NIAR: Teguran!
"Biarkan saja mereka tahu!"
"Tapi...." Sanggah ku.
"Sudahlah! Mau sampaikan di rahasiakan? Kamu pikir aku tega melihat mu setiap hari harus berjalan kaki dari pertigaan rumah sakit hingga ke IGD. Lagi, kamu pikir aku tega melihat mu setiap hari selalu di sudutkan oleh perawat senior mu. Cukup! Aku tidak mau lagi!" Jawabnya.
"Tapi, Dokter Vian... Saya malu jika semua orang tau"
"Kenapa harus malu? Kamu malu punya suami seperti ku? Begitu maksud mu?"
"Bukan! Bukan! Bukan begitu maksud saya! Saya malu karena keonaran yang saya buat dulu saat putus dengan Tomi. Setelah itu langsung menikah dengan orang lain sedang baru putus" Jawab ku berusaha menjelaskan.
"Berarti kamu malu menikah dengan ku" Katanya mengulang.
"Bukan! Tidak! Bukan begitu maksud saya!"
Lebih tepatnya aku takut membuat dokter Vian malu karena memiliki seorang istri seperti diriku. Namun jika ku sampaikan alasan ku pada dokter Vian. Sungguh diriku terdengar begitu egois.
Jadilah kami memperdebatkan hal yang sama sepanjang kami pulang bahkan hingga sampai di rumah. Adapun kini ku lihat dokter Vian yang berbeda. Yang belum pernah aku tahu sebelumnya.
Tak ada lagi senyum manis itu di bibirnya. Kedua alisnya bahkan bertemu di tengah menunjukkan betapa ia sedang menahan emosi. Sedikit ia bicara dan sepanjang malam bahkan ia terlihat banyak berpikir sendiri.
Tak berani lah diri ku untuk menegurnya. Bahkan untuk memberitahunya bahwa hari sudah malam. Lalu istirahat sejenak. Juga hingga pagi menjelang, ketika aku telah selesai di dapur. Tak berani aku mengatakan padanya bahwa sarapannya telah siap. Hanya aku duduk saja sampai dokter Vian mau menyapa ku terlebih dahulu. Baru aku menyaut.
"Usai jaga siang aku lanjut jaga malam. Menggantikan Arthur. Nanti ku antar kamu pulang ke rumah ayah dan ibu. Lalu aku kembali ke rumah sakit Katanya.
"Iya!" Jawab ku lirih.
Aku menurut. Tak berani aku untuk melawan atau bertanya. Jadilah aku saat ini seperti kucing polos yang ketakutan terhadap majikannya. Oleh karena baru saja berbuat kesalahan.
"Niar! Sudah jam satu! Ayo lekas berangkat!" Panggil dokter Vian dari luar sana.
"Egh i, iya, iya... Tunggu sebentar, Dokter"
Hemp! Entah bagaimana di rumah sakit setelah ini. Apa jangan-jangan rekaman ku dan dokter Vian yang berciuman di ruang istirahat itu telah menyebar hingga ke seluruh rumah sakit? Atau bagaimana? Aku juga tidak tahu. Lalu bagaimana suami ku nanti selama di kami di IGD? Entah mungkin dia akan mengaku atau bagaimana? Hemp! Pasrah saja lah.
Namun. Nampaknya dokter Vian tetap mau menuruti permintaan ku. Untuk tetap merahasiakan pernikahan kami. Dan aku makin lega setelah dokter Vian mengatakan padaku bahwa.
"CCTV di ruang istirahat IGD baru akan di aktifkan pekan ini. Kamu lupa aku kepala IGD, mana mungkin ada satu perubahan di ruangan yang aku pimpin dan aku tidak tahu"
Hagh?
Oh iya, ya. Astaga! Huft! Syukurlah.
Aku lega.
"Tapi bukan berarti aku tetap ingin merahasiakan pernikahan kita!" Tambahnya. "Semua orang harus tahu. Sebelum terjadi satu hal yang tidak kita inginkan. Yang tidak aku inginkan!" Tambahnya lagi.
Kali ini, lagi aku berusaha untuk menurut. Namun kali ini aku benar-benar hendak menurut.
Tiba kami di IGD. Sungguh kami benar-benar bersamaan tiba di ruang kerja kami ini. Tidak dokter Vian menurunkan aku di pertigaan. Tapi ia menyuruhku turun langsung bersama. Melangkah pula bersamanya. Dan tentu saja hal itu membuat semua rekan kerja kami terheran. Oleh karena dimata mereka sungguh tidak biasa. Seorang perawat biasa macam diriku. Bisa bersejajar dengan seorang dokter yang luar biasa ini. Kepala IGD lagi.
"Bertemu dimana dengan dokter Vian?" Tanya kak Nilam tiba-tiba.
"Egh, di pertigaan, Kak..." Jawab ku berbohong seraya menundukkan kepala dan menyembunyikan wajah ku.
Sebenarnya, benar yang dokter Vian katakan. Mau sampai kapan pernikahan kami ini di sembunyikan? Mau sampaikan kapan kami membohongi semua orang. Tapi jujur saja aku memang belum siap. Malu aku. Aku tidak mau mempermalukan suami ku sendiri. Sedang dia dengan baiknya telah menolong ku juga kedua orang tua ku. Apa yang akan mereka katakan jika mengetahui hubungan kami?
Haaa!
Lalu tiba-tiba...
"Permisi! Saya datang untuk mengantar jatah makan siang" Ucap perawat ahli gizi yang baru saja datang. "Lima perawat. Satu dokter. Yak! Ini dia. Tolong kardusnya nanti di tumpuk ya"
"Iya... Terima kasih..." Jawab kami berbarengan.
"Permisi, dokter Vian" Pamitnya pada suami ku.
Saatnya membagikan keenam jatah makan siang kami.
Emp... Ini sudah biasa ya, Teman-teman. Memang selalu seperti ini. Kami selalu juga mendapat jatah makan pagi, siang, dan sore dari rumah sakit. Jangan tanya soal rasa. Karena ya, begitu lah!
Hambar!
"Ini jatah makanan siang untuk, dokter Vian" Ucap kak Dwi pada suami ku.
"Berikan pada Niar! Aku sudah makan siang tadi!" Jawab dokter Vian membuat kak Dwi dan yang lain sontak terkejut.
Seketika mereka langsung melihatku. Ternganga. Terbelalak. Juga menyimpan banyak tanya. Kenapa Niar? Dari kelima perawat yang berjaga siang hari ini. Kenapa Niar yang dokter Vian sebut? Kenapa? Kenapa harus diberikan pada Niar?
Pertanyaan itu yang nampaknya ada di raut wajah mereka.
Sementara dokter Vian nampak cukup tenang. Namun aku begitu panik saat melihat semua perawat senior ku ini. Sebab, saat ini mereka bukan hanya curiga. Tapi nampaknya juga ingin membantai ku lagi.
"Aku tidak mengerti kenapa harus diberikan padamu" Ucap kak Dwi meletakkan satu kotak makan siang jatah milik dokter Vian ini padaku.
Hingga akhirnya ku sadari bahwa sebenarnya dokter Vian benar-benar tak ingin menutupi pernikahan kami ini lagi. Namun dia melakukannya dengan tersirat. Tidak berucap namun bertindak dengan memberiku perlakukan khusus.
Karena setelah kejadian waktu itu. Dokter Vian selalu dengan tenangnya menghampiri ku jika ada yang ingin dia sampaikan. Memanggil ku dengan lembut selayaknya di rumah. Bahkan terkadang ia dengan sengaja bersikap manja dengan memintaku mengambilkan ia segelas air. Atau sekedar menemaninya menghabiskan jatah makan kami.
"Dokter Vian sengaja ya" Kataku.
"Iya! Sudah ku bilang tidak perlu di sembunyikan lagi" Jawabnya.
Lalu yang harus ku terima adalah.
Teguran!
"Niar, yang sopan donk! Jaga sikap mu pada dokter Vian! Ini IGD lho! Jangan menggoda tunangan orang lain! Sadar! Kamu itu perawat biasa! Jangan terlalu besar kepala hanya karena dokter Vian bersikap baik padamu!"
"Dengarkan jika senior memperingatkan mu! Jangan sok lugu seperti ini! Bermain jadi korban! Jangan buat onar lagi! Paham!"
"Ingat baik-baik ini IGD! Bukan tempat membuat drama cinta!" Tambah yang lain.
"Jangan kamu membuat drama lagi seperti saat kamu putus!"
Begitu terus hingga nyaris jatuh air mata ku.