Sesampainya di ruang rapat, Senja dan Dika sama-sama terkejut melihat Arga dan Zidan dengan wajah yang sudah tidak karuan. Ada sedikit bekas darah di ujung bibir mereka.
Senja kini telah duduk di antara Bagas dan Dika. Sedangkan Arga dan Zidan duduk di depan mereka. Senja duduk berhadapan dengan Arga. Mata mereka bertemu. Senja tidak tega melihat wajah Arga yang penuh luka dan lebab. Senja juga tidak menyangka bahwa Arga akan berkelahi dengan Zidan. Menurutnya Arga adalah sosok orang yang perhatian dan lembut di balik wajah dinginnya. Namun hari ini, ia melihat sisi lain dari Arga.
"Baik, karena Senja sudah ada di sini silakan untuk Zidan meminta maaf terlebih dahulu kepada Senja." ucap Bagas memecah keheningan. "Bagaimana pun perbuatanmu tadi pasti menyinggung Senja." lanjutnya. Bagas tahu betul akar permasalahan ini, karena tadi dia juga ada di kantin. Zidan hanya diam, ia malah memalingkan wajahnya.
"Zidan.." tegas Bagas.
"Iya, gue minta maaf soal tadi." ujar Zidan akhirnya dengan mengajukan tangannya ke Senja bermaksud untuk meminta maaf.
Namun tiba-tiba tangan Arga menahannya. Dengan tatapan tajamnya Arga mengatakan, "Enggak perlu berjabat tangan". ucapnya dingin. Zidan segera menepis tangan Arga dan menarik tangannya kembali. Bagas dan Dika yang menyaksikan kejadian tadi hanya bisa saling menatap dengan senyum yang mereka tahan. Bagas dan Dika tahu betul, bahwa Arga secara tidak langsung sedang menjaga Senja.
"Sudah selesai kan masalahnya?" tanya Zidan tiba-tiba. "Gue udah bisa pergi kan." lanjutnya sambil menatap Bagas.
"Sudah. Kamu sudah bisa pergi." jawab Bagas.
Zidan hendak berdiri dari kursinya dan berjalan menuju pintu. Tangannya sudah berada di knop pintu hendak membukanya. Namun, dia kembali menatap Arga kemudian beralih ke Senja yang sedang duduk memunggunginya. "Lo cewek ke berapa yang di goshting Arga ?" tanya Zidan tiba-tiba dengan senyum mengejeknya kemudian hilang di balik pintu. Arga emosi, hendak berdiri menyusul Zidan namun di tahan oleh Dika.
Senja sedikit terkejut dengan perkataan Zidan. Ada sedikit rasa sakit di hatinya. "Apa yang Zidan maksud ?" batinnya. Senja hendak pergi meninggalkan ruangan ini. Namun tangannya di tahan oleh Arga. "Bisa bicara sebentar ?" tanya Arga seraya melepas kembali tangannya. Dika dan Bagas saling menatap kemudian mereka keluar dari ruangan ini. Memberikan waktu untuk Arga dan Senja bicara. "Pintunya jangan di tutup bang." pinta Arga saat Bagas hendak menutup pintunya.
"Maaf soal sikap Zidan tadi. Dia memang seperti itu. Jangan dimasukkan hati perkataannya tadi ya." ujar Arga lirih.
"Iya kak." jawab Senja singkat.
Tidak ada percakapan lagi. Ruangan rapat ini kembali sunyi. Mereka berdua tengah sibuk dengan pikiran masing-masing. Arga yang penuh misteri di balik sikap perhatian dan dinginnya. Senja masih belum bisa memahami Arga. "Iya lah..masih satu hari ketemu," batinnya.
Setelah tidak ada yang dibicarakan akhirnya Senja pamit pergi. Senja bertemu Arum di depan ruangan. Senja sedikit terkejut, ia menyapa Arum kemudian meneruskan jalannya. Dari sudut matanya, ia melihat Arum masuk ke dalam ruangan rapat. Senja merasa Arga dan Arum sedang menjalin hubungan khusus. Entah pacaran atau apapun, Senja tidak ingin tahu.
Hari yang cukup panjang untuk Senja di hari pertamanya kuliah. Masih ada dua hari kedepan sebelum masa orientasi ini berakhir. Senja berharap dua hari kedepan cepat berlalu dan tidak ada masalah yang menghampirinya.
Masa orientasi akhirnya berakhir. Tinggal menunggu upacara penutupan beberapa saat lagi. Senja merasa lega karena dua hari ini berjalan lancar. Tidak ada masalah seperti yang terjadi kemarin. Namun ada yang mengganjal di hatinya. Senja berharap, sebelum menyelesaikan masa orientasinya, dia bertemu dengan Arga, senior dan juga ketua BEM di fakultasnya. Namun sudah dua hari ini Senja tidak melihat kehadiran Arga. Arga seperti hilang ditelan bumi. Bahkan pidato penutupannya di wakilkan oleh Arum.
Dua hari ini, Arga sengaja untuk menghindar dari Senja. Dia masih malu atas apa yang terjadi di ruang rapat dua hari yang lalu. Saat tangannya dengan tidak sadar menahan kepergian Senja.
Lalu, dimanakah Arga dua hari ini ?
Arga tetap berada di kampus. Dia membantu bang Bagas menyiapkan upacara penutupan di halaman utama. Senja dan mahasiswa kedokteran lainnya lebih banyak melakukan aktivitas di dalam fakuktas, sehingga mereka tidak bertemu.
"Ar...gimana menurutmu Senja itu ?" tanya Bagas tiba-tiba. Arga sedikit tersentak.
"Gimana apanya bang ?" tanya Arga bingung.
"Abang lihat, kamu sama Senja cocok." lanjut Bagas. Arga dan Bagas memang berteman dekat. Bagas sudah menganggap Arga sebagai adiknya sendiri. Mereka sering bertukar pikiran. Arga dan Bagas memang memiliki pemikiran yang sama, mungkin karena mereka berasal dari daerah yang sama yaitu Riau. Dan juga logat melayu mereka sangat kental. Arga tidak membalas perkataan Bagas. Hanya senyum simpul yang Arga berikan.
Arga menerawang jauh ke depan, melihat seorang gadis yang sedang berjalan anggun ke arahnya dan Bagas. Angin sepoi-sepoi menerbangkan butiran-butiran debu di tengah halaman. Senja terlihat menyibakkan rambutnya yang tertiup angin.
Senja berdiri di depannya, menghela nafas kemudian bicara. Bukan kepada Arga tetapi kepada Bagas yang berdiri di sampingnya. Ada sedikit rasa kecewa pada diri Arga.
"Bang Bagas..saya diutus kak Arum untuk memanggil kak Arga." kata Senja sambil menatap Bagas. Detik kemudian Bagas tertawa terbahak-bahak. Arga hanya tersenyum. Dia merasa senang. Ternyata maksud kedatangan Senja adalah mencarinya.
"Kamu kenapa bilang ke saya. Kenapa enggak langsung ke orangnya ?" ucap Bagas sambil menunjuk Arga.
"Tuhh..orangnya lagi bahagia, karena kamu cari." ledek Bagas.
"Apaan sih bang." sela Arga malu.
Senja tersipu malu, kemudian dia menatap Arga.
"Kak Arga, di cari kak Arum." ujar Senja.
"Di cari Senja, enggak?" tanya Arga menggoda. Senja hanya bisa menampilkan senyum kakunya. Dia tersipu dengan candaan Arga. Hatinya kembali berbunga.
"Cie..akhirnya di cariin Senja ciee." canda Bagas.
"Bukan bang, dicari Arum lebih tepatnya." jawab Arga dengan nada kecewa. Bagas hanya bisa tersenyum kemudian berjalan menjauh menuju ruangannya.
Arga dan Senja berjalan menuju fakultasnya. Melewati halaman yang luas dengan debu berterbangan tertiup angin. Melewati pohon-pohon besar di depan fakultas, yang menggugurkan daunnya, menambah suasana romantis. Di bawahnya ada dua anak adam yang sedang menyusuri jalanan ini tanpa saling bicara. Hingga sebuah pertanyaan Arga membuyarkan lamunan Senja.
"Gimana, dua hari ini?" tanya Arga menatap Senja yang berjalan di sampingnya.
"Baik kak, Alhamdulillah ospeknya berjalan lancar." jawab Senja jujur.
"Bukan. Maksudnya, sudah rindu saya belum ?" tanya Arga dengan logat khasnya di barengi dengan tawa.
Senja terkejut akan pertanyaan aneh dari Arga. Namun saat melihat Arga tertawa, dia mengira Arga sedang bercanda saja.
"Gimana? Kok gak di jawab pertanyaan saya?" lanjut Arga lagi. Senja terdiam. Detik berikutnya ia menjawab pertanyaan dari Arga dengan ragu-ragu.
"Saya kira kak Arga hanya bercanda."
"Saya enggak bercanda, saya serius Senja." ucap Arga serius menatap Senja.