"Ghea!" Panggilan dari Haris membuat Ghea menghentikan sejenak aktivitasnya yang sedang mempersiapkan keperluannya untuk mulai bekerja besok hari.
Ghea juga tak bisa menampik kalau dia sedikit keberatan dengan keputusan Firma Hukum Bagaskara dan Rekan, tapi dia tak boleh mengeluh karena apa yang telah dia dapatkan selama ini mungkin saja merupakan impian untuk para pengangguran di luar sana.
"Iya, Mas," jawab Ghea lalu merangkak naik ke pusaran ranjang mengambil posisi ternyaman di samping sang suami. Dia membiarkan saja bajunya yang kini berserakan di depan lemarinya.
"Ingat kamu kerja hanya untuk mengusir rasa sepimu. Kamu nggak boleh stress. Aku tidak memaksamu untuk memberikanku anak sekarang. Tapi program kehamilanmu tetap harus terlaksana. Mengerti?" tanya Haris penuh dengan penekanan di setiap katanya. Dan si penurut yang saat ini sedang meletakkan kepalanya di dada bidang sang suami hanya bisa mengangguk.
"Eh … itu baju-baju kenapa nggak kamu bereskan?" tanya Haris saat mendengar suara dengkuran dari Ghea. Apakah wanita ini memang benar-benar terlelap atau sekedar akting. Namun satu yang pasti Haris adalah orang yang paling menjunjung tinggi sebuah kebersihan.
Kalau sudah begini, dialah yang harus turun gunung untuk sekedar membersihkan apa yang tadi ditinggalkan oleh Ghea.
"Ghea, aku tahu kamu sedang pura-pura tidur saja." Tapi yang terlontar dari mulut Haris itu tidak mendapat respon apa-apa dari Ghea.
"Apa susahnya sih jaga kebersihan, sayang?" tanya Haris yang masih berusaha untuk menata kembali baju-baju milik Ghea agar bisa rapi, meski dia tahu kalau hal tersebut tidak akan berlangsung lama.
"Aku memang adalah orang yang tak bisa menjaga kebersihan, karena yang aku tahunya hanyalah menjaga cintaku padamu agar tetap bersemi dari waktu ke waktu." Haris hanya geleng-geleng kepala, dugaannya memang benar kalau Ghea tidaklah tertidur.
"Gombal," ujar Haris seraya memutar kedua bola matanya jengah.
Begitulah Ghea dan Haris dua orang yang saling menyempurnakan satu sama lain. Bak mata uang yang memiliki sisi berbeda begitu juga Haris dan Ghea. Jangan mencari yang sempurna, tapi carilah yang menutupi kekuranganmu. Sehingga dengan kehadirannya kamu merasa sempurna.
~~~
Seharusnya hari ini menjadi hari yang membahagiakan untuk Ghea karena sebentar lagi dia akan memulai hidup barunya di Firma Hukum yang baru dan dengan jabatan yang lebih tinggi dari sebelumnya. Tapi senyum renjananya tidak lagi tersungging di bibir ranumnya kala dia menyadari sang suami sudah berangkat untuk bekerja dan akan kembali lima hari lagi.
Dengan sangat terpaksa kali ini Ghea harus berangkat sendiri ke kantor.
"Semangat, Ghe! Ini masih terlalu pagi untuk kamu mengeluh." Seperti itulah cara Ghea menyemangati dirinya sendiri.
Dengan setengah menggerutu akhirnya Ghea turun juga dari ranjangnya untuk segera mandi. Dia tidak boleh terlambat, apalagi dari semalam Suci seakan tak jenuh untuk memperingatkan Ghea untuk datang tepat waktu ke kantor. Boleh datang cepat, tapi tidak boleh datang terlambat. Mungkin ini juga alasan kenapa Ghea memilih untuk membuat gawainya dalam mode pesawat.
Suci di mata Ghea untuk saat ini tak ubahnya seperti alarm berjalan, yang membisingkan. Sangat patut untuk dihindari. Tiga puluh menit berlalu kini Ghea sudah tampak rapi.
Kemeja lengan panjang berwarna fanta, rok selutut berwarna hitam, dan blazer berwarna hitam juga membungkus tubuh cantiknya. Siapapun yang melihat Ghea saat ini pasti akan tersihir dengan pesonanya.
Setelah dirasanya semua sudah siap, kini Ghea membawa langkahnya untuk menuruni anak tangga demi anak tangga untuk bisa sampai ke lantai dasar rumahnya.
Wanita yang mulai hari ini resmi menjabat sebagai Partner Muda dan berada satu team yang sama dengan sang atasan yang tak lain tak bukan adalah Malik Bagaskara membawa kedua manik matanya untuk melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya saat ini. Masih ada 45 menit lagi sebelum jam masuk kantor.
Niat Ghea untuk segera meninggalkan rumah, terurungkan begitu saja saat melihat ada kotak bekal di meja ruang tamu. Tidak perlu bertanya siapa dalangnya tentu saja adalah sang baginda raja yang kini bertahta dengan sangat manisnya di sanbari Ghea saat ini, siapa lagi kalau bukan Haris Dermawan.
Kenapa harus di ruang tamu dia meletakkan kotak bekalnya, kenapa bukan dapur? Mungkin jawaban yang paling mudah untuk dicerna adalah karena ruang tamu sudah pasti dilalui oleh Ghea saat hendak ke kantor.
Senyum renjana kembali tersungging di bibir ranum Ghea hanya karena sekotak bekal yang dibuatkan Haris untuknya. Haris memang paling tahu caranya meluluhkan hati Ghea meski lewat perlakuan yang sederhana, tapi bisa membuat Ghea merasa amat dicintai.
"Terima kasih, Mas!" ucap Ghea dengan tulusnya.
Kini Ghea benar-benar siap-siap untuk melalui harinya. 20 menit membelah jalanan ibu kota akhirnya Ghea sampai juga di tempat yang akan menjadi tempat dia mengais rezeki untuk beberapa waktu ke depan.
"Bagaskara I'm coming!" Ghea kemudian memantapkan langkahnya untuk masuk ke dalam gedung yang menurut penelusurannya di dunia maya memiliki 5 lantai.
"Permisi, Mbak. Saya, Ghea Laurensia," ucap Ghea dengan dengan senyum ramahnya pada resepsionis yang berada tepat di hadapannya kini.
Hal serupa juga dilakukan oleh seorang wanita yang mungkin lebih tua dua tahun darinya. "Yang berada di satu team yang sama dengan pak Malik, 'kan?" tanya wanita yang memiliki nama Nurul Ramadhani.
Ghea hanya menjawab pertanyaan sang resepsionis lewat gerakan kepala naik turun sebagai pembenaran.
"Mbak bisa tunggu di sana, soalnya para petinggi belum datang," jelas Nurul dengan nada sesopan mungkin.
"Petinggi?" ulang Ghea dengan terbata-bata. Sekujur tubuhnya dengan mendadak tremor saat mendengar kata keramat tersebut.
"Pak Malik, Pak Akbar dan juga Bu Suci." Ghea dapat bernapas lega saat mengetahui salah satu orang yang cukup dia kenal baik selama ini, yaitu Suci Indah Lestari.
"Oh … kalau begitu saya tunggu mereka di sana saja."
Ghea pun membawa dirinya duduk di sofa yang terdapat di lobi Firma Hukum Bagaskara dan Rekan. Lima belas menit berlalu tak ada satu pun petinggi Firma Hukum ini yang dimaksud itu menunjukkan batang hidungnya. Ghea sungguh ingin mengeluarkan sumpah serapahnya, tapi hal itu urung karena jarak dari 5 meter, kedua manik matanya bisa melihat seorang pria yang tak asing di matanya.
Bersambung ….