Rina melihat Senja bersama Arga dari kejauhan. Sepertinya mereka berangkat ke kampus bersama. Setelah kepergian Arga, Rina segera berlari ke arah Senja.
"Sen" sapa Rina sambil menepuk pundak sahabatnya itu. Senja menoleh, "Eh Rin. Maaf yaa tadi aku berangkat sama kak Arga" Senja meminta maaf karena pagi tadi ia menolak ajakan Rina untuk berangkat bersama.
"Iya. Tidak apa-apa. Aku perhatikan kamu semakin dekat saja dengan kak Arga. Atau jangan-jangan kalian berdua sudah jadian?" tanya Rina pensaran. Karena ia merasa akhir-akhir ini Senja selalu bersama Arga.
Senja hanya diam. Ia enggan untuk menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Ia belum mau terbuka atas hubungannya dengan Arga.
"Sen? Di jawab atuh pertanyaannya, kok malah diem aja?" protes Rina.
"Doakan saja ya Rin. Aku tidak mau terlalu mengumbar kehidupan pribadiku" jawab Senja.
"Yaelah sama sahabatnya sendiri masak enggak cerita sih Sen?"
"Bukannya gitu Rin. Besok aja yaa aku ceritanya hehe" ucap Senja lalu berlari menjauh dari Rina. Menghindar dari Rina agar tidak dicerca dengan pertanyaan yang sama.
Zidan baru saja sampai di parkiran kampus saat ia melihat Arga dan Senja yang datang bersama. Meski mereka tidak bergandengan tangan, namun Arga bisa melihat raut wajah Senja yang nampak berseri-seri di depan Arga. Zidan merasa jika mereka berdua telah ada hubungan khusus. Ahh..tidak tau lah. Dia mencoba untuk tidak memikirkannya.
Zidan segera menuju ke markasnya, di sana ia telah ditunggu oleh Sakti, Karjok, Ganden, dan yang lainnya. Mereka nampak berdiskusi serius saat Zidan datang.
"Nah...ini dia. Akhirnya datang juga" ujar Sakti saat melihat Zidan.
"Dan sudah tahu kabar belum?" tanya Karjok.
"Kabar apaan. Kenapa wajah kalian nampak serius begini?" tanya Zidan yang tidak tahu menahu.
"Arum hamil" jawab Sakti yang membuat Zidan membulatkan matanya.
"Serius lo?" tanya Zidan memastikan. Zidan tidak percaya atas kabar yang beredar. Meski Arum terlihat judes dari luar, namun ia percaya Arum bukanlah gadis seperti itu. Ia tahu betul jika Arum selalu menjaga sholatnya tepat waktu. Tidak mungkin Arum seperti itu. Pikirnya.
"Dia pagi-pagi sekali sudah ke sini. Untungnya gue sudah di posko. Dia cerita kalau dia hamil. Dan katanya si cowok tidak mau bertanggungjawab" kata Sakti menjelaskan.
"Siapa? Maksudnya dia hamil dengan siapa Sak?" tanya Zidan penasaran.
"Lo jangan kaget ya. Arum bilang, Arga yang telah menghamilinya" ujar Sakti yang lagi-lagi membuat Zidan terpaku sesaat. Pikirannya langsung tertuju kepada Senja.
"Serius Sak, dia bilang gitu?"
"Iya Dan. Lo tahu sendiri kan gimana kelakuan Arga. Dia dari dulu emang bajingan Dan" ucap Sakti tersulut emosi.
"Tapi kita tidak bisa memojokkan dia seperti itu Sak. Kita belum tahu kebenarannya" ujar Zidan lemah.
"Benar Sak apa kata bos. Kita tidak boleh terpancing atas informasi dari Arum. Lebih baik kita cari tahu dulu kebenarannya" timpal Gandhen.
"Arum kesini bawa alat bukti tidak Sak?" tanya Zidan berdiri dari bangkunya hendak mengambil kopi dari pak Sabar.
"Dia cuma kasih tahu aja sih Dan. Dia tidak bawa apa-apa"
"Nah...itu dia. Semua itu yang terpenting adalah bukti. Kita tidak memerlukan aduan yang tanpa bukti" ujar Karjok.
"Siapa lagi yang tahu masalah ini selain kita Sak?" tanya Zidan.
"Arum bilang dia tidak cerita ke siapapun selain kita Dan. Bahkan ia tidak ceritakan ini ke orang tuanya" jawab Sakti.
"Oke. Kita tunggu saja kabar selanjutnya dari Arum. Jika ia kembali kesini lagi suruh dia datang bawa buktinya"
"Siap Dan" jawab mereka bertiga serempak.
"Kalau kabar itu benar, lalu bagaimana dengan Senja?" gumam Zidan menerawang ke depan.
"Apa bos?" tanya Ganden yang masih bisa mendengar Zidan.
"Ahh...bukan apa-apa Dhen" ujar Zidan berbohong.
Di tempat lain, Arga sedang menunggu Senja di sebuah taman di belakang fakultasnya. Mereka janjian untuk makan siang bersama. Senja telah menyiapkan makan siang untuk mereka berdua. Sejak pagi tadi, saat menyiapkan bekal, Senja tidak berhenti untuk tersenyum. Kelihatan jelas jika ia tengah jatuh cinta. Memang ini adalah cinta pertamanya, makanya ia tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya. Hatinya selalu berbunga-bunga dan wajahnya selalu berseri-seri jika berada dekat dengan Arga.
"Akhirnya datang juga hehe" sapa Arga dengan senyum terbaiknya.
"Maaf. Tadi ada kuis sedikit" ucap Senja seraya menata makan siang mereka.
"Tidak apa-apa Sen. Cuma telat lima menit kok. Aku bahkan sanggup menunggumu jika itu lima tahun bahkan lima puluh tahun" gombal Arga, Senja hanya menatap tidak percaya.
"Beneran sanggup menunggu lima puluh tahun? Kalau lima tahun sudah nini dong kak? Emang mau sama nini?"
"Mau dong jika nininya Senja. Aku kan cinta sama kamu bukan karena fisik Sen. Jadi meski lima puluh tahun lagi cinta ku tidak akan berkurang sedikitpun"
"Ciihh...dasar tukang gombal. Kak Arga tuh ternyata suka gombal yaa. Baru tahu aku" ujar Senja disertai tawa mereka berdua.
"Bukan gombal Sen. Beneran ini" ucap Arga mulai serius.
Senja menatap Arga yang berada di depannya, "Iya..iya bukan gombal. Yuk makan dulu keburu dingin" ajak Senja.
"Tidak apa-apa dingin Sen. Tetap enak kok kalau makannya sama kamu"
"Yaa...kak Arga jangan gombal terus dong. Malu nihh" ucap Senja manja sambil menutup wajahnya yang sudah memerah.
Mereka berdua menikmati makan siang dengan tawa bahagia. Diselingi dengan canda dan tawa. Mereka tidak menyadari jika dari lantai atas fakultas ada seorang gadis yang sedang memperhatikan mereka. Ada rasa kesal di dadanya. Kepalan tangannya mengeras. Ia mengeratkan gigi-giginya menahan amarah. Arum, ya Arum tengah melihat dengan jengah ke arah bawah. Ia sudah memberi peringatan kepada Senja waktu itu tapi kenapa gadis itu malah semakin dekat dengan laki-laki pujaannya.
"Rum, lo ngapain di situ?" tanya Melodi teman segengnya. Arum tidak menjawab. Melodi melihat kemana arah pandangan Arum.
"Yaakk...berani sekali dia. Apa peringatan kita kurang keras. Waah gila" ujar Melodi emosi.
"Rum, lo enggak buat perhitungan lagi sama gadis itu. Sepertinya dia terlalu meremehkan kita" tanya Melodi mengompori.
"Dia banyak backingan Mel. Banyak yang jaga dia. Lo tahu sendiri kan kemarin Zidan melindungi dia"
"Benar juga kamu Rum. Kelihatannya Zidan punya perasaan ke gadis itu Rum. Gimana kalau kita manfatin aja?" ucap Melodi dengan seringainya.
"Tenang aja Mel. Aku sudah punya rencana kok" jawab Arum lalu pergi.
"Yaakk...tunggu Rum. Rencana apaan? Kok lo tidak bilang sih?" tanya Melodi mengikuti langkah kaki Arum.
"Tenang saja. Lo akan tahu nanti haha"
tawa iblis Arum keluar.
Mereka berdua nampak merencanakan sesuatu yang besar. Entahlah apa itu.