Abian benar-benar membawa Syaqi pulang ke rumah Syaqi, saat ini Syaqi sedang terbaring dengan mata yang tertutup rapat, Syaqi tertidur saat dalam perjalanan pulang tadi, dia merasa sangat lelah dan sangat shock tentunya.
Bian memandang wajah Syaqila yang terlihat pucat, jika diperhatikan lebih detail, memang ada perubahan kecil pada Syaqi, tubuh rampingnya sedikit lebih berisi, sinar wajahnya pun terlihat bercahaya, Bian pernah mendengar dari orang, katanya, wanita hamil wajahnya akan terlihat bercahaya dan Bian percaya itu sekarang, mata Bian tertuju pada perut rata Syaqi yang tertutup selimut biru muda.
"I will be a young father," gumamnya dengan senyum yang perlahan mengembang.
Aneh memang, kebanyakan abg akan stres menghadapi masalah yang saat ini Bian hadapi, namun justru Bian malah merasa senang dan bangga pada dirinya sendiri, mungkin karena dia sudah merasa mampu untuk menjadi ayah, Tak lama, lamunan Bian buyar karena mendapatkan telepon dari sang ayah, Alvaro.
"Halo Yah," jawab Bian agak nervous.
"Dimana kamu Bian? kami dirumah?" tanya sang ayah di telepon.
"Dirumah Syaqi, keadaannya lagi kurang baik, sebentar Bian pulang sekarang," ucap Bian.
"Tak usah, kami saja yang kesana, dimana alamatnya?" tanya Alvaro.
"komplek Wangsakerta c1 no 17, sebelah komplek rumah kita," ucap Bian.
"Oke," sang ayah pun menutup teleponnya,
Bian menghela nafasnya bersiap-siap dengan kemungkinan ayahnya dan kakak lelakinya akan menghajarnya, tapi tak apa, hal tersebut sudah Bian siapkan mental untuk menghadapinya, demi Syaqi.
15 menit berlalu, mobil Ayah Bian pun sampai di depan rumah Syaqila, membuat Bian, ayah Bian datang bersama sang istri Ayudia, dan kedua kakak Bian, Erland dan Avika.
"Bawain tas kerja bunda, Kak," ucap Ayu pada sang anak Avika.
Bian menghampiri mereka dengan wajah sedikit pucat karena tidak bisa di elak, dirinya pun ada perasaan sedikit takut, Bian menyalami semuanya.
"Ini nih anak bungsu bunda yang bandel," ucap Ayu sambil menjewer kuping Abian.
"Aaaa, ampun, Bunda, Sakit," ringis Bian, jeweran bunda Ayu memang top.
"Bisa ya, landasan cinta buat kamu tega menghamili anak orang," omel Avika pada sang adik.
"Ya namanya juga berusaha," ucap Bian ketus sambil memegang kupingnya yang merah.
"Iya, berusaha menjebol sampai mencetak gol, dahsyat memang isi otak kamu," ucap Erland sambil merangkul leher Bian kencang.
"Ahh, Bang, sakit, Bang, ampun," ucap Bian .
"Buruan temuin kita sama ceweknya," ucap Erland menggusur Bian masuk.
"Abang, udah, lepas, jangan bikin gaduh, ini rumah orang," ucap Alvaro membuat Erland melepaskan Bian.
Mereka Pun masuk kedalam rumah Syaqi, disambut asisten rumah tangga di rumah Syaqi.
"Terimakasih, Mbak," ucap Ayu ramah
"Dimana sekarang Syaqi nya?" tanya Ayu pada Bian.
Ayudia menyerngit menatap foto keluarga yang terpajang di ruang tamu,
"Eh, Yah, ini bukannya Sera ya?" ucap Ayudia mendekati foto tersebut.
"Eh iya, Bun, itu Tante Sera," ucap Avika memekik.
"Iya, Bun itu Bastian," ucap Alvaro.
"BIAN!," teriak bunda Ayu.
"Kamu ngehamilin anak sahabat bunda dan ayah," ucap Ayudia memekik.
"Hah?" tanya Bian tak mengerti.
"Ini kan perempuan yang kamu hamili?" tanya bunda Ayu menunjuk foto Syaqi disana.
"Iya, Sayqila," ucap Bian polos.
"Iya, orang tua Syaqila itu, sahabat bunda sama ayah waktu SMA," ucap Ayu girang.
"Dih, Bunda malah girang," ucap Avika kesal.
"Senang lah, dapet cucu dari anak sahabat, masa nggak seneng?" ucap Ayu tanpa beban membuat Erland dan Avika melongo.
"Dimana sekarang Syaqinya?" tanya bunda Ayu.
"Dikamar tamu, itu," ucap Bian sambil berjalan menuju kamar yang ditempati Syaqi.
Bunda Ayu, ayah Alvaro, Erlan dan Avika masuk kedalam kamar besar tersebut, Ayu langsung menghampiri Syaqi yang sedang tertidur dan terlihat pucat.
"Aduh, kasian, pucat gini dia," ucap Ayu.
"Mana tas bunda, Kak?" tanya Ayu membuat Avika mendekat memberikan tas yang berisi alat-alat medis bundanya.
Ayu merupakan seorang dokter kandungan di salah satu rumah sakit di Jakarta, Ayu memeriksa Syaqila, lalu menatap Bian tajam.
"Kamu apain dia, sampai shock gini," ucap Ayu menatap tajam anak bungsunya itu.
"Nggak aku apa-apain, Bunda, suer," ucap Bian polos.
"Kena mental kali dia, saat tahu hamil anak bocah gendeng ini," ucap Erland sambil menjitak pelan Bian membuat Bian memberengut kesal.
"Dia bekerja ya?" tanya Avika.
"Hm, di Bank," ucap Bian.
"Kecapean kayaknya, Bun ni anak," ucap Alvaro.
"Bisa jadi, Yah, darahnya agak rendah," ucap Ayu. membuat Bian khawatir.
"Kayaknya Syaqi seumuran Avika deh," tebak Avika.
"Memang, 22 tahun," ucap Bian.
"Pantes ya, kamu nekat bikin bunting ni cewek, cantik banget," ucap Erland memperhatikan Syaqi.
"Heh, jaga matanya," peringat Bian pada Erland sambil menatapnya tajam.
"Hehe, pawangnya ngamuk, tenang, abang kan udah ada gebetan, muji aja tadi" ucap Erland.
"Bian, dia tinggal sendirian?" tanya Avika.
"Iya, orang tuanya kan di luar pulau jawa, lupa dimananya mah," ucap Bian membuat Bian menatap Syaqi iba.
"Kasian, lagi shock sendirian lagi," ucap Avika.
"Bawa kerumah saja, Bian, nanti Bunda rawat, darah rendahnya perlu pengawasan, Bunda takut dia kecapean nanti malah terjadi hal-hal yang buruk padanya" ucap Ayu membuat Bian mengangguk setuju.
Bian pun menggendong Syaqi yang masih tertidur dengan hati-hati menuju mobil, Avika sigap membukakan mobil untuk Bian dan Syaqi.
"Kamu masuk, biar abang yang bawa mobil," uacp Erland.
Mereka pun membawa Syaqi menuju rumah Bian, untuk dirawat oleh bunda Ayu sementara waktu, setelah keadaan Syaqi membaik, mereka berencana untuk mendatangi kedua orang tua Syaqi di palembang.
Syaqi di tempati di kamar tamu yang ada di rumah Bian, saat Bian membaringkan Syaqi di ranjang king size itu pun, Syaqi melenguh, menyerngit merasa pusing di kepalanya.
"Pusing ya?" tanya Bian setengah berbisik, membuat Syaqi membuka matanya perlahan dan menatap wajah Bian dari sedekat itu.
"Kamu masih disini?" tanya Syaqi serak.
"Tentu, mana bisa aku pergi, dengan keadaan kamu yang seperti ini," ucap Bian membuat Syaqi sedikit tersenyum.
Syaqi menatap sekitarnya dan menyerngit bingung.
"Ini dimana?" tanya Syaqi.
"Dirumah aku," ucap Bian membuat Syaqi melotot kaget hendak langsung bangun.
"Tenang, nggak apa-apa, jangan panik," ucap Bian menahan Syaqi yang hendak bangun.
"Tapi…?"
"Sudah bangun ya?" tanya Ayu sambil tersenyum menatap Syaqi, membuat Syaqi menatap Bian tanya.
"Bunda," ucap Bian membuat Syaqi meremas kerah baju Bian dengan keras.
"Gimana? masih pusing, Sayang?" tanya Ayu sambil memeriksa suhu badan Syaqi dengan menyentuh kening dan leher Syaqi.
"Jangan takut, Bunda nggak marah kok, nggak akan jahatin kamu," ucap Ayu mengerti pemikiran Syaqi, tentu saja Ayu mengerti, wajah ketakutan Syaqi sangat terlihat jelas.
"Kebetulan Bunda ku, dokter kandungan, pas tadi kamu tidur, Bunda periksa kamu, dan Bunda bilang darah kamu rendah, dan Bunda mau merawat kamu," ucap Bian sambil pelan-pelan melepaskan tangan Syaqi yang meremas kerah bajunya.
"Jangan takut, bunda nggak akan marah-marah sama kamu, Sayang, justru bunda harusnya yang di marahin kamu, karena anak bungsu bunda sudah nakalin kamu," ucap Ayu menatap Syaqi menyesal
"Syaqi sudah bangun, Bun?" tanya Alvaro dari ambang pintu.
"Sudah, Yah, masuk sini, Yah," ucap Ayu, Alvaro pun masuk dan menghampiri Syaqi dengan wajah yang tersenyum hangat.
"Gimana keadaannya? Better?" tanya Alvaro dan Syaqi hanya mengangguk canggung.
"Syukurlah," ucap Alvaro lega.
"Sementara waktu, ayah mau, Syaqi disini dulu ya, dirawat sama Bunda, urusan bertemu kedua orang tuamu, biar ayah dan Bian besok yang urus, Syaqi nggak boleh stres, kasihan cucu ayah, nanti ikut sedih," ucap Alvaro sambil mengelus rambut Syaqi dengan sayang.
Syaqi memejamkan matanya menikmati belaian sayang ayah Bian, ini yang dia dambakan dari ayahnya selama ini, air matanya tanpa permisi menetes, kata-kata ayah Bian membuat hati Syaqi bergetar apalagi di saat ayah Bian berkata 'Syaqi nggak boleh stres, kasihan cucu ayah nanti ikut sedih'
Tak Syaqi duga kedua orang tua Bian menerima dirinya dan calon anaknya, Syaqi merasa berdosa mengingat dirinya sudah menduga hal-hal jahat mengenai kedua orang tua Bian, Syaqi bisa merasakan sifat penyayang kedua orang tua Bian, sungguh orang tua impian untuknya.
"Jangan stres, jangan nangis ah kasihan dedek bayinya," ucap Ayu sambil menghapus air mata Syaqi dengan lembut.
Tak lama Erland dan Avika masuk sambil membawa kantong belanjaan.
"Bunda, eh, udah bangun ya," ucap Avika saat melihat Syaqi yang dipeluk sang Bunda.
"Hai, aku Avika, kakak Bian," ucap Avika ramah, membuat Syaqi tersenyum canggung pada Avika.
"Ini, Bang Erland, kakak sulung kita," ucap Avika membuat Erland tersenyum pada Syaqi.
"Oh, ya Bun, ini susunya kita beli semua merek dan semua rasa satu-satu, takutnya nanti nggak cocok, jadi aku beli semua," ucap Avika memberikan kantong kresek itu pada sang Bunda.
"Iya, bagus, nggak apa-apa, makasih Kak," ucap Bunda .
"Syaqi makan ya? belum makan kan?" tanya Ayu membuat Syaqi menggeleng.
"Nanti Bunda ambilin," ucap Ayu.
"Nggak usah, biar Bian aja," ucap Bian sambil berdiri keluar dari kamar .
"Syaqi," ucap Avika sambil duduk di samping Syaqi dan menggenggam tangan Syaqi.
"Maafin Bian, karena Bian udah rusak kamu, mungkin kejadian ini membuat hidup kamu jadi berantakan, atau tujuan masa depan kamu jadi berubah," ucap Avika sendu, membuat Syaqi menunduk.
"Tapi kami harap, kamu nggak melakukan hal konyol demi menghilangkan calon keponakan kami, mungkin kamu belum siap ya, itu wajar, tapi kami bakal jadi garda terdepan buat bantu kamu menghadapi ini semua, sekali lagi, saya, kakak paling besar Bian, mohon maaf yang sebesar-besarnya, atas perbuatan nakal Bian sampai membuat kamu harus hamil seperti ini," ucap Erland membuat Syaqi menghela nafas nya pelan dan mengangguk kecil.
"Saya nggak ada niat untuk membunuh anak saya sendiri kok, insya allah, saya bisa menerima takdir saya ini," ucap Syaqi serak, isakannya mulai kembali terdengar, membuat Avika memeluknya sambil mengusap bahu Syaqi.
"Hanya saja, awalnya saya menyembunyikan ini, karena saya masih takut jujur kepada kedua orang tua saya, juga Bian, saya pernah berniat akan menanggungnya sendiri saja, karena Bian masih berhak untuk meraih masa depannya, saya takut, jika saya meminta pertanggung jawaban Bian, pendidikan dan masa depan Bian akan terganggu, sungguh, saya nggak apa-apa, kalau Bian nggak tanggung jawab," ucap Syaqi menahan isakannya.
"No, Sayang, tidak seperti itu, biar bagaimanapun, Bian harus menikahi kamu, dan Bian itu memang keinginan Bian, Bukan?" tanya bunda Ayu.
"Sudah seharusnya Bian bertanggung jawab, Nak, jangan berpikir untuk memberatkan diri sendiri, Sayang, jangan yah, anakmu berhak mempunyai ayah, dan mengenal ayahnya," ucap Alvaro membuat Syaqi semakin terisak.
"Ssstt, sudah, jangan menangis, keponakanku akan ikut bersedih nanti, hiks," ucap Avika mengeratkan pelukannya pada Syaqi.
"Ayah pastikan Bian akan bertanggung jawab sepenuhnya, dan masa depannya pun tetap berjalan, jangan takut Syaqi, tugas kamu hanya jaga dengan baik calon cucu pertama ayah yang ada di perutmu itu, jangan bersedih, kamu harus bahagia," ucap Alvaro pada Syaqi.
"Dah, sedihnya, sekarang bunda mau tau, kamu lagi ngidam nggak?" tanya Bunda menatap Syaqi antusias, membuat Syaqi menghapus air matanya dan menatap bunda.
"Ada yang sedang sangat kamu inginkan?" tanya bunda Ayu lagi.
"Ya, ada," ucap Syaqi.
"Ketan bakar," ucap Syaqi tiba-tiba antusias, memang mood wanita hamil sering dan cepat berubah, bunda Ayu memaklumi itu.
"Ketan bakar dimana?' tanya ayah Alvaro menyerngit.
"Lembang," ucap Syaqi.
"Ah iya, disana banyak ketan bakar enak-enak, mau kesana sekarang?" tanya bunda Ayu.
"Iya, sekarang saja, aku rindu suasana Lembang saat malam hari," ucap Avika antusias membuat Syaqi mengangguk setuju sambil tersenyum.
"Nanti dulu, makan dulu," ucap Bian sambil membawa satu piring nasi beserta lauk pauknya dan segelas air mineral.
"Iya deh iya, ayo, ayo kita keluar dulu, kita siap-siap saja dulu, sambil nunggu mereka selesai," ucap Ayu sambil menggiring semuanya keluar dari kamar tersebut.
"Bagus, ngerti," ucap Bian.
"Awas kamu, jangan bikin nangis Syaqi ya," ucap bunda Ayu tajam pada Bian membuat Syaqi terkekeh.
Bian mendekat pada Syaqi sambil meletakan gelas berisi air di meja nakas.
"Aku suapin?" tanya Bian pada Syaqi membuat Syaqi mengangguk.
Bian pun dengan telaten menyuapi Syaqi makan sampai selesai.
"Udah, aku kenyang," ucap Syaqi setelah berhasil menelan 9 sendok makan.
"Dikit lagi," ucap Bian.
"No, aku eneg Bian," ucap Syaqi mengeluh, Bian langsung memberikan segelas air pada Syaqi.
"Bian,"
"Hm?"
"Manda kemana ya?" tanya Syaqi lirih.
"Kok hari ini Manda nggak ada kabar," ucap Syaqi sedikit merengek,
"Manda baik-baik saja, sama seperti kita, Manda sedang bertemu dengan kedua orang tua Dandi," ucap Bian bohong.
Sebenarnya tidak bohong, hanya saja keadaan Manda yang kurang baik, Dandi mengabari Bian, Manda masuk rumah sakit karena mencoba menggugurkan kandungannya, namun syukur, kandungannya bisa diselamatkan, walau sempat terjadi pendarahan pada Manda.
Bian tak mau Syaqi tahu dulu, karena posisi Syaqi pun sedang kurang baik, dan Dandi bisa mengerti itu, Bian sedikit bersyukur, Syaqi tidak melakukan aksi nekat yang dilakukan Manda, Bian berpikir, kelak anaknya akan merasa beruntung karena memiliki ibu setulus Syaqi, ya, tadi Bian mendengar obrolan Syaqi dan bundanya.
Bian tak menyangka, Syaqi memikirkan nasib masa depannya padahal dirinya lah tersangka penghancur hidupnya, sungguh wanita yang dia cintai ini adalah wanita tulus, sangat tulus seperti bundanya.