Chereads / Mission: No More Love / Chapter 30 - Rencana baru

Chapter 30 - Rencana baru

ata dan Dara duduk di karpet, menjadikan sofa sebagai sandaran apabila ingin. Di meja depan mereka sudah ada sepanci mi instan yang dibuat oleh Nata barusan.

Panci itu di letakkan di meja dengan sebuah buku dijadikan sebagai alasnya. Mereka mengambil mi dan memindahkan ke mangkuk mereka masing-masing. Dara memakai sumpit sementara Nata memakai garpu—dia tidak bisa pernah sumpit sebelumnya.

Mereka sarapan dengan televisi yang dinyalakan sebagai pengisi suara. Karena mereka berdua terlalu fokus pada makanan hingga suara yang dihasilkan bukan percakapan melainkan suara-suara seruputan yang menggunggah selera.

Sebagai makhluk yang tidak butuh makan untuk bertahan hidup, Nata sudah terbiasa dengan penyamaran sebagai manusia hingga dia juga terbiasa untuk makan seperti sekarang. Dia menikmati makanan yang tidak pernah dia makan sebelumnya di surga.

Begitu selesai, dia menyandarkan tubuh ke sofa. Dia berlagak seperti orang kekenyangan meski dia tidak bisa merasakan perasaan semacam itu.

Dara pun melakukan hal yang sama, menyandarkan punggung ke sofa. Dia masih memakai handuk untuk membungkus rambutnya yang sudah dikeramas tadi.

Keadaan terlalu hening membuat Nata tidak nyaman. Dia pun berusaha memecah keheningan tersebut dengan mencari topik pembicaraan. Kemudian, satu hal yang terlintas di kepalanya tidak lain adalah misi hukuman yang perlu dia selesaikan.

"Kupikir kita harus mempercepat rencana kita. Kita harus segera membuat Matt kembali padamu," ujar Nata terlalu tiba-tiba.

Sejak tadi mereka hanya makan dan menonton televisi— walau tidak sungguhan menonton —kenapa mendadak dia membicarakan hal itu? Padahal tidak ada yang menyinggung hal itu sejak tadi.

Meski begitu, Dara tidak melakukan apapun. Dia menyimak ucapan Nata dan mencernanya dalam kepala.

Gadis itu pun bertanya, "Apa rencanamu?"

Nata sadar dia tidak boleh bersantai lagi. Dia harus lebih gencar untuk mengusahakan keberhasilan hukuman yang dia terima ini. Dia harus segera menyelesaikannya jika ingin kembali ke surga sesegera mungkin.

Walaupun dia tidak punya keluhan tinggal di bumi, tetapi sudah menjadi kodrat seorang malaikat untuk tinggal di tempat yang lebih tinggi. Nata secara naluri merindukan tempat tinggalnya, dia merindukan surga.

Nata menggonta-ganti channel televisi di depan mereka. Mencari sesuatu yang bagus sambil mengatakan apa yang ada dalam pikirannya, "Sepertinya kita sudah cukup memanas-manasi dia. Sekarang kita tinggal beraksi dengan lebih serius."

"Selama ini kita tidak serius memang?" Dara memberikan reaksi yang tak terduga. Dia bertanya dengan sarkastik, suaranya santai cenderung datar, tetapi rasa tersinggung benar-benar terasa dalam tiap kata yang terlontar dari mulutnya.

Nata meletakkan remote, berhenti mengalihkan tayangan. Dia menatap Dara yang menghadap ke depan dengan sorot malas. Gadis itu menyandar ke sofa dengan kaki bersila. Rambutnya masih tersembunyi di balik handuk putih.

"Bukan begitu. Kita serius, kita selalu serius tentang hal ini. Tapi kali ini kita akan langsung mendatangi Matt dan menanyakan perasaannya terhadapmu," Nata berusaha menjelaskan.

Tetapi hal itu justru memancing kebingungan Dara.

"Hah?" Dara menatap Nata bingung. "Kau bilang apa?"

Nata menghela napas sebelum mengulang ucapannya dengan intonasi sejelas mungkin, tentu saja agar dia tidak disuruh mengulang lagi, dia berujar sambil menatap mata Dara yang kebingungan, "Kita datangi Matt dan tanyakan perihal perasaannya terhadapmu."

Kebingungan Dara sirna. Berganti dengan keterkejutan yang membuat mata Dara melebar. "Kau bercanda?"

Nata menelengkan kepala. "Kau tidak setujui?"

Tentu saja tidak. Harga diri Dara sudah diinjak sejak Matt dengan mudahnya mengalihkan perhatian pada Sinbi tiap kali mereka bertiga ada di satu tempat yang sama. Padahal Matt pernah bilang dia menginginkan Dara kembali. Tetapi dia juga tidak bisa melepaskan Sinbi pergi.

Lelaki itu sungguh membagi hatinya untuk dua orang berbeda. Dia mencintai dua gadis pada saat yang bersamaan. Sungguh, tidak ada yang lebih rendah daripada diduakan oleh seseorang. Dara sudah merasa rendah dengan semua itu. Dia tidak mau merendahkan diri lebih jauh dengan menanyakan perasaan Matt terhadap dirinya.

Rasanya seperti sedang mengemis untuk dicintai. Dara tidak mau. Yang ingin dia lakukan adalah membuat Matt mencampakkan Sinbi dengan membuatnya cemburu. Bukannya membuat Matt datang padanya dengan mengemis begitu.

Dara jelas tidak mau.

"Kenapa kita harus begitu? Bukankah kita hanya perlu membuat Matt cemburu dan menunggu dia datang sendiri padaku?" Dara bertanya, dia tidak terima dengan rencana Nata.

Sementara Nata perlu mempercepat misi ini agar dia bisa segera kembali ke tempat asalnya. Dia sudah ingin kembali pada kehidupannya yang dulu. Dia sudah ingin melakukan perjalanan ke sana kemari mencari manusia yang harus dia kabulkan keinginannya.

Bukannya malah terjebak dengan gadis yang berkeinginan ekstrem seperti Dara. Untung saja waktu itu Nata berhasil membujuk Dara agar tidak membalas dendam dengan melibatkan nyawa.

"Akan lebih baik jika kita melakukannya dengan terang-terangan dari pada hanya membuatnya cemburu," balas Nata.

Dara terdiam sesaat.

Dia ingat Nata menawarkan diri untuk membantunya membalas dendam pada Matt. Dia ingat betul hal itu, dan dia juga melihat semua usaha yang telah dilakukannya demi mewujudkan dendam Dara.

Tidak ada salahnya mengikuti rencana Nata, pikir gadis itu. Mengingat dia juga sudah mengikuti rencana Nata beberapa hari terakhir. Tidak ada salahnya jika dia mengikuti satu lagi rencana gila lelaki itu.

"Apa menurutmu itu akan berhasil?" tanya Dara hanya untuk mencari kepastian yang tidak mungkin dia dapat jika belum mencobanya langsung. Pertanyaan yang sia-sia intinya.

Nata mengendik. "Semoga saja."

"Kau tidak yakin dengan rencanamu sendiri?" Dara menatap Nata tidak percaya. Gadis itu pun mengeluarkan suara napas tidak percaya. Bisa-bisanya, dia berkata begitu?

Nata tidak merasa bersalah meski ditatap dengan pandangan seperti itu oleh Dara. Dia biasa saja. Toh, memang dia tidak salah.

Dia tidak bisa menjamin apa saja yang akan terjadi selama misi. Entah akan gagal atau berhasil, Nata tidak punya kemampuan untuk mengetahui hal tersebut. Maka yang bisa dia lakukan hanya berharap agar usahanya tidak sia-sia.

Dia menatap gadis itu. Mencoba menjelaskan apa keadaannya, "Banyak hal bisa terjadi saat kita melakukan rencana ini. Aku tidak menjamin keberhasilan."

Dara mengalihkan pandangan dari lelaki di sampingnya. Dia menatap ke depan, tidak menatap apa-apa sebenarnya, hanya memandang kosong.

Dia pun bergumam, "Pesimis sekali. Tidak seperti kau yang biasanya."

Nyaris saja tidak terdengar. Tetapi ruangan itu hanya ada mereka berdua. Dan, Nata bisa mendengar suara paling lirih sekalipun. Maka gumaman Dara sudah pasti sampai dengan jelas ke telinganya.

Dia pun membalas, "Memang aku seperti apa biasanya?"

Butuh beberapa detik sampai Dara membuka suara, menjawab Nata.

"Menggebu-gebu," ujar gadis itu mendeskripsikan sosok Nata yang biasa dia kenal.

Hari ini Nata masih seperti biasa, dengan kedua mata yang menyeret Dara tenggelam ke dalamnya, dengan suara manis yang menggelitik telinganya dengan nyaman, Nata masih menyimpan semua pesona itu.

Dia juga masih suka memaksa jika menyangkut rencana menaklukkan Matt. Tetapi, rencana yang dia paksakan kali ini sedikit berbeda, seakan dia tidak punya waktu untuk melakukan rencananya yang dulu. Sehingga dia membanting setir, memutar arah, dan mencari jalan lain untuk mempercepat rencana mereka.