Keadaan Syaqi sudah membaik, dan saat ini Abian diantar Alvaro dan Erland bertemu dengan kedua orang tua Syaqi di Palembang, sementara Syaqi nya sendiri tidak ikut dengan mereka, karena mereka khawatir Syaqi akan shock nantinya jika jaga-jaga ayah Syaqi itu marah dan emosi, Alvaro sangat mengenal Bastian Handoko, sudah dipastikan Bastian akan marah besar padanya nanti terutama pada si bungsu Bian.
"Siap?" tanya Alvaro pada Bian yang sejak tadi hanya diam.
"Siap nggak siap harus siap," ucap Bian tegas membuat Alvaro tersenyum melihat ketegasan anak bungsunya itu.
Saat ini mereka sedang menunggu kedatangan Bastian dan Sera istrinya, mereka menunggu cukup lama, sampai akhirnya Bastian dan Sera datang bersama anak laki-lakinya, membuat degup jantung Bian kembali berdetak kencang melihat bagaimana wajah tegas Bastian datang bersama sang istri.
"Maaf menunggu lama, silahkan duduk, Varo," ucap Bastian.
"Langsung ya, Jadi bagaimana jelas masalahnya?" tanya Bastian to the point, sebelumnya memang Alvaro sudah menjelaskan duduk masalah intinya pada Bastian lewat telepon, namun diluar dugaan, Bastian justru terdengar santai dan tak ada emosi sedikit pun.
"Ehm, maaf sebelumnya, kenalkan Om, saya Abian, saya ingin meminta maaf Om dan Tante atas perbuatan tidak baik saya terhadap anak perempuan Om, Syaqila, iya itu salah sekali, sangat salah, saya tidak akan mencari pembenaran apapun, namun saya serius, saya mencintai putri Om dan Tante, dan saya ingin bertanggung jawab menikahi puteri Om dan Tante," ucap Abian tegas namun terdengar ketakutan di setiap nadanya, Bastian menatap Abian datar.
"Cinta ya? hm," ucap Bastian.
"Usia kamu berapa?" tanya Bastian.
"19, Om," ucap Abian menatap segan Bastian.
"Masih kuliah? mau memberi nafkah bagaimana?" tanya Bastian sambil mengerutkan dahinya.
"Mau nyuruh, ayah kamu menyuplai biaya untuk kamu dan anak saya nanti?" tanya Bastian.
"Nggak Om, saya sudah mempunyai usaha sendiri, dan saya pastikan saya bisa menafkahi anak om sepenuhnya," ucap Abian.
"Berapa penghasilan kamu?" tanya Elvano kakak Syaqi membuat Erland melirik Elvano dan terkekeh.
"Lima ratus, Bang," ucap Bian,
" Lima ratus apa? ribu? jelas dan tegas dong," tanya Elvano kaget.
"Maaf , Bang, 500 juta," ucap Bian.
"APA?" pekik Elvano dan Sera ibundanya.
"Usaha apa itu sampai lima ratus juta sebulan?" tanya Sera histeris.
"Showroom mobil dan Bengkel juga beberapa cafe dan…?" ucap Bian terhenti karena dia takut disangka pamer.
"Ck, dia CEO hotel heritage glamour dan Ramiro Tractors," ucap Erland melirik Elvano yang menatap Bian dan Erland tak percaya.
"Dia yang punya Ramiro Tractors?" pekik Elvano.
"I-iya, Bang," ucap Bian canggung.
"Masih muda banyak usahanya ya?" tanya Bastian.
"Saya mengajarkan anak-anak saya bisnis saat usia mereka 15 tahun, dua anak lelaki saya memiliki perusahaan masing-masing yang dibangun sendiri," ucap Alvaro membuat Bastian tersenyum mengangguk paham, Bastian sangat mengenal Alvaro Bintang Ramiro.
"Baiklah, bertanggung lah penuh pada puteri saya, bahagiakan dia, pastikan jangan sampai ada kesakitan yang puteri saya terima darimu, jangan pernah bermain kekerasan fisik pada anak saya, karena saya tak segan akan membunuh kamu jika itu terjadi," ucap Bastian tegas pada Bian.
"Baik, Om, saya berjanji," ucap Bian tegas.
"Awas kalau adik saya mengadu disakiti olehmu, akan saya kirim kamu ke neraka well," ancam Elvino pada Bian.
"Abang," ucap Sera memperingati nakal sulungnya itu.
"Ayu nggak ikut, kenapa Ro?" tanya Sera pada ayah Bian.
"Nemenin Syaqi, anakmu, sendirian kasian, tega kau membiarkan anak perempuan tinggal sendiri," ucap Alvaro menatap Bastian.
"Haha, bukan tega, Ro, Syaqi tak betah disini, makannya dia sendiri di Bandung," ucap Bastian.
"Tetap saja kau tega, Bastian," ucap Alvaro.
"Jadi kapan kita bicarakan tentang pernikahan anak kita?" tanya Sera bunda Syaqila.
"Secepatnya, besok, boleh," ucap Alvaro.
"Tapi saya pastikan dulu, kau tak akan marah kan pada Syaqi, amarahmu selalu meledak-ledak, aku khawatir Syaqi dan cucuku bisa kena mental langsung melihatmu mengamuk?" tanya Alvaro waspada membuat Bastian tertawa.
"Hahaha, konyol kau Varo, tentu saja saya tak akan memarahi puteriku, aku tahu batasan Ro, sekarang aku tak sekejam dulu," ucap Bastian.
"Yah, walau aku kecewa, tapi tak apa, anakmu sudah mau bertanggung jawab kan, jadi ya saya harus bisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada, saya pun tak ingin melihat Syaqi tertekan apalagi saat ini dia sedang mengandung," ucap Bastian dengan sedikit sedikit sendu, membuat Bian menunduk merasa bersalah.
"Kau harus berjanji padaku Abian, kau akan benar-benar menjaga puteriku lebih dari aku menjaganya, bahagiakan dia melebihi kebahagiaan yang aku berikan kepadanya, tidak peduli berapa usiamu, kau sudah membuat anakku mengandung anakmu, maka mulai detik ini, kau tertuntut keras menjadi pria dewasa, layakkan dirimu menjadi suami dan seorang ayah muda," uacp Bastian pada Bian dengan tegas.
"Baik, Om, saya mengerti, saya berjanji akan menjaga dan membahagiakan puteri Om, saya akan buktikan bahwa saya layak menjadi pasangan puteri Om, Bastian," ucap Bian tegas, bisa Bastian lihat kesungguhan Abian yang tulus membuatnya mengangguk tersenyum.
Lega rasanya sudah berhasil membereskan satu persatu misinya.
***
Plak…Plak…
Miranda, ibu dari Manda, menampar Manda dengan sangat keras di pipi kiri dan kanan Manda sampai meninggalkan bekas memerah di pipi Manda, Dandi dan kedua orang tuanya kaget tak menyangka gerakan cepat Miranda menampar Manda, Putri, ibunda Dandi langsung memeluk Manda menghalangi Miranda yang hendak akan memukul Manda lagi.
"Hei, tak usah melakukan kekerasan, sadarlah dia anakmu," ucap Putri melotot pada Miranda.
"Maka dari itu dia anakku maka, wajar untukku menghajarnya, karena dia sudah membuat malu keluarga ku, anak kurang ajar dasar kamu ya," Ucap Miranda menarik rambut Manda membuat Manda meringis kesakitan.
"Tante, Tante, saya mohon hentikan sikap brutal Tante, saya yang salah, bukan Manda," ucap Dandi sambil menepis kasar tangan Miranda yang menarik rambut Manda.
"Iya memang kau juga salah bocah bajingan, kau dan anak ini sama-sama anak bodoh yang tidak berguna," ucap Miranda menatap marah Dandi.
"Iya kalau begitu, jika anda ingin memukul, pukul saja anak saya, dia yang salah, jangan anda pukul Manda anak anda seperti ini dong," ucap Putri marah masih memeluk Manda
"Diam kalian," teriak Miranda .
Doni ayah Manda dan Dimas masuk kedalam ruang rawat Manda.
"Ma, jangan marah seperti ini, kasian Manda," ucap Doni menahan Miranda yang sedang menarik baju Manda.
Dimas murka saat melihat sudut bibir Manda putrinya berdarah, lalu Dimas menatap Miranda tajam.
"Kau memukulnya?" tanya Doni.
"Iya, kenapa? dia wajib di hajar karena sudah membuat nama baik saya malu," ucap Miranda menantang pada Doni suaminya.
Doni hendak memukul Miranda namun ditahan Dimas ayah Dandi.
"Jangan, anda pria," ucap Dimas pada Doni.
Miranda dan Doni, langsung bertolak ke indonesia saat mendengar kabar Manda masuk ke rumah sakit, Miranda langsung murka saat mengetahui Manda yang tengah mengandung, Miranda adalah orang yang sangat menjaga nama baiknya, privasinya pun sangat terjaga, dengan kejadian Manda yang hamil diluar nikah seperti ini, membuat Miranda merasa harga dirinya sudah dihancurkan oleh anaknya sendiri.
"Mati saja kamu, Manda," ucap Miranda menarik selang infus Manda sampai membuat tangan Manda berdarah cukup banyak.
"Astaga, Tante hentikan!" ucap Dandi mendorong Miranda .
"Sialan," umpat Dandi langsung keluar memanggil suster dan dokter.
"Cukup Miranda," ucap Doni keras membuat Miranda diam menatap benci Manda yang menangis kesakitan.
"Astaga darahnya," ucap Putri khawatir.
"Pak Doni, sebaiknya anda bawa wanita gila ini keluar sekarang juga, masalah pernikahan akan diurus pihak saya nanti, saya hanya butuh Pak Doni untuk menjadi wali nanti, wanita itu, tidak usah anda hadirkan nanti," ucap tajam Putri menatap tajam Miranda.
"Heh, jangan kamu pikir saya mau datang ke pernikahan anak-anak bodoh tak bermoral ini ya, waktu saya terlalu berharga," ucap Miranda kemudian berjalan keluar ruang rawat Manda .
"Saya hubungi nanti," ucap Doni.
"Sayang, ayah pergi dulu, nanti ayah kembali ya, nak," ucap Doni membelai rambut Manda dan kemudian pergi keluar menyusul sang istri.
Tak lama kepergian Miranda Dandi datang bersama dokter dan 2 suster sekaligus, dokter dan suster tersebut kaget melihat tangan Manda yang berlumuran darah.
"Astaga, ini agak robek," ucap sang dokter membuat bunda Putri dan Dimas khawatir.
"Bagaimana ini, Dok?" tanya Putri sambil menangis khawatir, Manda sendiri hanya bersandar pada dada Putri dengan wajah pucat dan lemas.
"Harus dijahit," ucap sang dokter.
"Sus, siapkan peralatannya ya segera," ucap sang dokter.
"Bius sebentar dong, Dok, kasihan nanti kesakitan," ucap Dandi agak sewot pada sang dokter.
"Baik, anda tenang ya, kalian boleh tunggu diluar dulu sebentar, biar kami obati dulu pasien," ucap sang dokter.
Dandi dengan ragu meninggalkan Manda sendirian.
"Hiks, kasihan banget ini anak punya ibu segila wanita tadi, Yah," ucap Putri memeluk sang suami Dimas.
Tak lama Citra, kakak Dandi datang bersama Deo, suaminya.
"Kenapa Bunda menangis?" tanya Citra khawatir.
"Manda kenapa?" tanya Citra semakin khawatir.
"Tadi ibunya Manda datang, ngamuk menghajar dan menampar Manda, sampai infus Manda di tarik menyebabkan tangan Manda sobek, Kak, hiks," ucap Bunda membuat Citra menutup mulutnya kaget.
"Gimana sekarang keadaan Manda?" tanya Deo pada Dandi.
"Lagi ditangani dokter," ucap Dandi.
"Kok ada Ibu yang sekejam itu? marah boleh, tapi nggak harus main fisik, Manda pasti shock berat," ucap Citra khawatir, Citra kebetulan merupakan seorang Psikiater.
tiga puluh menit mereka menunggu dengan resah, akhirnya dokter dan suster keluar dari kamar rawat Manda, membuat Dandi langsung menghampiri sang dokter.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Dandi.
"Sudah membaik, hanya saja saya rasa psikisnya terguncang hebat akibat kekerasan tadi, dokter Citra, seorang psikiater, tentu akan sangat paham," ucap dokter Bobi.
"Keadaan kehamilannya bagaimana?" tanya Citra pada dokter Bobi.
"Janinnya kuat, hanya saja tetap harus waspada, tentu keadaan stres akan mempengaruhi kesehatan janinnya, saya sarankan saudari Manda menjalankan rawat inap selama 4 hari kedepan, mengingat tekanan darahnya sangat rendah tadi, di 85/ 80," ucap dokter Bobi.
"Astaga, rendah sekali, pasti akan terasa sangat pusing," ucap Putri sedih.
"Maka dari itu, pasien harus bedrest total," ucap dokter Bobi.
"Baiklah, Dok, tolong lakukan perawatan yang terbaik untuk Manda," ucap Dimas.
"Pasti, tentu kami tim medis akan semaksimal mungkin melakukan yang terbaik agar pasien segera pulih," ucap dokter Bobi.