"Aku sungguh siap menunggu apabila kamu tetap tak membuka hati, Dian."
Adinata diam, belaian lembut tangan Mawar. Ah, wajah itu Adinata tak menyukai seseorang meneteskan air mata dihadapannya. Adinata bingung harus mengungkapkan kata-kata yang pas untuk Mawar.
Mawar kembali bertanya, matanya sendu meminta penjelasan dari bungkamnya Adinata, hatinya terasa sesak.
"Dian, aku tahu kamu sengaja memilihnya karena hal lain kan? Iya kan, Dian. Aku mencintaimu Dian sejak pertemuan pertama kita di cafe apa kamu nggak ingat semua itu?"
Tatapan luruh Mawar membuat Adinata sedikit gusar mata Adinata bergerak mencari sesuatu di retina mata Mawar. Adinata memang tak mencintai Mawar.
Mawar membelai lembut wajah Adinata ditatapnya dalam-dalam menyalurkan seluruh isi hati lewat pandangan, wajah Mawar semakin dekat bola.mata indah Adinata sudah membuatnya jatuh hati terlalu dalam. Ia bisa merasakan deru napas Adinata yang teratur.
Matanya terpejam bibirnya mendekat.
"Sudahlah Mawar." wajah Adinata berpaling saat bibir Mawar mendekat.
Adinata melepaskan belaian tangan wanita itu di pipinya.
"Semuanya sudah berlalu lagian apa yang dikatakan Papahmu benar."
***
Setelah kejadian yang dilihat Elis langsung tepat di dekat tangga saat ingin bertemu dengan Adinata, Melihatnya bermesraan dengan seorang wanita yang tak lain sempat mengancam dirinya.
Tangannya terus memencet remot control mencari saluran Televisi yang menarik
"Apa mereka dulu memiliki hubungan dekat ya, hmm ... kalau ini sih perlu diselidiki."
Elis merebahkan tubuhnya di atas sofa lalu berbalik menjadikan tangan kanan sebagai tumpuan. Cuaca di luar agak gerimis. Elis mematikan Televisi berita tentang kematian selalu saja tersebar di mana-mana.
Tubuhnya meringkuk lalu mengambil keripik alot yang dibuat Dayana beberapa hari lalu.
"Kalau memang mereka saling mencintai lantas berarti aku sebagai penghalang dong."
Elis berbaring lalu menghadap ke depan tirai jendela. Malam ini tak ada adinata tadi Nayla sempat mengatakan bahwa ada beberapa pertemuan Adinata akan pulang besok pagi. Elis juga tak pusing mau pria monster itu pulang berbulan-bulan pun tak masalah.
Kejadian.di bawah tangga tadi cara adinata bersikap sangat berbeda dengan caranya saat bersama Elis, fakta itu semakin.menguat ketika Mawar membelai pipi Adinata apalagi tadi ia mendengar sedikit perbincangan menyebut Adinata dengan sebutan Dian bukankah kata itu sama saja panggilan sayang?
"Kalau memang mereka pernah berniat untuk.jenjang serius namun terhalang sesuatu kenapa nggak aku coba buat jadi penyambung, mereka bisa bersama dan aku terbebas melanjutkan hidup." Elis lalu terduduk menyilangkan kedua kakinya di atas sofa
"Ide yang bagus! Mari satukan cinta lama." Kepala Elis berputar sangat cepat. Dia akan melakukannya langkah awal berbaikan dengan Mawar sempat berseteru ia akan mengalah sedikit demi kebaikan semua orang.
Elis juga tak ingin terlalu lama di rumah ini tabungannya sudah cukup untuk hidup mandiri ayah dan ibu? Mereka sudah hidup bahagia apalagi sekarang perusahaan ayahnya sudah semakin maju. Reza tentu ia akan bertemu dengan adiknya setiap akhir pekan, rencana ini sudah tersusun rapi. Elis menaruh kembali majalah dan toples kaca keripik alot
Kakinya menapak di atas karpet berbulu pandangan melihat bingkai foto di atas meja.
"Ah akhirnya aku menemukan jalannya sebentar lagi, Elis saatnya beraksi."
"Marilah kita berteman Mawar, maafkan aku habisnya ngeselin sih." Langkah awal ia harus bisa bertemu dengan Mawar mengambil nomor ponsel gadis itu.
Elis mematikan lampu tidur ia bergegas menaiki ranjang menutup tubuhnya dengan selimut.
Nayla tersenyum miring, "Nona mau kabur ya." Nayla mematikan ponsel pintar yang memang sengaja di pasang cctv untuk.mengecek apa saja yang dilakukan Nona Muda, benar dugaannya wanita keras kepala itu berniat untuk kabur.
"Saya tak akan membiarkan rencana Nona berhasil." Senyum miring Nayla, ia tertandang membiarkan dulu apa yang akan dilakukan Nona Muda. Nayla akan mengikuti jalan permainan Nona Elis.
Nayla.mematikan ponselnya lalu kembali masuk ke dalam ruanga VVIP menemani Tuan Muda yang masih berbincang dengan rekan bisnis dari negara luar.
"Semoga kita dapat menjadi rekan untuk proyek selanjutnya Tuan."
Adinata mengangguk pelan pertemuan di hotel.diakhiri dengan jamuan makan
"Tuan kamar 142."
"Kau saja yang menginap, Nayla, aku ingin langsung pulang."
"Tapi apa anda tidak kelelahan Tuan setelah rapat sebaiknya tidur saja di hotel saya sudah ruangan anda."
Adinata memutar bola matanya, melirik sekilas sekretarisnya entahkah biasanya ia akan menginap. Adinata selalu kepikiran gadis kampung itu rasanya aneh kalau belum mengerjainya sehari saja.
"Batalkan saja."
Nayla menganggu lalu kembali keluar untuk membiarkan kunci kamar.
Nayla keluar dari lantai hotel lalu mengambil.mobil.di tempat parkiran beberapa.penjaga juga ikut.
Adinata melepaskan.pita yang sedari tadi mengikat di lehernya.
"Apa yang dilakukan.wanita itu ya. Nayla apa kau tahu?"
Nayla.melirik Tuan Muda dari kaca mobil.ia melajukan kecepatannya untuk cepat sampai malam ini ia ingin istirahat tanpa terusik lagi dengan telpon yang tiba-tiba berdering.
"Tidak Tuan," jawab Nayla.
"Payah sekali, kira-kira hukuman apa bagus untuk mengerjai gadis jelek itu." Adinata mengambil ponsel di saku jasnya diam-diam ia sempat mengambil foto saat gadis kampungan itu tertidur, tawanya meledak
"Hahah, dia tidur seperti kerbau!"
Nayka memgembuskan napasnya perlahan, membiarkan Tuan Muda menikmati permainan barunya. Nayla ingin segera keluar saja dari dalam.mobil.
Tuan muda aneh kalau di depan Nona muda selalu terlihat jutek saat di belakang ia bertanya keadaan Nona Muda kadang Nayla pusing sendiri pekerjannya di kantor sudah sangat menumpuk sekarang harus mengurus masalah rumah tangga Tuan muda padahal.itu diluar kapasitas pekerjaannya.
***
Bel rumah berbunyi Dayana segera membuka pintu menyambut Tuan Muda
"Selamat malam Tuan, Nona sudah tertidur apa perlu saya bangunkan?" tanya Dayan sembari menunduk
"Tak perlu kau pergilah tidur." Adinata menaiki anak tangga senyumnya kembali merekah ingin melihat reaksi gadis jelek itu apabila mendapati Adinata sudah datang.
Adinata membuka pintu kamar menggunakan kartunya saat ia masuk hanya terlihat cahaya lampu remang. Adinata melepaskan jas mengulung bajunya sampai ke siku. Pelan-pelan ia mendekat
Elis mengeliat pelan masih belum sadar bahwa seseorang tengah menatapnya
Di tatapnya dalam-dalam wajah wanita yang kini tertidur lelap sampai-sampai tak mendengarkan derap langkah kakinya mendekat.
"Lumayan juga," guman Adinata
Adinata ingin beranjak keluar namun tiba-tiba saja tangannya ditahan.
"Ibu ... jangan tinggalin Elis."
"Lepaskan tanganmu, kau mengigau ya."
Tangan Elis semakin kuat bibir gadis itu terus menyebut nama ibunya.
"Ibu jangan tinggalin Elis. Aku merindukan Ibu," lagi-lagi Elis berkata dengan lirih matanya masih terpejam.
"Apa sebenarnya yang terjadi pada gadis ini?" Adinata mendekatkan tubuhnya dibiarkan tangannya dipegang Elis.
"Diamlah. Aku akan di sini." Pelan-pelan Adinata naik ke atas kasur. Tepatnya di pinggir, hanya tersisa sedikit tempat saja, tangan Elis tak mau melepaskan genggaman itu.
Elis berbalik mencari tempat ternyaman
Addinata menyipit tajam, "Kau semakin kurangajar lihat saja besok."
Meski mengatakan itu adinata tetap membiarkan kepala Elis menjadikan lengan Adinata sebagai bantal.