"Aduh pinggangku." Elis mengerutu kesakitan semalam dikerjai habis-habisan Adinata. Elis berjalan dengan menyeret kaki sebelah kiri dan punggung yang terasa nyeri.
Saat semalam ia sudah menyerah pada takdir bahwa semuanya akan dalam kendali Adinata. Bodohnya ia memejamkan mata saat wajah Adinata mendekat justru lelaki itu malah menyentil telinga Elis.
Elis dalam mode siaga ia panik bukan main merasakan nyeri di telinga monster jahat itu mulai bertindak kurangajar.
Pukul 11.30 Elis tak kunjung tidur meski kantuk mulai menyerang beberapa kali ia sudah menguap duduk di dekat layar hukumnnya yang diberikan Adinata wajib menemaninya lembur.
"Buatkan aku kopi," perintah Elis malas, duduk di atas kursi kantuk mata gadis itu mulai terlihat dari pagi sampai malam belum tidur.
Elis menguap lagi sesekali ia ia berusaha agar tetap tidak tertidur sepagi ini
"Nona apa anda tidak tidur semalam?" tanya pelayan wanita tak tahu apa yang terjadi pada Nona Muda.
"Semalam aku lembur," jawab Elis memutar bola matanya jengah tadi saat menuruni anak tangga pelayan yang lain juga bertanya hal yang sama apa kantuk matanya sangat terlihat.
Dayana membulatkan matanya kaget sekaligus merasa malu. "Ini Nona kopi anda." Dayana menutup wajahnya menggunakan nampan kenapa bisa semalam ia menguping mendengar suara-suara grusur
"Duduklah kamu pasti lelah temani aku minum kopi."
Dayana menggelengkan kepalanya. "Saya akan berdiri saja, Nona, tidak baik duduk bersama ...."
Elis gemas akan tingkah Dayana yang lucu Elis lalu memundurkan kursi menyuruh Dayana duduk. Dengan terpaksa Dayana duduk bersama majikan harusnya dalam daftar ia tak boleh duduk sama rata dengan majikan gadis itu tergugup
"Saya berdiri saja, Nona."
Elis mengancam dengan sorot matanya.
Dayana menahan salivanya saking gugup.
"Aaa ...." Elis bersuara
"Nona, Nona, apa yang sakit biar saya lihat Nona pasti melakukannya dengan kencang semalam."
"Kamu ngomong apa sih, punggungku sakit bukan yang lain," ujar Elis kesal
"Tapi Nona, kan melakukan semalam ..." wajah Dayana berubah semerah tomat bodohnya ia menguping saat jam dua belas malam Dayana terbangun mendengar suara barang yang jatuh lantai atas saat ia melewati kamar majikannya tak sengaja mendengar suara desahan. Dari mana Dayana tahu karena pintu kamar Adinata dan Elis terbuka sedikit sehingga ada cela gadis itu menguping
"Ihh udalah." Elis melongos prrgi meninggalkan Dayana pembantunya yang paling loading dan paling cepst menyimpulkan sesuatu melakukan hal itu dengan pria monster? Jangan mimpi Elis tak akan pernah mau dijamah oleh seorang pria kasar dan tempramen jaub sekali dsri tipe lelaki Elis. Ya, meski gadis ini belum pernah merasakan yang namanya pacaran setidaknya sekali milih bukan seperti Adinata. Kalau bukan nasib adik dan ayahnya mana mau Elis bertahan di rumah yang selalu membuat sesak napas.
Elis menyeret kakinya masuk ke dalam kamar mandi bawa ia lupa hari ini harus bekerja sejak kemarin tak memberi kabar pada Leni. Ponselnya yang disita serta nomor kontak terbatas dari Sekretaris Nayla ingin sekali Elis menjambak manja rambut Adinata
***
Elis bersyukur setidaknya Adinata tak melarangnya bekerja
"Aaa ... kenapa Tuhan kejam sama hidup Elis," pekik Elis kencang semerdekahnya saja mau teriak kencang pun tak akan ada yang mendengarkannya. Elis melempar pandangan burung yang terbang bebas mau singgap di mana pun.
"Lelaki brengsek! Ingat ya aku bisa saja meracuni mulut pedasmu itu. Kalau tidak menyukaiku setidaknya jangan menyentuh!"
Elis melemparkan bebatuan kerikil kecil lebih baik menenangkan pikirannya duduk di tepi danau pemandangan yang sejuk. Elis bebas mau memakai tak yang mendengarkan suaranya.
Di danau yang airnya jernih ini ia bisa memuncak segala emosinya Elis menjatuhkan tubuh di atas kursi putih panjang.
"Kenapa." Elis mencabuti rerumputan hijau wajahnya mulai berlinang air mata.
Elis sudah memgabari sahabatnya Leni untuk datang ke danau tempat biasa ia bertemu ketika Elis sedang galau. Rerumputan hijau di pinggiran Elis mulai habis kadang kebiasaan ketika gadis itu mengalami masalah memang sering duduktermenung mencabuti rumput.
Ingin sekali menelpon Leni tetapi mana berani ponsel yang ia taruh dalam tas tentu saja sudah diatur.
Butiran tetesan asam membanjiri kedua pipi gadis itu.
"Aaa..." Tiba-tiba saja suara seseorang dari belakang melihat ke depan
"Hey Nona kau menganggu tidurku," ucap pria yang mengena jas putih
Elis terlonjak kaget lalu berdiri
"Si ... siapa kau?!" tanya Elis memekik padahal tadi ia melihat sekitaran hanya dirinya lalu tiba-tiba saja seorang pria tak jauh dari kursi panjang terbangun wajahnya khas bangun tudur.
"Harusnya aku yang bertanya, huff, suara tangisanmu itu membuat tidurku terganggu padahal baru beberapa jam.juga aku baru mau tidur." Pria itu menguap sesekali mengaruk bagian ketiaknya dan mencium aromanya ia menatap malas wanita yang suaranya cukup menganggu tidur
"Jadi kau dengar aku, aku ngomong apa tadi?" tanya Elis memastikan bisa-bisa ceroboh begini
Pria itu kembali tengkurap sesekali menguap matanya berair karena kantuk.
"Kalau mau mengutuk orang langsung dihadapanya beraninya di belakang."
"Hey!" Elis menunjuk jarinya, "Kau menguping atau orang suruhan monster itu ya!"
"Huff, aku tak tahu masalahmu apa yang jelas sudah menganggu tidurku." Lelaki itu kembali tengkurap suara cempreng wanita itu membuat tidurnya terganggu padahal sebentar lagi menuju pulau kapuk.
Elis berjalan mendekati pria berjas putih memiliki rambut sedikit keriting lalu mengoyangkan tubuh pria itu.
"Katakan kamu pasti orang suruhannya, kan, nggak usah ngeles deh."
Pria itu masih menatap datar ia sangat mengantuk lalu berduduk sila menetrakan penglihatannya.
"Aku tak tahu yang kau maksud ya, aku ke sini untuk mencari ketenangan semalam aku tak tidur."
"Dih curhat." Mata Elis melihat tajam jas putih nametag yang berada di dekat dada pria itu.
"Dr, Gavin."
"Dokter kenapa tidak tidur di ruangan pribadi saja."
Gavin mengembuskan napas, pipinya mengembung seperti balon.
"Aku kan tadi sudah katakan mau mencari ketenangan lagi ini tempat umum."
Elis menggeram, "Pasti kamu mata-matanya kan!" ucap Elis tajam tak bisa lagi dibohongi setiap kali ia pergi pasti akan ada yang mengintai
Gavin memutar bola matanya, jengah. "Terserah kamu saja, deh."
"Memang monster yang kamu maksud itu siapa? Pacarmu oh ayolah bisa selesaikan secara baik-baik, huff, dasar wanita sulit dimengerti"
Elis memajukan wajahnya ia mendekatkan telinga. "Coba katakan lagi apa kamu bilang."
"Siapapun dirimu wahai wanita berhentilah menuduh, aku lelah habis operasi semalaman silahkan pergi kalau memang tak ingin di sini dan silakan tetap di sini asal jangan berisik."
Elis menoyor kepala Gavin orang asing yang ingin memberi titah Elis boleh-boleh saja menuruti perintah keluarga tetapi gadis ini tak akan mau ketika ada yang memerintah apalagi pria yang tidak tahu asal-usulnya.
"Ini tempat umum aku berhak dong!"
Gavin menggoyangkan tangannya pertanda tidak ingin berdebat.
"Dasar wanita aneh."
Seseorang mengepalkan tangannya dari belakang menatap penuh tajam
"Elisa Kinanti."