Chereads / Menikahi Tuan Muda angkuh / Chapter 6 - Duduk di pangkuanku

Chapter 6 - Duduk di pangkuanku

Adinata mengibaskan selimut menutup tubuhnya ia berbalik melihat ke samping gadis yang masih terlelap tidur. Ia mendekat menyingkirkan bantal penghalang, tangannya mengusap lembut pucuk rambut gadis yang sudah beberapa hari menjadi istrinya.

Sang empun mengelinjak pelan merasakan sebuah tangan kekar mengelus rambutnya.

"Haa menyebalkan sekali," gumam Elis lirih mengerjapkan matanya

"Siapa yang kau bilang menyebalkan, hmm." Adinata bersandar menunggu Elis tersadar entah apa yang gadis ini akan katakan lagi.

Elis mengerjapkan matanya berkali-kali ia seperti tak asing mendengarkan suara berat khas itu.

"Tuan!" Elis segera duduk menyadari sinar matahari mulai masuk menerobos kaca jendela.

Elis merapikan rambutnya

"Telat, lagi-lagi kau telat bangun, cepat ambilkan aku air." Telunjuk Adinata dengan ekor matanya.

Elis bergegas menuangkan segelas iar putih nyawanya masih belum.terkumpul sebegitu cerobohnya bisa tekat bangun alarm hpnya juga lupa disetel.

Adinata menerima segelas air putih tanpa.berkata lagi ia menghabiskan setengah setelahnya lelaki itu beranjak turun.

"Tuan, boleh, kah, saya mengatakan sesuatu," panggil Elis

Elis melangkah mendekati Adinata, "Bolehkah saya tetap bekerja Tuan?" Elis meminta izin

Adinata lalu keluar kamar tanpa menjawab sepatah permintaan Elis.

"Ish bagaimana ini, aku masih belum dapat izin." Elis mengigit bibir bawahnya menghilangkan kegugupan.

"Dia pasti sudah menunggu berhari-hari, maafkan aku teman."

Sementara di ruang tengah Sekretaris Nayla sudah ada wanita itu berdiri di belakang Adinata.

"Tuan Dardian, seminggu lagi kembali ke Indonesia apa anda ingin bertemu beliau?" tanya Nayla yang mengecek beberapa jadwal

Adinata mengiris potongan daging ke dalam rotinya mendengar nama Dardian disebut tangan pria itu berhenti lalu menoleh.

"Apa lagi yang diinginkan mereka." Wajah Adinata berubah kesal

"Tuan Dardian ingin bertemu langsung dengan Anda, Nyonya Carsin juga akan ikut."

"Kau bereskan saja mereka, hanya merepotkan saja pastikan semua berjalan lancar."

"Tuan Dardin masih menginginkan haknya, meminta separuh dari perusahaan."

Percakapan Sekretaris Nayla dan Tuan Adinata masih berlanjut Elis menguping tak jauh

"Siapa itu Carsin dan Dardian aneh sekali apa apa yang mereka minta."

Elis mendekat saat turun tangga tadi ia mendengar separuh percakapan Adinata saat pernikahan yang berlangsung mewah hanya ada beberapa rekan bisnis Adinata yang datang Elis tak melihat satupun keluarga dekat Adinata.

"Silahkan Nona," ucap kepala pelayan, hidangan yang tersaji cukup banyak elis tak mengira entah berapa orang yang membuat makanan sebanyak ini padahal mereka hanya berdua saja yang makan.

"Makan yang banyak aku tak mau orang mecapku tidak memberi makan."

"Tuan bagaimana dengan pertanyaan saya tadi?" Elis masih ingin meminta karena tidak mungkin membiarkan temannya bekerja sendirian.

"Makan," perintahnya hanya menunjuk lewat lirikan mata

Elis menerima semangkok mie porsi banyak

"Aku tak mungkin menghabiskan sebanyak ini," gumamnya pelan laku kemudian ia merasakan sensasi mie yang dibuat lembut rempah yang menyatu.

Elis membulatkan matanya sempurna merasakan mie yang berbeda.

"Woah, enak sekali."

"Saya bisa membuatkan lagi Nona," ucap sang kepala pelayan merasa sangat terhormat masakannya pertama kali di puji Nona muda.

"Tak perlu repot begitu," Elis berkata agak sedikit rancu mulutnya masih penuh mie.

"Kau bisa memilih mau makan apa, di resto mana oun tak akan menemukan mie seenak ini," ujar Adinata terdengar sombong

"Hanya kau yang bisa melakukannya wahai Raja, seenaknya memerintah orang."

Namun kata-kata itu tak bisa Elis katakan mana berani.

"Wah Tuan memang yang terbaik! Bisa mendatangkan pembuat mie yang handal."

Adinata menepuk pahanya. "Pindah tempatmu."

Elis masih tidak mengerti kinerja otaknya berpikir keras

"Maksud Tuan, Nona duduklah di atas paha Tuan." Nayla menjabarkan maksud Tuannya dengan mudah.

Mulut Elis terbuka lebar padahal ia sudah duduk di dekat kursi lalu dengan tidak malunya memerintah duduk di atas pangkuan. Nayla seorang wanita tak merasa risih mengatakan itu sungguh hal yang di luar batas Elis tetap menuruti gadis itu dengan malu-malu berpindah tempat.

Para pelayan wanita menundukkan pandangannya Elis rasanya ingin membakar diri hidup-hidup dilihat oleh banyak pelayan.

"Tuan apa anda tidak merasa."

"Aku ingin memukulmu pria bodoh, kau tidak lihat situasi apa he! Lihatkah mereka saja malu apalagi aku, dan kau hanya terlihat biasa-biasa saja," ucap Elis dalam hati

"Kau boleh bekerja hari ini, tapi ingat batasanmu jangan sampai melanggar kontrak"

Adinata masih terlihat biasa-biasa saja bahkan ia tak merasakan berat dari tubuh Elis yang dipangku.

Adinata menyodorokan seiris daging yang tertancap di garpu

Elis menerimanya padahal perut wanita itu sudah sangat kenyang.

"Nona anda akan datang ke butik bersama tuan besok, ini ponsel di dalamnya sudah ada nomor." Nayla menyerahkan kotak segi empat panjang.

"Aku sudah ada ponsel."

"Di dalam ada nomor, Tuan Muda, anda tak boleh menggunakan ponsep lama lagi."

Elis meremas dres mocca yang dikenakan bahkan perkara ponsel saja diurusi padahal ponselnya baru dibeli beberapa bulan yang lalu.

"Tapi bagaimana jika orang tuaku menghubungi."

"Saya yang akan mengangkatnya," jawab Nayla singkat.

"Tuan apa maksudnya apa kau tak boleh berhubungan lagi dengan keluargaku?"

"Jadi ponsel lamaku akan diambil alih, Nayla?"

"Kau boleh berbicara dengan mereka tetapi ada batasnya semua akan dipantau oleh Nayla."

"Tapi Tuan ..."

"Kau mau membantah?!" tanya Adinata meninggi

Elis bergumam pelan, "Kau saja rajanya."

"Menyingkir dari pangkuanku tubuhmu berat!" Adinata berbicara kesal wajahnya seketika berubah ia menendang sudut telapak kaki Elis

"Urus dia Nayla." Adinata meninggalkan ruang tengah masih setengah kesal

"Nayla, ku mohon biarkan aku masih tetap berbicara dengan keluargaku," pinta Elis lirih

"Nona bisa ajukan itu dengan Tuan Muda, saya hanya menjalani kewajiban. Tapi saya berharap jangan mengatakan apapun lagi Tuan Muda sangat marah."

"Nayla apa.sekarang kau berpihak dengan Tuan Adinata kemarin kau hilang aku juga majikan, ayolah kalau bukan majikan kita sesama wanita saling mengerti bagaimana jika kau jauh ari keiuarga." tutur Elis ia bisa saja melakukan hal bodoh apapub yang di katakan Adinata. Jauh dari orang tua dan berpisah dengan adiknya sekarang justru harus kehilangan komunikasi peraturan aneh yang dibuat Adinata.

"Nayla ku mohon, biarkan aku masih tetap berbicara setidaknya dengan adikku."

Nayla membungkukan badannya. "Saya permisi, Nona, bisa langsung berangkat kerja nanti ada sopir yang mengantar."

Nayla tak ingin berurusan terlalu panjang masalah yang dihadapi gadis muda ini bagi Nayla perintah Tuan Muda sangatlah mutlak tak bisa diganggu. Nayla meninggalkan Nona Mudanya yang tidak terima keputusan sepihak Adinata.

"Kenapa hidupku menjadi seperti burung dalam sangkar ponsel ini memang jauh lebih mahal mungkin ia bisa membayar gajiku menulis selama setahun full tapi bisakah aku berbicara pada adik, lama-lama kepalaku menjadi nyeri."