementara dia hanya berasal dari keluarga biasa saja.
Sibuk dengan pikirannya, Bika tak menyadari jika Lendra sudah terbangun dari tidurnya dan saat ini sedang berdiri di belakangnya, Lendra mengulurkan tangannya memeluk Bika dari belakang, tubuh Bika sedikit menegang, namun selanjutnya dia berusaha untuk bersikap biasa saja, hal tersebut membuat senyum tipis terbit menghiasi wajah tampan brondong 19 tahun itu, karena dia tak menerima sikap penolakan dari Habika, malah Lendra semakin mengeratkan pelukannya dan merapatkan tubuh mereka.
"Maaf, aku.... nggak bisa nahan diri...semalam.," ucap Lendra sangat pelan dan Bika hanya bergumam sebagai jawabannya, kata 'gue, elo' seketika hilang tergantikan aku kamu.
"Masih benci aku…?" tanya Lendra berbisik pada Bika.
"Hm, masih," ucap Bika dan langsung membalikan badannya menatap Lendra.
"Jangan benci aku, please?" mohon Lendra.
"Kenapa?" tanya Bika dengan wajah datarnya.
"Aku pengennya di cintai balik, bukan di benci," ucap Lendra pada Bika membuat sorotan tatapan mata Bika perlahan menyendu.
"Tapi kamu jahat, Lendra," lirih Bika.
"Aku nggak jahat, aku hanya sedang berjuang untuk membuat wanita yang aku cinta bisa cinta sama aku," ucap Lendra serius.
"Kamu hanya obse….?"
"Bukan obsesi, Bika, aku tulus dan aku hanya ingin memiliki kamu, itu saja, bukan obsesi." ucap Lendra.
"Bohong, lalu kenapa kamu malah bercanda bahagia sama wanita lain yang LEBIH MUDA dari aku kemarin di cafe, rasanya aku sulit Lend percaya, karena setelah kamu perkosa aku dua bulan lalu, kamu langsung menghilang kan, lalu muncul lagi dengan posisi tertawa bersama wanita lain yang lebih muda dari aku," ucap Bika dan Lendra diam menyimak.
"Terkesan kalau kamu itu sedang bahagia di atas penderitaan aku," ucap Bika serak, matanya mulai berkaca kaca lagi.
"Boleh aku jawab?" tanya Lendra lembut.
"Jelas, harus dijawab," ketus Bika menatap Lendra tajam.
"Hampir dua bulan kemarin, aku sibuk mengurus ujian, aku menghilang bukan kabur kok, setelah selesai ujian aku pulang ke Bandung bersama mereka, mereka bertiga saudara sepupu ku, bukan siapa-siapa, tanya saja Dandi dan Bian," ucap Lendra.
"Apa buktinya kalau mereka sepupu kamu?" tanya Bika pada Lendra.
"Aku kenalkan kamu sama mereka, kalau kamu mau denger langsung pernyataan mereka," ucap Lendra.
"Tapi kenapa kamu nggak mencariku dan meminta pertanggung jawaban?" tanya Lendra membuat Bika menatapnya.
"Aku minta tanggung jawab? memang aku hamil? aku minta pertanggung jawaban dari anak konglomerat kaya kamu tuh rasanya akan percuma, Lendra, yang hamil banyak yang di suruh gugurin, daripada menyuruh anaknya tanggung jawab menikahi wanita yang dihamilinya, itu sudah banyak terjadi kok, dan aku nggak mau itu terjadi sama diri aku, lebih baik aku menanggung sendiri di banding harus di injak-injak hanya karena minta pertanggung jawaban.," ucap Bika membuat Lendra terkekeh sinis.
"Nggak semua seperti itu, Bika, jangan menilai orang sama," ucap Lendra sedikit emosi.
"Oke, kita bahas ini nanti ya, sekarang kita makan dulu, semalam kamu belum makan," ucap Lendra pada Bika yang kembali membelakanginya.
"Bika, ayo…," ucap Lendra, sambil menarik pelan tangan Bika.
Akhirnya Bika pun mau mengikuti Lendra menuju ruang makan, disana sudah tersedia beberapa macaman, Bika duduk disana dan menadang semua yang tersaji di meja, namun Bika menyerngit saat melihat tumis daging sapi lada hitam, rasanya aromanya sangat menusuk dan membuat perut Bika bergejolak.
"Bika, ayo duduk," ucap Lendra menatap Bika aneh, namun Bika hanya menggeleng sambil memegang kepalanya yang terasa pening.
Bika merasa aroma daging sapi lada hitam itu semakin menusuk indera penciuman nya, membuat Bika merasa tak tahan ingin memuntahkan isi didalam perutnya, Bika berlari memasuki kamar yang ia tempati semalam dan langsung memasuki kamar mandi menuju wastafel, Bika memuntahkan rasa mual di perutnya, namun hanya cairan putih yang keluar, karena mungkin memang Bika belum makan dari semalam.
"Kamu kenapa?" tanya Lendra khawatir, sambil memijat tengkuk Bika.
Rasa ingin muntah sudah hilang, namun rasa mual dan sakit di perutnya belum hilang, Bika menyerngit merasakan mual di perutnya, dia menyandarkan badannya pada pintu kamar mandi.
"Hei, kamu kenapa?" tanya Lendra sambil menangkup kedua pipi Bika, Bika hendak menjawab, namun tiba-tiba matanya berkunang-kunang dan akhirnya Bika ambruk tak sadarkan diri membuat Lendra sigap menahan tubuh Bika dengan perasaan khawatirnya.
Lendra menggendong Bika menuju ranjangnya, dan membaringkannya di sana, Lendra langsung menelpon dokter pribadinya untuk datang memeriksa Bika, 30 menit setelahnya dokter pun datang memeriksa Bika.
"Dia siapa?" tanya Dokter Galih pada Lendra.
"Pacar saya, Dok, jadi Bika sakit apa?" tanya Lendra, dokter Galih menghela nafas sebelum menjawab.
"Mual, pada saat mau makan, dan muntahan bukan berupa makanan yang sudah dicerna, melainkan hanya cairan putih," ucap dokter Galih.
"Saya sarankan kamu ke apotik untuk membeli test pack, karena saya rasa gejala yang timbul karena efek dari kehamilan," ucap dokter Galih menatap wajah Lendra yang sedang mematung.
"Kehamilan?" gumam Lendra.
"Ya, saya diagnosa pacarmu ini sedang mengandung, sebaiknya setelah kamu mencoba test pack dan hasilnya positif, bawalah dia ke dokter Reta, dia dokter dokter Spesialis dan konsultan kandungan," ucap dokter Galih.
"Saya akan bertanya di luar profesi saya, kamu kok bisa ngehamilin anak orang?" tanya dokter Galih membuat Lendra terkekeh.
"Kalau nggak dihamili nanti nikahnya sama orang lain," jawab Lendra membuat dokter Galih melotot kaget.
"Kamu…?" tanya Dokter Galih kaget.
"Iya, dua bulan lalu kejadiannya," ucap Lendra tersenyum tanpa dosa pada dokter Galih.
"Astaga Lendra, kok nekat sih?" tanya Galih tak habis pikir.
"Namanya juga cinta," ucap Lendra tanpa beban membuat Galih menggelengkan kepala.
"Cepat minta mama papa mu untuk segera menikahi kamu dan dia, pantas saja dia terlihat stress dan frustasi," ucap Galih menatap Lendra sinis.
"Heheh, iya nanti aku langsung bilang sama papa mama kok," uap Lendra.
"Ya sudah, cepat beli test pack dan periksa lah dia ke dokter Retta ya, dia ada jadwal praktek sore ini," ucap Galih.
"Baik makasih dok," ucap Lendra sopan.
Selepas dokter Galih pergi, Lendra menyuruh mbak Nani Art di rumah itu untuk membelikan 10 macam test pack dengan merk berbeda, dan saat ini Lendra sedang menunggu Bika sadar.
Lendra sedang memandang bungkusan test pack itu dengan pandangan menerawang, lalu melirik lagi Bika yang masih tertidur,
"Apa iya kamu hamil?" gumam Lendra dengan wajah yang menahan senyumnya.
"Semoga memang benar positif," ucap Lendra tanpa rasa takut.
Tak lama Bika pun terusik tanda ia akan segera bangun, membuat Lendra mendekatinya dan membelai wajahnya dengan penuh kasih sayang.
"Bangun, Bika" ucap Lendra lembut, membuat Bika membuka matanya perlahan-lahan dna menatap Lendra menyerngit karena pusing di kepalanya masih terasa.
"Masih pusing?" tanya Lendra. dan Bika pun mengangguk.
"Tapi aku mau pulang saja," ucap Bika mengubah posisinya menjadi duduk.
"Aku mau pulang," ucap Bika pada Lendra.
"Iya, nanti sore kita pulang, sesuadah aku memastikannya," ucap Lendra sengaja berkata ambigu.
"Memastikan apa?" tanya Bika dengan tatapan sendunya.
Lendra mengambil sebuah test pack dan menunjukan pada Bika.
"Kamu pakai ini," ucap Lendra membuat Bika melotot kaget.
"Buat apa?" tanya Bika sewot.
"Ya biar kita tahu lah, Bika, kamu tampung air seni kamu disini, lalu bawa kesini, kita test sama-sama," ucap Lendra.
"Ta-tapi, aku, nggak…?"
"Makanya di test biar tahu, ayo," ucap Lendra sabar sambil membantu Bika berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.
"Ta-tapi Lendra, aku…?"
"Mau aku temenin atau sendiri?" tanya Lendra datar, membuat Bika mendesah pasrah dn berjalan masuk kedalam kamar mandi dan melakukan apa yang disuruh Lendra.
"Tuhan, jangan dulu," gumam Bika lirih didepan kaca.
Tapi perasaanku mengatakan ini akan terjadi, karena Bika tahu dia sudah tak mendapatkan tamu bulanan sejak bulan lalu. jika seminggu lagi masih belum datang artinya sudah dua bulan dia telat haid.
Bika keluar kamar mandi sambil memberikan cup berisi air seninya pada Lendra yang sudah menunggu di sana. namun Bika kembali ke atas ranjang dan merebahkan badannya kembali di ranjang membuat Lendra menyimpulkan bahwa Bika tak ingin ikut melihatnya.
Lendra membuka satu persatu testpack tersebut, dan memasukkannya ke dalam cup berisi air seni Bika tadi, dan 7 test pack stik sudah memberikan hasil yang diharapkan Lendra, Lendra tersenyum dan Lendra memasukan 2 test pack digital dan menunggu hasilnya sambil melirik Bika yang terbaring
membelakanginya.
"Bika," panggil
"Apa hasilnya?" tanya Bika lirih.
"Pregnant 5 weeks," ucap Lendra.