Senja sedang menikmati sunset di tepi pantai dekat rumahnya. Dia menatap jauh ke depan. Pancaran sinar matahari beradu dengan langit yang mulai menggelap, di tambah dengan deru ombak membuat hatinya sedikit lebih tenang. Hari ini dia sedang banyak pikiran. Memikirkan keputusannya beberapa hari yang lalu. Yaa..beberapa hari yang lalu dia sudah memutuskan untuk bergabung dengan BEM. Padahal dia tidak berniat untuk bergabung. Alasannya karena Senja tak ingin dekat-dekat dengan Arga. Tapi apa? Dia malah memilih satu organisasi dengan orang yang ingin dia jauhi. Dan sejak saat itu, dia tidak pernah melihat batang hidung Zidan beserta teman-temannya.
Saat Senja sibuk dengan pikirannya, tiba-tiba dering ponsel membuyarkan lamunannya. Di bukalah ponsel yang ada di dalam tas. Tidak ada nama yang tertera di layar ponsel. Hanya barisan angka yang tidak dia kenal. Senja enggan menjawab, namun nomor tersebut terus saja menghubunginya. Karena penasaran, akhirnya di panggilan ketiga dia jawab.
"Halo, Assalamualaikum" ucap Senja hati-hati. Hening. Tidak ada jawaban. Senja melihat layar ponselnya dan ternyata masih dalam panggilan. Senja bertanya kembali "Maaf, ini siapa ya?".
Sebelum menjawab, seseorang di seberang sana berdehem.
"Halo, waalaikumsalam Senja. Ini saya Arga". Senja sedikit tersentak. Dia heran, Arga mendapat nomornya dari siapa. Sebelum dia bertanya, sepertinya Arga tahu akan kebingungannya. "Maaf yaa, saya tadi minta nomormu ke Rina". Senja sedikit berdehem untuk menetralkan suaranya yang sedikit tercekat.
"Owh iya kak. Ada apa ya kak?" tanya Senja.
"Emm..gak ada apa-apa sih sebenarnya. Kamu lagi dimana Sen?" tanya Arga.
"Ini lagi di pantai deket rumah kak. Kenapa?"
"Pantai deket rumah? Di pantai Lovina kah?"
"Iya kak" jawab Senja ragu-ragu.
"Kebetulan sekali dong. Ini aku juga lagi di pantai Lovina Sen" ujar Arga membuat Senja menutup mulutnya, merutuki kebodohannya. Dia tidak menyangka jika Arga juga berada di disini. Sebelum Senja menjawab, Arga kembali bertanya. "Kamu di sebelah mana Sen?"
"Emm..ini kak, saya sudah mau pulang karena sudah maghrib juga" jawab Senja sedikit panik.
"Kalau gitu, sekalian aku antar ya".
"Eh...enggak usah kak. Nanti ngrepotin"
"Enggak kok. Enggak ngrepotin. Tenang aja. Kamu di sebelah mana?" tanya Arga lagi. Senja benar-benar merasa terpojok sekarang. Dia sudah tidak bisa menghindar jika begini.
"Emm..ini kak di bangku panjang warna merah deket pantai" jawab Senja.
"Owh Ok. Aku ke sana yaa. Tunggu di sana jangan kemana-mana. Aku antar pulang" ujar Arga tanpa bisa di tolak.
Beberapa saat kemudian, Arga datang dari arah belakang Senja duduk. "Hai" sapanya.
"Hai kak" sapa Senja kikuk. "Ayo kalau pulang. Keburu habis waktu maghribnya" kata Arga. Senja tak menjawab. Dia hanya mengikuti Arga yang kini telah berjalan di depannya. Menuju tempat parkir.
Di dalam mobil hanya ada keheningan. Tidak ada yang berniat membuka suara. Senja duduk di samping Arga yang kini sedang menyetir. Senja membuka ponsel yang ada di dalam tasnya. Berniat mengirim pesan singkat kepada sang kakak. Mengabarkan jika dia diantar oleh seorang laki-laki. Agar kakaknya tidak kaget saat dia pulang nanti. Maklum, ini adalah kali pertama dia membawa cowok ke rumahnya. Sebelumnya tidak pernah.
"Rumahmu masih jauh Sen? Kalau masih jauh kita nyari masjid dulu di sekitar sini" tanya Arga menatap Senja yang ada di sampingnya.
"Sudah deket kok kak. Kita sholat di rumahku aja" jawab Senja.
"Ok". Tidak ada lagi obrolan di dalam mobil sport hitam ini. Hanya sesekali terdengar helaan nafas Senja yang sedikit gusar.
Setelah beberapa menit, akhirnya mobil Arga memasuki pekarangan rumah Senja. Rumah yang terlihat modern dengan desain arsitektur yang simple namun elegan. Rumah berlantai dua yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Dinding bagian depan rumah itu ditempeli batu alam. Membuat rumah terlihat semakin artistik.
Senja membuka pintu rumah yang terbuat dari kayu jati asli dan tak lupa mengucapkan salam. Sang kakak yang berada di lantai dua segera turun untuk menyambut mereka. "Waalaikumsalam" ucap kak Cita dengan senyum yang sulit diartikan.
"Kak kenalin, ini kak Arga senior Senja di kampus" kata Senja pada kakaknya.
"Kak Arga, kenalin ini kak Cita". Arga menyambut uluran tangan kak Cita. Mereka saling memperkenalkan diri.
Setelah acara perkenalan diri usai, kak Cita memilih kembali ke kamarnya yang berada di lantai dua. Kini tinggal Senja dan Arga di ruang tamu.
"Owh yaa. Kak Arga enggak sholat?" tanya Senja tanpa berpikir. Kemudian dia tersadar akan kebodohannya. Arga hanya tersenyum mendengar pertanyaan Senja. "Tidak ada alasan buat seorang laki-laki untuk tidak sholat Sen. Pertanyaan kamu ini aneh" jawab Arga sambil tersenyum. "Kamar mandinya dimana?" tanya Arga kemudian.
"Oh..di sebelah sini kak". Senja menunjukkan letak kamar mandi. Saat Arga di dalam kamar mandi, Senja beranjak menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Dia sedikit membersihkan tubuhnya di kamar mandi yang terletak di dalam kamarnya. Kemudian segera turun ke lantai satu kembali.
Senja melihat Arga sedang duduk di ruang tamu sambil melirik jam yang melingkar di tangan kanannya. Arga menoleh saat Senja turun dari tangga. "Sholatnya dimana?" tanya Arga dengan alis yang sedikit naik.
"Mari saya antar kak". Senja membawa Arga ke moshola kecil yang berada di dekat taman samping rumahnya. Arga mengekor di belakang Senja. "Kamu libur Sen?" tanya Arga tiba-tiba saat Senja hendak pergi meninggalkannya.
"Emm..enggak kak. Tadi aku ada kuliah kok". Arga mengernyitkan dahinya. Detik kemudian ia tertawa. Senja menyadari akan kebodohannya lagi. Ada apa dia hari ini? Tidak biasanya dia seperti ini? Kenapa kebodohannya terlihat jelas di depan Arga? Arrghh...
Senja sangat malu saat ini.
"Bukan itu maksudnya Sen. Maksudnya sholat. Kamu libur?" yanya Arga lagi setelah ia menyelesaikan tawanya. Senja menggeleng "Enggak kak, saya sholat di kamar aja".
"Kenapa di kamar? Sholat berjamaah aja. Kalau bisa berjamaah kenapa enggak Sen? Pahalanya lebih besar" jelas Arga. Sebenarnya Senja juga ingin sholat berjamaah. Tetapi demi kesehatan jantung dan hatinya dia ingin sholat sendiri. Dia tidak mau jatuh pada pesona Arga untuk kedua kalinya. Dia tahu betul, Arga akan terlihat jauh lebih keren saat dia menjadi imam. Senja tidak akan mengulanginya lagi. Cukup di masjid kampus saja dia mengagumi Arga.
Namun Arga terus saja memberinya ceramah tentang keutamaan sholat berjamaah. Dan pada akhirnya Senja menyerah. Arga dan Senja melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Berdua. Jangan tanya bagaimana jantung Senja saat ini. Meski mulutnya selalu mengucapkan untuk menjauh dari laki-laki yang sekarang berdiri di depannya, namun hati dan jantungnya menginginkan sebaliknya. Tetap saja dia jatuh pada pesona Arga. Lagi dan lagi.