Beberapa detik tidak ada percakapan.
Hingga...
"Lo mau mereka memilih. Oke, kita dengarkan saja yang mana pilihan mereka" ucap Zidan pada akhirnya. Senja dan Rina hanya bisa saling pandang, bingung mau jawab gimana. Sedangkan Arga dan Zidan menatap lurus ke depan, menantikan jawaban dari dua perempuan ini. Beberapa menit mereka saling diam. Tidak ada yang berniat bersuara. Hingga tiba-tiba terdengar suara kursi berdecit. Senja berdiri dari kursinya dan hendak pergi. Rina juga mengikuti.
"Sen, mau kemana? Jawab dulu. Lo pilih mana? Keris Dewa atau BEM?" tanya Zidan menghentikan Senja. Nampak kekesalan dan kekecewaan pada wajah Senja karena dipaksa untuk memilih. Padahal sampai detik ini dia belum kepikiran akan bergabung dengan organisasi mana. Senja dan Rina masih diam tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Zidan.
"Kita pikir-pikir dulu ya kak. Kita enggak bisa asal milih organisasi mana yang akan kami ikuti" jawab Rina pada akhirnya. Zidan nampak kecewa.
"Saya pilih BEM" jawab Senja tiba-tiba. Rina, Zidan dan Arga nampak terkejut. Mereka langsung menatap Senja. Senja menatap tajam ke arah Zidan.
"Saya pilih bergabung dengan BEM, maaf kak" lanjut Senja.
"Kenapa? Kenapa lo pilih BEM? Beri gue alasan!" ujar Zidan.
"Enggak perlu alasan kali. Jelaslah mereka pilih BEM. Organisasinya jelas enggak kayak perkumpulanmu itu yang suka mencampuri urusan orang lain. Manfaatnya apa?" ucap Arga tiba-tiba. Zidan yang pada mulanya menatap lurus ke arah Senja kini menatap sinis ke arah Arga.
"Diam lo. Gue tanya Senja bukan lo" jawab Zidan ketus.
"Benar kata kak Arga. Saya lebih memilih organisasi yang membawa manfaat untuk saya kedepannya"
"Keris Dewa juga akan bermanfaat buat lo Sen. Dan lo bisa saling membantu sesama perempuan" terang Zidan.
"Saya tidak mau mencampuri hubungan orang lain kak"
"Mencampuri bagaimana?" tanya Zidan bingung. "Kita tidak pernah mencampuri hubungan orang lain. Kita hanya bertindak jika mendapat aduan saja. Kita tidak sebodoh itu untuk ikut campur urusan orang lain apalagi hubungan orang lain" jelas Zidan sedikit emosi. "Kalau gitu terserah kalian. Gue juga tidak berniat merekrut orang yang tidak punya rasa peduli sama sekali" ucap Zidan emosi seraya meninggalkan Senja, Rina, dan Arga.
"Makan tuh peduli. Sukanya mencampuri urusan orang lain saja" teriak Arga pada Zidan yang sudah berlalu. "Sen" panggil Arga yang dicuekin Senja. Kemudian Senja dan Rina pergi meninggalkan Arga yang masih mematung di tempatnya.
"Sen" panggil Rina yang berjalan di sampingnya. Senja hanya menoleh tidak menjawab.
"Kenapa tidak di pikirkan dulu untuk masalah yang tadi?"
"Kenapa Rin? Kamu mau gabung sama Keris Dewa?" tanya Senja.
"Bukan gitu maksud aku. Aku merasa tidak enak sama Zidan. Seenggaknya kita pikirkan dulu tidak langsung menolaknya seperti tadi" jawab Rina.
"Kenapa harus dipikirkan lagi Rin, kalau jawabannya tetap sama. Dari pada kita memberikan harapan palsu lebih baik langsung jujur saja". Rina hanya menghela nafas panjang.
"Lagi pula buat apa kita gabung Keris Dewa? Kita dari jurusan Kedokteran kita bisa bantu apa Rin?"
"Kalau kita dari jurusan hukum, bisa saja kita ikut bergabung. Kita bisa menyalurkan ilmu yang kita peroleh buat saling membantu". Rina tidak menjawab, dia setuju dengan Senja.
Di tempat lain, Zidan masuk ke dalam kelas dengan wajah kusutnya. Sakti yang duduk di sebelahnya hanya bisa memandangnya dengan heran. Banyak pertanyaan di kepala Sakti. Tapi ia hanya bisa diam menyimpan pertanyaannya karena mereka sedang mengikuti kelas pak Mahdi. Selang 30 menit pak Mahdi mengakhiri kelas hari ini. Zidan, Sakti, Karjok, dan Ganden bergegas menuju markas mereka.
"Gimana tadi? Kenapa Ratu manggil lo Dan?" tanya Karjok setelah memesan kopi panas ke pak Sabar penjaga warung.
"Yaa...masalah yang tadi pagi kita bicarakan itu Jok" jawab Sakti.
"Owh itu. Terus gimana?" tanya Karjok lagi. "Mobilnya Ratu dibawa kabur mantannya. Kita dimintai tolong buat nyariin mobilnya" jawab Sakti.
"Yaelah..emang kita polisi? Kenapa enggak lapor polisi aja sih kalau mobil dibawa kabur?" ujar Karjok sedikit emosi. "Elo kayak gak tau polisi aja Jok. Mana mungkin bisa ketemu kalau kita lapor" sela Ganden yang duduk di sebelah Karjok. "Yaa..seenggaknya kalau lapor polisi bisa sedikit meringankan beban kita gitu Den. Kan tugas kita masih banyak. Masalah kekerasan kemarin saja belum selesai" ujar Karjok sedikit pusing karena semakin banyak kasus yang mereka tangani.
"Sudah beres masalah mobil Ratu. Tadi gue langsung minta tolong temen-temen gue di geng motor. Mereka sudah nemuin dimana mobilnya" ucap Zidan tiba-tiba sambil memijat kepalanya yang sedikit pening. "Elo Sak, besok lo kabari Ratu kalau mobilnya sudah ketemu"
"Siap bos" jawab Sakti sambil mengangkat tangannya seperti memberi hormat. Sakti menatap Zidan yang berada di sampingnya dengan sedikit heran. Sejak tadi, Zidan irit bicara. Tepatnya setelah masuk ke dalam kelas setelah dari kantin tadi.
"Dan. Lo kenapa? Ada masalah? Gue perhatiin dari tadi lo jarang ngomong" tanya Sakti membuat teman-temannya yang lain kini menatap Zidan.
"Lo tadi ketemu Arga kan di kantin? Ada masalah lagi sama si Arga? lanjut Sakti. Zidan masih diam. Dia sedikit menunduk dengan memijat keningnya.
"Gue masih sakit hati sama Senja. Gue tadi berniat ngajak dia buat gabung sama kita. Tapi gue di tolak mentah-mentah di depan Arga" jawab Zidan setelah beberapa menit. Kini semua yang hadir nampak terkejut.
"Kenapa dia enggak mau gabung Dan?" tanya Ganden penasaran.
"Gue gak tau. Dia lebih milih masuk BEM" ucap Zidan lesu. Tidak mungkin Zidan bilang kalau menurut Senja organisasi mereka tidak bermanfaat. Bisa-bisa Senja jadi musuh teman-temannya.
"BEM? Dengan Arga dong kalau gitu?" Karjok menimpali. "Yaiya lah bambang, sama Arga. Sama siapa lagi?" sela Ganden seraya memukul kepala Karjok karena gemas.
"Bos kecewa gak di pilih sama Senja?" tanya Sakti menyelidik. "Santai aja kali bos. Enggak usah di masukin hati. Kita juga enggak kekurangan anggota kan? Dan masih banyak yang mau membantu kita" lanjut Sakti membesarkan hati Zidan.
"Bener tuh bos kata Sakti. Memang terkadang ada hal-hal yang tidak bisa kita paksain bos. Kita harus menerima dengan lapang dada. Tidak perlu kita berusaha keras kalau orangnya enggak mau. Betul kan?" terang Karjok yang kali ini memang benar kata-katanya.
"Mereka masih mahasiswa baru. Pikirannya masih kolot. Padahal jika mereka gabung sama kita. Lingkungan pertemanan mereka bakalan tambah luas. Karena bisa bertemu dengan mahasiswa lain dari berbagai fakultas. Tidak hanya dalam satu fakultas" terang Ganden.
Zidan tidak menjawab. Dia hanya bisa mamandang lurus ke depan sambil menghela nafasnya.
"Sudah bos. Jangan terlalu khawatir. Kita hanya perlu mengawasi Arga dari jauh" ujar Sakti lirih sambil menepuk pundak Zidan.
Sakti seperti tahu akan isi hati Zidan. Sebenarnya Zidan merasa sedikit khawatir dengan keselamatan Senja yang terus-terusan dekat dengan Arga. Dia tahu betul sifat dan perilaku Arga bagaimana. Benar kata Sakti, jangan terlalu khawatir, hanya perlu mengawasi Arga. Dan menjaga Senja dari jauh.