Setelah mengucapkan kalimat tadi dengan tanpa berdosanya wanita itu sudah melangkah pergi meninggalkan Naura dengan segala macam pikiran akibat perkataan wanita tersebut.
Selama tiga tahun pernikahan belum ada rasanya kejadian seperti ini. Akan tetapi, bukan berarti pernikahan meraka selalu berada dalam kondisi tenang. Pertikaian kecil tidak terlapas dari pernikahan mereka tetapi semua itu dapat langsung terselesaikan tanpa mengundang drama berkepanjangan. Baik Naura dan juga Aldi selalu bisa mengucapkan kata maaf jika merasa bersalah.
Akan tetapi sangat berbeda dengan sekarang, perasaan Naura sangat dipenuhi oleh perasaan khawatir, gelisah yang sangat berat. Jika mendengar bicara wanita tadi seolah memang benar jika wanita tadi sudah mengenal Aldi-suaminya.
Naura menggelengkan kepalanya pelan, sesuatu yang belum jelas kebenarannya tidak boleh membuat Naura berpikir macam-macam. Naura masih harus bertanya langsung dengan Aldi.
Kesalahpahaman tidak akan berakhir dengan kebaikan.
Begitu Naura membalikkan tubuhnya beberapa karyawan yang terciduk sedang memperhatikannya buru-buru mengerjakan pekerjaannya masing-masing termasuk mawar dan Naura pun masih dengan mulut tertutup melangkah kembali menuju ruangannya.
Sungguh Naura sangat tidak nyaman dengan pikirannya.
Begitu Naura masuk ke dalam ruangannya yang menjadi tujuan Naura adalah langsung mengambil ponsel yang berada di dalam tas. Buru-buru mengaktifkan ponsel lalu segera menghubungi Aldi.
Ini adalah sangat jarang dilakukan oleh Naura karena memang Naura tidak pernah menggangu Aldi yang sedang bekerja.
Panggilan yang tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapat jawaban.
"Kenapa? Apa kamu membutuhkan bantuan? Apa kamu sakit?"
Benar saja, Aldi langsung berpikiran jika Naura dalam keadaan tidak baik-baik saja karena memang sejarang itu Naura menghubungi Aldi jika sedang bekerja. Pernah menghubungi jika dalam keadaan yang sangat mendesak atau jika Naura sakit.
Mendengar suara Aldi adalah obat yang paling ampuh jika Naura sedang sakit.
Naura menggigit bibir bawahnya sendiri. Kebingungan melanda dirinya, jika Naura bertanya sekarang takut nantinya akan berimbas kepada pekerjaan Aldi.
"Kamu sudah makan?"
Pertanyaan yang tiba-tiba meluncur dari mulut Naura setelah beberapa menit terdiam.
"Tumben? Aku sangat senang jika kamu menelponku seperti ini"
Aldi adalah candu bagi Naura, semua ucapan dan tingkah Aldi selalu membuat Naura senang.
"Jangan lupa makan siang, kalau kurang bekal yang aku bawakan kamu harus makan diluar"
"Makanan diluar tidak seenak makanan buatan istriku"
Kedua sudut bibir Naura tertarik kebelakang, hal kecil yang mampuh memunculkan senyuman dibibir Naura.
"Apa perlu aku kekantormu sekarang?"
"Aku sangat senang jika kamu kesini, tetapi aku tidak ingin merepotkanmu. Akan aku habiskan bekal dari istri kesayanganku dan jika belum kenyang aku akan segera keluar pada jam istirahat untuk membeli makanan. Kamu juga harus makan siang dan jangan lupa istirahat, jangan terlalu kecapaian"
Naura kini sudah duduk di kursi putar empuk yang selalu menjadi tempat duduk ternyamannya jika berada diruangan ini dan menikmati obrolan dengan Aldi.
Moment yang sangat jarang tetapi berhasil membuat Naura selalu ingin melakukannya lagi dan lagi tetapi Naura selalu menahan keinginannya itu.
Naura bukan melupakan tujuan awal tetapi sekarang Naura menahannya. Beberapa jam lagi Aldi sudah pulang dan lebih baik Naura bertanya saat Aldi sudah berada di rumah nantinya.
"Aku sudah makan dan sekarang aku hanya sedang duduk di dalam ruangan. Pekerjaan yang tidak membuat tubuhku capek, hanya sedang melihat-lihat beberapa model baju"
"Tapi aku sekarang sangat senang, tidak biasanya kamu menelponku. Akan tetapi tunggu, kamu beneran tidak sakit atau kamu membutuhkan bantuanku sekarang?"
"Tidak, aku hanya ingin bertanya 'apakah kamu sudah makan'?"
Terdengar suara tawa renyah dari sebrang.
"Aku akan segera makan"
"Baiklah, aku tutup telponnya"
"Tapi beneran kamu baik-baik saja?"
"Iya, aku baik-baik saja"
"Aku akan senang jika kamu menelponku seperti ini setiap harinya"
"Aku tidak ingin mengganggumu saat bekerja"
"Sama sekali tidak menggangu, setidaknya jika aku sangat sibuk kamu boleh menelponku pada jam istirahat"
Kursi putar yang diduduki Naura kini berputar kearah belakang ruangan yang memperlihatkan lukisan besar yang beberapa bulan lalu dibelinya disaat festival digedung seni berlangsung dan juga terdapat sebuah poto pernikahan yang dipajang disampingnya.
Sebuah gambaran keluarga bahagia tetapi tidak lengkap, disaat menatap poto tersebut Naura selalu dibalut oleh dua perasaan antara senang juga sedih.
"Aku tidak ingin mengganggumu"
"Sama sekali tidak mengganguku, atau begini saja biar aku saja yang menelponmu?"
"Bisa kita bicarakan setelah kamu pulang nanti"
"Baiklah"
"Kamu tidak lembur malam ini?"
"Belum tahu, jika aku lembur akan segara aku kirimkan pesan atau aku akan menelponmu"
"Baiklah, aku tutup dulu telponnya"
"Jangan terlalu kecapaian dan istirahatlah"
Sambungan telpon terputus lalu Naura kembali memutar kursinya untuk menghadap meja. Meletakkan kedua tangan untuk dijadikan penopang dagunya.
Pikiran Naura sama sekali tidak tenang, wanita asing yang langsung bisa membuat pikiran Naura tidak menentu.
Tok tok tok
Pintu ruangan kembali diketuk.
"Masuk."
Terlihat mawar yang sedang membawa beberapa berkas ditangannya dan sedang berjalan mendekat ke meja Naura.
Mawar duduk kursi hadapan Naura dan menyodorkan berkas yang dibawanya.
"Mbak ini ada beberapa desain baju yang sudah jadi."
Naura menerimanya dan langsung membuka beberapa berkas itu, kedua matanya langsung tertarik untuk memperhatikan dengan teliti semua bentuk dan juga bahan yang menjadi pilihan salah satu karyawannya.
Naura memang sering bekerja sama dengan beberapa desainer untuk membuat beberapa baju pesanan para pelangannya dan untuk sekarang Naura bekerja sama dengan Halen. Salah satu temannya yang bekerja dibidang yang sama sepertinya. Akan tetapi, Halen belum mempunyai butik seperti Naura.
Jangan salah, meski Halen belum mempunyai butik beberapa baju yang dirancangnya selalu menjadi pajangan dibutik-butik yang telah bekerja sama dengannya.
"Saya bawa dulu dan besok panggilkan Halen untuk keruangan saya, untuk sekarang saya akan pulang terlebih dahulu."
"Baik mbak," sahut Mawar yang juga ikut berdiri ketika Naura kini berdiri serta sudah membawa berkas yang disodorkan Mawar kepada dirinya tadi.
Bekerja dengan prosesional adalah prinsip Naura dan jangan pernah membawa masalah pribadi pada pekerjaan yang digelutinya. Akan tetapi, sekarang Naura sama sekali tidak konsen jika harus membicarakan pekerjaan. Pikiran Naura sedang kacau sekarang dan pulang adalah keputusan Naura.
Memang benar jika pikiran kacau dapat menghambat pekerjaan.
Maafkan Naura hari ini.
***
Naura baru saja menginjakkan kakinya di rumah tiba-tiba ponselnya berdering.
"Nomor baru," gumam Naura yang melihat nomor yang tidak dikenal menghubunginya.
"Hallo"
"Aku hanya ingin mengingatkan sekali lagi, bersiaplah untuk menghilang dari kehidupan Aldi dan jangan pernah kamu mencoba mencegah Aldi jika keputusannya sudah bulat. Lebih baik hari ini juga kamu memilih untuk memisahkan diri dengan Aldi, hitung-hitung untuk membiasakan diri"
Haruskan Naura memaki wanita itu, ini sungguh sangat keterlaluan. Urusan rumah tangga Naura baik-baik saja, Aldi sangat sayang kepadanya.
"Tidak bisakah anda menutup mulut dan jangan mengurusi rumah tangga saya"
Ucapan Naura justru mendapat respon tawa dari sebarang.
"Aku hanya kasian kepadamu, makanya aku menelponmu dan mengingatkanmu. Lebih baik membiasakan diri sedari awal, luka tidak berdarah itu sangat sulit sembuhnya. Bersenang-senanglah tetapi ingat jika kesedihan akan segera menghampirimu"
"Anda sudah terlalu banyak bicara"
Sambungan telpon diputus oleh Naura, Naura tidak ingin termakan terlalu banyak emosi karena perkataan wanita yang bernama Fila yang belum diketahui dia siapa.
"Sabar Naura, memang terlalu sulit menangkap perkataan orang waras yang menjelma menjadi orang gila."
Naura melangkahkan kaki menuju kamar dan berharap jika Aldi akan segera pulang untuk menanyakan siapa wanita yang tidak sopan itu tadi.
Demi apapun Naura sangat penasaran.