Chereads / Friendship With Forbidden Love / Chapter 6 - Pencapaian Tertinggi Malik

Chapter 6 - Pencapaian Tertinggi Malik

DEG~~~

Relung hati terdalam milik Malik seperti sedang diberikan pukulan tak kasat mata. Sungguh sakit relung hati terdalam Malik saat melihat foto yang digunakan oleh Ghea sebagai display picturenya.

Foto itu tidak lain dan bukan adalah foto pernikahan Ghea dan lelaki yang Malik anggap sebagai laki-laki yang paling beruntung di dunia ini karena berhasil memiliki Ghea sebagai istrinya.

Malik sepertinya lupa kalau sebentar lagi dia dan juga Akbar akan ada meeting dengan salah satu calon client yang akan mempercayakan perkaranya untuk ditangani oleh Firma Hukum milik keluarganya  dengan dan pastinya akan memberikan fee yang tidak sedikit jika perkara ini sukses ditangani oleh Malik sebagai leadernya.

Atensi Malik terus saja tertuju pada gawainya yang sedang dia genggam dengan sangat erat tersebut. Memperbesar lalu mengembalikannya ke ukuran normal dan hal tersebut terus saja Malik ulang tanpa adanya rasa jenuh.

Apa yang sebenarnya sedang Malik lakukan? Apakah, dia sedang membandingkan dirinya dengan laki-laki yang wajahnya muncul di display picture milik Ghea. Ada rasa sakit yang tak bisa untuk dijabarkan manakala Malik melihat wanita yang amat dicintainya itu berpose dengan jarak yang sangat dekat mungkin jika itu nyata, sekali saja Ghea bergerak maka akan ada penyatuan antara bibir Ghea dan bibir lelaki itu.

Hati Malik seperti sedang diiris sembilu saat melihat hal tersebut. Ada rasa sakit yang tak dapat Malik implementasikan lewat-kata. Sakit, perih, dan hancur melebur jadi satu dalam sukmanya saat ini.

"ARGH!" Kalau seperti ini terus bisa saja Malaikat Izrail datang lebih cepat untuk menjemputnya. Tidak, Malik tidak ingin pergi sebelum merasakan cinta dari Ghea. Dan Malik akan melakukan segala cara agar bisa memiliki Ghea.

KREK~~~

Pintu ruangan Malik terbuka tanpa ketukan terlebih dahulu. Tidak perlu bertanya dalangnya siapa, hanya tiga kemungkinannya yaitu Suci, Akbar juga Andra. Tiga aset penting yang dimiliki oleh Firma Hukum Bagaskara saat ini. Suci dengan gagasan dan idenya yang cukup brilliant, Akbar yang mampu melobi calon client mereka, dan Andra yang serba bisa.

Benar saja dugaan Malik kalau yang memasuki pintu ruangannya itu adalah salah satu dari aset berharga Firma Hukum paling bergengsi di ibu kota ini, siapa lagi kalau bukan sang adik sepupu, Akbar Maulana Bagaskara.

"Masih setengah jam lagi," ucap Malik setelah melirik jam yang saat ini melingkar di pergelangan tangannya.

"Aku ke sini bukan untuk membahas pekerjaan." Akbar seperti tidak gentar untuk berbicara sedemikian lantangnya pada orang yang paling disegani di Firma ini.

Malik yang saat ini sedang berdiri membelakangi Akbar dibuat menghembuskan napasnya secara kasar. Malik tahu kalau dia dan Akbar adalah orang yang paling keras kepala, mereka akan mempertahan apapun yang menjadi dasar pemikiran mereka bahkan sampai ke titik terendah yang mereka miliki. Tentu saja gengsi mendasari itu semua.

Sebelum berbalik menghadap ke Akbar, Malik tampak menghela napasnya secara kasar. Hal itu dapat dengan jelas oleh kedua manika mata gelap milik Akbar. Mungkin sebentar lagi pertikaian tak terelakkan akan terjadi pada dua orang kakak beradik ini.

"Ini kantor, bukan rumah. Ini tempat untuk bekerja, bukannya bergosip." Akbar menarik sebelah ujung bibirnya membentuk sebuah senyum durjana ketika mendengar kata demi kata yang terucap dari mulut sang kakak. Apakah seorang Malik Ibrahim sedang mengajari sang adik bagaimana caranya untuk menjilat ludahnya sendiri?

"Ck! Lalu tadi di ruangan Suci kamu sebut apa itu, Kak?" tanya Akbar dengan nada penuh tantangan. Dia sampai dengan beraninya berkacak pinggang di hadapan orang yang telah dianggapnya sebagai seorang kakak kandung.

Malik mati kutu, dia tak punya kata yang tepat untuk menimpali apa yang baru saja dikatakan oleh Akbar. Sungguh serangan yang sangat tiba-tiba, sehingga untuk sekedar mengelak saja, Malik tak memiliki kesempatan.

"Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Malik dengan nada ketus. Raut wajahnya terlihat sangat kusut seperti baju yang belum terjamah oleh setrikaan panas.

Malik kemudian membawa dirinya ke kursi kebesarannya. Sedangkan Akbar kini duduk di kursi yang berada di depan meja kerja sang kakak. Pandangan Akbar dan Malik saling mengunci satu sama lain, tapi tak ada lagi bibit pertikaian antara orang nomor satu dan orang nomor dua di Darma Corp tersebut.

"Ghea … kamu masih mengharapkannya?" tanya Akbar dengan memasang tatapan penuh selidik.

Malik tidak lantas menjawab apa yang menjadi pertanyaan Akbar. Ada jeda di antara keduanya, hanya suara denting jam yang terdengar di antara mereka.

"Memang salah yah?" Alih-alih menjawab pertanyaan sang adik, Malik justru balik bertanya dengan pertanyaan yang membuat Akbar seperti ingin melahap orang yang berada di hadapannya ini secara hidup-hidup.

"Kita bisa berencana menikah dengan siapa, tapi tidak dengan jatuh cinta pada siapa." Jawaban yang diberikan oleh Malik sudah lebih dari cukup untuk mempertegas kalau dia masih ada rasa terpendam dengan Ghea.

"Kak … Ghea kini sudah menjadi seorang istri dari Haris. Kamu mau merusak rumah tangga mereka?" Entah sadar atau tidak Akbar tampak meninggikan suaranya di hadapan sang kakak.

"Kalau itu bisa menjadikan Ghea milikku, kenapa nggak?" Kedua manik mata Akbar seperti ingin jatuh berserakan saat ini juga kala mendengar apa yang menjadi jawaban Malik atas pertanyaannya beberapa saat yang lalu.

"Kak, kamu sadar nggak sih atas ucapanmu itu?"

Malik hanya mengedikkan kedua pangkal bahunya sebagai jawaban dari pertanyaan Akbar, sungguh ini adalah jawaban yang sangat ambigu untuk dimengerti oleh Akbar yang memiliki kepintaran rata-rata.

"Kalau kamu berhasil merusak rumah tangga mereka, apa kamu bangga dengan hal itu?" Urat-urat hijau menyembul dari balik pelipis Akbar dan rahang bawahnya pun terlihat mengeras.

"Tentu saja, itu akan menjadi pencapaian terbesar dalam hidupku," kelakar Malik dengan senyum durjana yang tak pernah luput dari wajahnya tampannya.

"Gila!" hardik Akbar lalu tanpa sepatah kata pun pergi meninggalkan Malik yang masih saja tertawa dengan sangat nyaring.

Jika ada yang disesalkan Akbar dalam hidupnya itu adalah kenapa dia harus menjadi adik dari seorang lelaki yang tak memiliki prikemanusiaan.

Sepeninggal Akbar dari ruangannya, Malik kembali mengeluarkan gawainya dari saku dalam jasnya.

Tentu saja yang menjadi titik atensi Malik saat ini profi chat milik Ghea. "Jangan sebut aku dengan Malik Ibrahim, kalau tak bisa memilikimu."

Bersambung ….