Tubuh Elis tersungkur ke lantai ketika seseorang dari samping dengan sengaja menyengol bahunya
"Jauhi Adinata." Kaki jenjang nan mulus berbalut dress selutut matanya menyorot penuh kebencian.
Elis membersihkan sikunya lalu kemudian gadis itu ikut berdiri.
"Kamu menginginkan uang kan," ucapnya dengan wajah yang datar mengeluarkan sebuah amplop tipis. Senyum sinis terbit gadis yang tidak memiliki sesuatu yang patut dibanggakan.
"Didalam ada lembaran cek bisa tulis sendiri berapa nomilan yang dibutuhkan," katanya anggun masih berdiri memandang remeh Elis.
Elis berdiri, ia ikut tersenyum, "Nona ambil saja kembali saya tak butuh ini."
Mawar tersenyum sinis, menatap dari ujung kepala sampai kaki gadis kampungan ini masih tetap keras kepala oh ayolah Mawar bisa melakukannya lebih dari ini. "Aku meminta dengan baik-baik lebih baik berdamai kan? Masalah beres kau butuh uang." Jari lentiknya menyerahkan di depan mata Elis.
"Aku tahu wanita sepertimu sengaja menikahi orang kaya karena uang."
Elis memejamkan mata lalu kemudian gadis itu mengambilnya, "Saya memang orang miskin tetapi saya memiliki harga diri sebaiknya."
Mata Mawar melotot sempurna mengepalkan tangannya kuat-kuat benar ingin memulai permusuahan sejak awal Mawar tak menyukai Elis gadis yang biasa-biasa saja tetapi begitu sombong.
Elis meremas amplop berisi cek membentuk sebuah bola kecil. "Kalau memang anda menyukai Tuan adinata bisakan secara langsung tak perlu mengancam," ucapnya tegas. Melenggang pergi
"Hey!" Mawar merentangkan tangan menghadang tubuh Elis, jarinya menunjuk tajam. "Kamu sudah berani menolaknya rasakan penderitaanmu nanti!"
Elis memutar bola matanya malas berurusan dengan anak orang kaya memang suka bermain semena-semena ia kali ini tak akan takut dengan ancaman gadis seperti Mawar anak manja yang hanya mengandalkan posisi orang tuanya.
Elis memegang telunjuk jari Mawar mata keduanya saling bertatap menyulutkan emosi.
"Nona sangat cantik tak perlu melakukannya okey." Elis meninggalkan Mawar, senyum kepuasan ia dapat akhirnya setelah sekian hari berhasil menindas lawannya berlagak seakan memiliki banyak kemampuan.
"Ja ... jadi Kinan udah N—nikah " Leni berbalik punggung saat ia berniat untuk mengambil ponsel yang tertinggal dalam tas Elis langkahnya terhenti ketika melihat Elis berbicara dengan seorang gadis. Leni menguping pembicaraan Elis ia kaget ketika mendengar nama adinata disebut
"Jadi selama ini Kinan sembunyiin dari aku, sahabatnya sendiri."
Leni segera keluar menyusul. Elis meminta langsung jawabannya yang akurat tak mungkin Elis menyembunyikan sesuatu darinya begitukah cara Elis sekarang berani sembunyi rahasia padahal selama ini mereka sudah sangat akrab.
"Awas kau gadis kampungan!" Mawar melongos pergi berani-beraninya seseorang mengancam selama ini tak da satupun yang beraki menolak atau sekedar mengancam tak tahu kah kalau ayahnya siapa. Lihat saja Mawar akan membuat perhitungan
***
Leni bergegas menuju ruko sebentar lagi jam pulang tentu tak mau menyianyiakan waktu Leni memgambil jalan pintas, menuju ruko pendengarannya masih bagus kejadi di tempat buku tadi membuat Leni tak habis pikir. Ia tak mau menyimpulkan begitu saja tentu Elis mungkin memiliki alasan mengapa menutupin semua darinya bahkan ia saja yang tak tahu.
Gantungan kunci di tangan Leni segera membuka ia tak melewati pintu depan. Gelap segera menyalakan lampu ruangan ruangan suhu yang panas.
Leni menapaki kakinya ketika beradu menatap penuh meminta pada Elis.
"Loh kok Len." Raut wajah Elis terkejut mendapati Leni yang tiba-tiba saja diam menatapnya berbeda kalin ini wajah gadis itu mengerut.
"Kamu udah nikah, kan, Kinan."
Jantung Elis terpacu dua kali, lima kata yang berhasil membuat tubuhnya mematung bibir gadis itu seakan terkunci rapat tak tahu harus memberi alasan apa
"Dari mana kamu tahu, Len?" tanya elis masih berusaha tetap terlihat membaik.
Leni menarik panas kasarmya. "Jawab pertanyaanku Kinan."
Elis menahan salivanya seketika sekujur tubuhnya ikut gemetar apa ia sudah ketahuan. Elis mendekat.
Tetapi Leni mundur tangan Elis ingin meraih bahunya tetapi dengan cepat Leni menepisnya pelan. "Kinan please jawab pertanyaanku."
"Ini nggak seperti yang kamu dengar Len aku, aku nggak ada maksud buat sembunyiin semua ini ...."
Leni mencebik, "Aku kira kita sahabat, selama ini kita saling percaya berbagi rahasia tapi sekarang."
"Bukan kek gitu Len, aku ... aku terpaksa dan itu semua dalam keadaan mendesak."
Bibir Leni terangkat sebelah. "Aku nggak marah kamu nikah duluan Kinan, aku kecewa aja kenapa nggak cerita sama aku."
Tangan Elis terangkat sebuah cincin putih melekat di jari manisnya, "Semuanya secara mendadak dan cincin ini aku bahkan nggak tahu kalau hari itu juga aku bakalan nikah."
Salah memang Elis tak menberitahu leni tetapi saat itu ppsisinya beda Elis butuh waktu menenangkan pikirannya yang kacau. Elis tak mau Leni ikut terjerumus dalam masalahnya kali ini, masalah yang sangat sulit terpecahkan selama ini Elis sudah banyak menyusahkan sahabatnya ia tahu tindakan apa yang akan dilakukan Leni.
Leni bukanlah gadis biasa posisi orang tuanya juga berada, hanya saja Leni lebih memilih terlihat sederhana.
"Maaf, Len, aku nggak jujur sama kamu selama ini kamu usah banyak banget tauin aku dan pernikahan ini juga karena perjodohan." Elis tak bisa memberitahu alasan mengapa ia harus menikah dengan Adinata pria kaya raya yang terpandang di kota ini.
"Aku bahagia kalau kamu juga bahagia Kinan." Tarikan napas panjang Leni embuskan, "Jangan beranggapan kalau kamu nyusahin aku. Kita udah kenal dari jaman SMA."
Hati Elis melembut beribu maaf mungkin tak bisa mengobatinya bibir gadis itu terkatup
Leni mendekat lalu kemudian ia mendekap Elis. "Semoga kamu bahagia Elis, apapun yang terjadi jangan pernah sungkan berbagi masalah denganku."
"Makasih Len, kamu mau ngerti kondisiku."
Elis tak akan pernah bisa menemukan sahabat sebaik Leni yang mau menerimanya bahkan di masa tersulitpun Leni selalu ada dari sekian orang yang mendekat hanya memanfaatkan Elis.
"Ekhem." Suara deheman yang cukup keras dari depan
Kedua gadis itu berbalik pandanganya melotot. Melihat sosok pria yang berbalut setelan formal.
"Pria tepi danau!" ucap Elis kaget
Leni mengerjapkan mata sesekali mengucek, "Pangeran putih," gumamnya pelan.
"Huf kukira memori ingatanmu rusak Nona, entah kenapa takdir mempertemukan kita lagi," ucapnya terdengar malas, kedua tangan Gavin masukkan ke dalam kantong celana matanya menatap badground ruangan.
"Kau pasti mengintaiku ya!" Elis memasang mode siaga ia berdiri di depan tubuh Leni meski begitu tetap saja tubuh Leni
"Astaga pikirannya aku saja tak tahu kalau pemilik di sini itu anda Nona."
"Udahlah nggak perlu nyari alasan lagi pasti kau Pria Mesum!" tuduh elis bagaimana mungkin pria ini mengetahui alamatnya padahal.ia sekali saja bertemu itu tak sengaja.
"Kinan," ucap Leni menekan punggung Elis dengan telunjuk jarinya. Leni maju tanpa ragu lagi kali ini ia harus berhasil menjabat tangan pria tampan.
"Maafkan temanku dia baik kok hehe, tolong maafkan ya. Kenalin aku Leni."
Elis mendengus
"Nggak perlu kenalan sama pria aneh ini Len nanti bisa-bisa informasi pribadimu dilacak lagi."
Gavin tersinggung mendengar tuduhan wanita pendek ini. "Aku bukan hacker kalaupun iya buang waktu mencari tahu."
Wajah gadis itu memerah senang sekali akhirnya doanya terjawab juga ingin bertemu lagi.