"Tuan hari ini saya akan pergi keluar sebentar," pinta Elis yang rapi baju setelan formal karena hari ini. Hari paling penting untuk pertemuan Elis juga sudah memberi tahu Leni kemarin agar mereka bertemu di stasiun saja.
Adinata meringkuk masih terbalut selimut belum juga pertanda sang empun akan beranjak bangun dari kasur tempat tidur.
Elis dengan sabar menunggu Adinata untuk bangun, menyebalkan tetapi Elis harus berusaha sabar atau kalau tidak ia tak akan mendapatkan izin untuk bepergian apalagi kemarin saat mengirim pesan pada sekretaris Adinata jawabannya singkat padat dan bikin sakit hati.
"Tuan." Elis mendekat lalu kemudian ia dengar ragu memegang selimut Adinata pasalnya pria monster ini sudsh beberapa menit yang lalu masih dalam posisi sama.
Elis mendekatkan tangannya membuka selimut sampai hanya setengah. Matanya menelik ketika melihat bibir Adinata yang biasa berwarna ranum natural sekarang berubah pucat.
"Tuan apa anda sakit." Tangan Elis mendekat menaruhnya di atas dahi Adinata.
"Kok bisa sakit sih," Elis menyentuh dahi lelaki itu lagi suhunya memang benar panas baru kali ini melihat Adinata terbaring tak berdaya.
Elis menaruh tasnya lalu keluar memanggil Nayla.
"Nayla cepat ke atas Tuan Adinata badannya panas!" Teriak Elis cemas
Nayla segera bergegas naik ke atas tangga mengecek keadaaan padahal kemarin Tuan Muda masih terlihat membaik.
Nayla.membuka pintu kamar tak butuh waktu lama ia segera menelpon..
Para pelayan mulai cemas mempersiapkan air hangat Elis duduk di tepian ranjang.
"Monster ini kok bisa sakit ya hmm," batin Elis
Adinata terbatuk lalu memperbaiki posisinya dengan menaruh bantal di belakang punggung pria itu.
"Saya sudah memanggil dokter, Tuan kenapa anda bisa sakit begini."
Adinata menjawab lemas tubuh pria itu terlihat tidak bugar, "Kau tak perlu memanggil dokter."
"Tapi Tuan keadaan anda tidak membaik sebentar lagi dokter akan sampai."
"Tak perlu." Adinata menyorot Elis
Elis mengernyitkan dahinya, ada apalagi orang ini padahal terlihat sedang tidak membaik tetap tatapan tajam Adinata tetap sama tak ada yang berubah sakit atau tidak tetap saja.
"Biarkan dia merawatku, batalkan saja tak perlu memanggil dokter, lagian dia tidak memiliki pekerjaaan." Adinata menaruh kakinya kirinya saat elis duduk di tepian ranjang
"Dih kurangajar sekali pria ini," ucap Elis dalam hati
"Untuk apa aku membelinya kalau tidak berguna."
Elis tersenyum mekar ia tahu diri kalau memang dibeli seperti barang seenaknya
"Terimakasih sudah mengizinkan saya memijat kaki anda Tuan." Bodoh amat mau terlihat kesenangan melihat Adinata belum bereaksi elis kembali memujinya hal yang paling dibenci
"Suatu kehormatan saya bisa memijat kaki anda."
Adinata menggerakan kaki kanannya nah sekarang tak ada cela gadis jelek ini akan pergi. Adinata tersenyum sinis tahu sekali isi hati wanita kampungan di hadapannya pasti sekarang mendumel tak jelas.
Nayla mengembuskan napasnya, melihat tingkah Tuan Muda sejak menikah menjadi bodoh sekarang bermain apalagi
"Saya permisi Tuan." Nayla membukukan badannya lalu kemudian ia berbalik melangkah keluar meninggalkan dua orang yang terlihat tidak jelas. Satunya menjadi tak waras dan satunya lagi bego
Nayla memencet tombol hijau di ponselnya.
"Halo dokter anda tak perlu datang, Tuan Muda, sepertinya sudah membaik."
"Hey apa kau bilang dengar ya baik-baik aku sudah berada di separuh perjalan bahkan buru-buru keluar belum mandi dan sarapan!" ucap sang penelpon di seberang jalan suaranya berteriak kencang. Nayla menjauhkan ponsel di telinga tak tahan mendengar suara dokter.
Tanpa mendengarkan lagi Nayla memutuskan sepihak sambungan telpon
"Tuan Muda sebenarnya anda sedang kenapa." Nayla harus terpaksa membatalkan semua jadwal.
***
Elis mengeram kecil padahal tadi bilang sakit tapi sekarang monster ini malah. Membuka ponsel harusnya kepalanya sakit ketika melihat layar
"Pijat yang benar bodoh! Kau ingin mematahkan tulang kakiku ya!" Adinata menendang perut Elis
"Maaf, maaf Tuan saya akan memijatnya pelan." Tangan Elis berpindah ke kaki Adinata menjengkelkan
"Itu terlalu pelan, bagaimana sih yang benar kalau memijat kaki tak sembarang orang menyentuh, bersyukur kau bisa menyentuh kakiku!" ujar Adinata wajahnya masam ketika mencuri pandang Elis terlihat tidak senang.
"Perbaiki mimik wajahmu itu jelek sekali."
l
Elis tersenyum semanis mungkin, lalu ia berkata suara yang lembut. "Baiklah Tuan, saya akan melakukannya."
"Hey, hey kau ingin mengodaku cih! Bilang saja kau tertarik."
Demi ayam jantan yang tak bertelur timpuk saja wajah pria super angkuh ini kadang emosi, kadang suka menyombongkan diri.
"Bukan begitu Tuan." Elis berpindah tempat sekarang ia harus memijat tangan Adinata.
Adinata menepis tangan Elis ketika gadis itu menyetuh jarinya, "Beraninya kau menyentuh tanganku! Kalau menginginkan tubuhku bilang saja tak perlu mengode."
Adinata berpindah tempat ia menaruh ponsel di atas meja senyum kemenangan berhasil ia taklukan hari ini membuat wanita kampungan ini jengkel terlihat jelas sekali dari mimik wajahnya yang kecut. Meski begitu tetap berpura-pura tak marah cukup menantang. Adinata akan memiliki mainan mengetes sejauh mana stok sabar gadis jelek dan kampungan.
"Ambilkan aku handuk, dan nyalakan air aku mau mandi."
Elis mengelus dadanya lalu beranjak menuju ke lemari mengambil handuk untuk Raja yang banyak maunya.
Adinata menahan agar tak tertawa melihat dari balik punggung kecil wanita itu. Badannya memang agak sedikit meriang bohong kalau ia memang sakit namun. Ya, sakitnya biasa saja hanya ingin bersama beberapa jam saja dengan gadis kampungan.
Adinata merubah ekspresi wajahnya kembali seperti awal yang acuh
"Berbalik kau ingin melihat pusaka ku, he!"
"Ti ... tidak Tuan." Elis dilanda cemas dan sekaligus gugup bisakah pria ini menganti di kamar mandi atau di ruangan lain kamar ini. Ruang kerja dan juga beberapa ruangan yang entah ruangan apa itu Elis tak pernah mengeceknya.
"Lama sekali cepat isi airnya." Adinata kini sudah berganti pakaian hanya mengenai handuk sepinggang alis berkerut ketika Elis hanya melewati tanpa menoleh sedikitpun padahal Adinata berniat memamerkan roti sobeknya.
Adinata mengepalkan tangan menyusul Elis yang mengisi air di bak mandi dengan aroma sabun yang tercampur
"Cepat sedikit jangan lelet."
Elis mengangguk pelan menekan tombol air hangat.
Adinata kembali melangkah mendekati Elis, ia kesal ketika Elis tak memuji roti sobeknya.
Adinata langsung menenggelamkan dirinya ke dalam bak mandi.
"Gosok punggung cepat lama sekali menunggu air ini penuh."
"Haha baiklah Tuan maafkan saya yang lelet ini."
Elis menggoskan sabun cair ke punggung putih Adinata menyebalkan sekali kalau bukan pria ini sakit sudah pasti sejak tadi bertemu Leni, ia harus memandikan dan menidurkan bayi besar dulu sebelum berangkat.
Adinata memejamkan matanya, "Lumayan juga pijatannya," gumannya pelan