Adinata mengangkat sebelah tangannya, wajah pria itu masih tetap dingin, rapat siang hari ini mengenai perkembangan perusahaan. Semua orang mula merapikan berkas lalu keluar.
"Tuan," panggil seorang pria paru bayu matanya sipit.
Adinata mempersilakan duduk pria itu sembari menunggu OB membawakan secangkir kopi.
Nayla beranjak lalu berdiri dibelakang Adinata.
"Sesuai perintah anda Tuan."
Adinata melirik sekilas mengambil laporan yang diberikan pria itu.
"Bagus lakukan yang terbaik jangan sampai membuat dia curiga."
"Tidak akan Tuan saya sudah menyuap beberapa orang agar menutup mulut dan Nona Elis juga tidak curiga."
Adinata tersenyum kecil semua rencana berhasil sekali entah mangapa hatinya bergerak ingin turun langsung membantu wanita kampungan itu.
Nayla memperhatikan ekspresi wajah Tuan Muda sejak pagi wajahnya selalu terlihat berseri-seri, bahkan beberapa orang melakukan kesalahan hanya menegur sekilas, tak biasa Tuan muda melakukan itu semua.
"Apa yang dia katakan." Adinata merapikan jasnya pasti wanita jelek itu akan sangat senang apalagi dibantu oleh pria seperti dirinya.
"Nona sangat senang bahkan saat kami menawari langsung begitu antusias bahkan dia juga ...."
"Tambahkan saja Tuan," ucap Nayla dalam hati, melihat wajah Tuan Muda yang semakin tinggi dalam berkhayal Tuan Muda memang aangat aneh lain di mulut lain di hati.
Pria tua itu semakin mengompori bahkan memuji keahlian Nona Muda sesekali prai tua itu juga memberi sanjungan
"Nona beruntung memiliki suami seperti anda Tuan, pria yang selalu memperhatikan bahkan mendukung istrinya terkadang pria akan melarang wanitanya untuk bekerja melakukan hobinya, Anda memang pria idaman."
"Memang banyak yang mau denganku sih."
"Hentikan kegilaan ini Tuan Muda," guman Nayla wajahnya datar tak kalah melihat Tuan Muda yang bertingkah aneh bahkan sekarang tidak menyadari bahwa tingkah lakunya menjadi sorotan, untung saja hanya ada Nayla bisa-bisa mempermalukan dirinya sendiri.
"Nayla, berikan dia hadiah."
Nayla membungkuk lalu kemudian ia mengambil sebuah amplop wajah pria tua itu berseri-seri.
"Ambilah dan ini buat anakmu."
Pria tua itu berlinang air mata selama ini tak menyangka bahwa akan dipertemukan langsung dengan seorang pria baik seperti Adinata lewat wanita yang sempat mengunjungi ruangannya beribu kata terimakasih tak bisa membalas
"Tuan terimakasih banyak," ucapnya penuh syukur menengandakan kedua tangannya ke langit.
"Semoga pernikahan anda selalu dipenuhi kebahagian."
"Ini tiket untuk anakmu agar magang di sini."
Pria tua itu tak kuasa menahannya tangisan bahagia
"Nayla antarkan dia pulang."
Nayla mengangguk mengiringnya untuk sampai di depan ruangan parkir, selama bekerja dengan Adinata ,tak pernah melihat sedikitpun sikap adinata yang lembut apalagi perhatian pada orang baru Tuan Muda akan acuh, selain dirinya sendiri ia masa bodoh mau orang sekitarnya pun hilang Adinata tak peduli. Sedikit senyumannya yang hilang kembali hadir pasca kedua orang tua Adinata meninggal
Sebelum menutup pintu ruangan kerja Nayla menatap Tuan Muda. dia sadar atau tidak sikapnya yang sedikit melembut membuat orang-orang disekitarnya terheran.
"Saya tak akan membiarkan kebahagian Tuan Muda hilang."
***
"Dayana sedikit lagi dong nih astaga yang sebelah kiri paling atas gede tuh!"
Dayana meluruskan pandangannya bersiap untuk naik memanjat lebih tinggi pohon jambu sebab tadi ia tak sengaja melihat Nona Muda yang terlihat lesu. Ia pun mengajak Nona Muda mengelilingi taman belakang yang terawat ada banyak sekali pohon buah-buahan.
Elis merogo kain di tangannya astaga belum pernah ia menginjakkan kaki ke taman belakang yang ternyata di penuhi pohon buah-buahan
"Kalau begini ceritanya nggak bakalan deh aku pindah, pasti kalau ngajak Reza senang nih."
"Nona! Tangkap buahnya." Dayana memetik beberapa jambu berukuran besar ia sangat lihai dalam memanjat pohon
"Asik!" Elis berhasil menangkapnya beberapa buah berada di tangan, kedua matanya berbinar. "Padahal buah jambu kalau di pasar mahal huff ini sih boleh dijadikan bisnis buah."
"Kamu turun cepat!" perintah Elis hari sudah semakin sore.
Dayana akhirnya turun untung ia bisa turun dengan selamat
Mereka berjalan-jalan di pinggiran taman sejak tadi Elis terus berseru senang
"Ini sih bukan taman tapi. Surga! Aa andai saja kalau dijadikan tempat wisatawan pasti akan banyak yang datang."
"Nona menyukainya?" celetuk Dayana, membawa keranjang buah
"Tentu besok-besok ajak aku melihat tempat di rumah ini, huf, gede banget aku cuman tahu ruangan kamar, takut tersesat."
Elis memang jarang keluar apalagi di mension Adinata yang super luas bisa-bisa ia tersesat. Pandangan mengedar saat melihat air mancur serta bunga mekar warna-warni tumbuh disekitar rerumputan hijau yang tertata rapi.
"Nona apa yang anda lakukan Nona jangan!" cegah Dayana aduh bodohnya bisa-bisa kecolongan start
Elis berlari cepat. "Ayokah Ini sangat asik wah ada bunga teratai juga." Rasanya bukan berada di taman ini seperti berada di dalam dunia fantasi kerajaan di mana akan menemukan sungai dan bunga teratai ternyata di dunia nyata ada juga
Dayana cemas ia bergegas menyusul Nona Muda. "Nona sebaiknya kita pulang saja hari semakin sore besok saja ke taman lagi, eh apa yang Nona lakukan." Mata Dayana melotot sempurna ia melihat sekeliling tak ada pria yang menjaga hanya ada beberapa pembantu wanita
Elis membuka kancing bajunya sekarang hanya memakai pakaian yang pendek.
"Air segar sekali, wah, di sini juga ada danau buatan."
"Nona cepat tangkap tanganku ayo naik, Tuan akan marah kalau melihat Nona begini, Pelayan!" panggil Dayana beberapa pelayan yang sejak tadi berada tak jauh itu tergopo-gopo berjalan.
"Ambilkan handuk cepat," ucap Dayana cemas, hari semakin sore kalau sampai terlihat oleh Tuan Adinata bisa-bisa akan marah besar. Nona muda yang sejak tadi keras kepala malah menengelamkan tubuhnya ke dalam air.
"Nona!" Teriak Dayana. "Nona cepat naik."
Elis mengibaskan rambutnya yang basah "Kemarilah kita senang-senang airnya sungguh sejuk, Dayana, jangan tegang begitu Tuan kan datangnya malam. Kita masih punya waktu."
"Tidak Nona ayo cepat naik."
Elis tertawa terbahak-bahak ia memukuli air membuat Dayana harus menjauh agar tidak terkena percikan air.
"Haha ... kau ini sangat takut air dasar yaudah kalau nggak mau mandi, aku saja diam di situ deh sebentar."
"Tapi Nona ini sudah sore tidak baik mandi di luar begini nanti masuk angin."
Elis tak peduli kata-kata Dayana ia tak pernah merasakan mandi langsung di danau buatan. Kalau sejak awal tahu mungkin ia tak akan bosan di rumah yang hanya berada di kamar.
"Astaga bagaimana ini." Dayana mengigit jari-jarinya tubuh Nona muda terekspos untung saja hanya ada pelayan wanita.
Kaki jenjang yang mulus, kulit putih Elis hanya memakai pakaian dalam terus berenang ke tengah