Chereads / Percaya Padaku! / Chapter 18 - NIAR: Malam Ini? Ya!

Chapter 18 - NIAR: Malam Ini? Ya!

NIAR: Malam Ini? Ya!

Faktanya setelah beberapa hari berlalu usai bulan ku berakhir dan pergi. Dokter Vian belum juga menyentuh ku. Walau sudah aku memberitahunya seperti yang ia minta. Tapi dia justru bersikap biasa dan hanya mengangguk saja. Padahal ku pikir, saat itu dia akan langsung mengeksekusi diriku. Jujur saja, aku jadi khawatir. Suami ku ini normal tidak sih?

Hemp! Yasudahlah...

Egh tapi kenapa sekarang terdengar aku yang begitu ingin ya? Iiii jadi malu! Hahaha.

"Kenapa tertawa sendiri?" Tegur dokter Vian.

"Hah? Eee tidak... Tidak apa, Dokter. Hehehe" Jawabku berdalih.

Sejenak kami terdiam

"Sudah setengah dua. Ayo pulang!" Ajaknya.

Aku mengangguk.

Lekas ku tinggalkan IGD. Lalu menunggu dokter Vian di pertigaan rumah sakit. Setelah ia dan mobilnya tiba, setelah pula ku pastikan tak ada yang memperhatikan ku memasuki mobil dokter Vian. Lekas pula aku masuk dan berlalu lah aku pulang dengannya.

Entah sampai kapan kami akan seperti ini? Walau sedikit merepotkan, tapi hingga detik ini aku dan dokter Vian pun belum memiliki rencana untuk mengatakan pada semua rekan kerja kami. Tentang hubungan kami ini.

Melaju sudah mobil ini meninggalkan rumah sakit. Hendak kami pulang ke kediaman kami. Namun entah mengapa, tiba-tiba dokter Vian memutar haluannya dan melaju jauh dari arah rumah.

"Mau kemana, Dokter? Mau ke rumah ayah dan ibu?" Tanya ku.

"Tidak!" Jawabnya singkat.

"Lalu kemana?" Lagi aku bertanya.

"Menculik mu" Jawabnya seraya tersenyum puas karena menggoda ku.

"Igh...."

Menculik! Dia pikir dia mafia. Ada suami menculik istrinya sendiri. Haish!

Ternyata dokter Vian mengajakku berkencan. Entah mungkin dia terlalu malu untuk mengatakan pada ku. Atau apa. Aku juga tidak mengerti alasannya. Tapi harus ku akui, aku senang.

Dibawanya aku ke sebuah bioskop di sebuah pusat perbelanjaan. Masih dengan seragam dinas kami. Yang justru kami terlihat seperti sedang kabur dari menjalankan tugas.

"Ini yang Anda sebut menculik saya?" Kataku membalas godaannya tadi.

Jadilah ia tersipu malu. Hendak menyembunyikan wajahnya atau namun tak mampu.

"Dokter Vian" Panggil ku hendak menghentikan tersipunya.

"Hemp? Ada apa?"

"Bukalah jas dokter Anda. Agar kita tidak terlihat mencolok"

"Benarkah? Mencolok ya? Hemp" Katanya sembari melepas jas nya. "Kamu sendiri tidak melepas seragam dinas mu? Mencolok juga itu" Tambahnya.

"Anda mau saya telanjang di sini?" Tanya ku menantangnya.

"Ya jangan donk! Hahaha... Nanti saja di rumah" Tambahnya.

Nanti di rumah? Maksudnya bagaimana ya kalimat itu? Nanti di rumah?

Agh sudahlah! Nanti saja di rumah!

Naik kami ke lantai dua. Dokter Vian menggenggam tangan kananku seraya menggandeng. Sementara tangan kiri ku tengah membawa jas putihnya. Sudah benar-benar seperti berkencan rasanya.

Tiba di lantai dua. Lekas kami menuju gedung bioskop itu. Yang nampaknya telah sangat sepi.

"Dokter Vian ingin lihat film apa?"

"Apa ya? Kamu suka film apa?" Balik ia bertanya.

"Film romantis yang manis-manis. Hihihihi" Jawab ku tepat dihadapan wajahnya.

"Baiklah... Ayo!"

Agh! Nampaknya suami ku ini hendak menyenangkan aku. Baiklah! Mari besenang-senang dengan suami sendiri!

Namun sayangnya, tepat saat kami hendak membeli tiket salah satu film yang sedang tayang di bioskop ini.

"Mohon maaf! Tiket untuk hari ini sudah habis"

Kami harus kecewa lalu pulang dengan sia-sia.

"Padahal aku ingin menyenangkan diri mu oleh karena kemarin aku sibuk sendiri" Ucap dokter Vian menyampaikan sesalnya.

"Tidak apa! Di rumah pun kita juga bisa bersenang-senang!" Jawab ku.

"Iya sih. Tapi kan di rumah lagi. Di rumah lagi!"

Tak lagi aku menjawab. Namun seketika isi kepala ku ini berputar dan berpikir. Lalu tiba-tiba muncul satu ide dalam benak ku.

"Kalau kita buat bioskop sendiri di rumah bagaimana?" Tawarku.

Dokter Vian terheran. Ia mengedip-ngedipkan kedua bola matanya. Menatap ku yang seolah memiliki pemikiran yang tidak mungkin.

"Caranya?" Katanya.

"Kita buat gelap seluruh rumah. Lalu lihat film secara streaming melalui laptop. Jadi deh bioskop pribadi!" Jawabku menjelaskan.

Awalnya ku pikir dokter Vian akan menolak dan menganggap ide ku itu sangat gila. Namun ternyata ia setuju bahkan tengah mempersiapkan segala kebutuhan bioskop pribadi kami ini.

"Oke! Sudah siap! Saatnya mematikan lampu" Katanya.

Benar-benar dokter Vian mematikan lampu seluruh rumah kami. Tak terkecuali lampu teras dan semua lampu kamar di rumah ini. Hingga tak ada cahaya lagi selain cahaya yang berasal dari laptop ku.

Duduk kami di lantai. Bersila dan bersandar di sofa. Sementara laptop ku ini telah memulai filmnya dan tenang di atas meja tamu.

"Ini film baru ya?"

"Sepertinya iya. Saya juga kurang tahu"

Menit demi menit berlalu. Benar-benar kami merasa berada di bioskop. Walau sebenarnya kami berada di rumah. Hingga kami terlalu larut dalam suasana. Hingga pula kami tak sadar entah pukul berapa saat ini.

satu film berlalu. Berganti ke film lainnya. Terus seperti itu hingga perlahan kami mulai merasa lelah. Ku sadar dokter Vian mulai banyak menguap dan mengganti posisinya. Mulai dari memanjangkan kedua kakinya. Lalu meletakkan seluruh wajahnya di atas meja. Juga sesekali ku lihat ia menguap dengan kerasnya.

"Lelah, Dokter" Kataku.

"Iya... Tidur saja ayo! Sudah malam sepertinya" Ajaknya.

Aku menurut.

Sementara aku merapikah kembali laptop ku. Dokter Vian menyalakan kembali lampu seluruh rumah ini. Dan terang sudah penglihatan ku. Bangkit aku dari tempatku. Ku biarkan laptop ku di atas meja tamu ini. Sejenak ku tuju dapur. Hendak mengambil segelas air. Sementara dokter Vian telah memasuki kamar kami dan mungkin ia telah berbaring lalu terlelap mengakhiri malam.

Namun, saat aku kembali ke kamar setelah menghilangkan dahaga ku tadi. Ku lihat dokter Vian ternyata tengah duduk tenang seolah menunggu ku. Padahal tadi aku pikir dia sudah tidur karena terlihat amat lelah.

"Kenapa belum tidur?" Tanya ku yang berdiri tepat di depannya.

"Menunggu mu" Jawabnya seraya bangkit menghampiri ku.

Maju ia selangkah dan melayangkan satu tangan kirinya. Meraih helaian rambut ku. Menyingkapnya ke belakang telinga.

"Menurut mu... haruskah kita melakukannya malam ini?" Katanya tiba-tiba.

Aku menghela napas panjang. Berdebar sudah jantung ku menyadari maksud perkataan suami ku ini.

"Dokter Vian ingin malam ini?" Balik aku bertanya.

"Ya! Jika itu tidak masalah bagi ku"

Lagi aku menghela napas panjang oleh karena dokter Vian yang makin tak berjarak lagi dengan ku.

"Baiklah! Mari lakukan malam ini! Jawab ku.

"Kamu yakin? Karena ini akan sakit bagi mu"

"Ya! Tapi saya juga yakin bahwa dokter Vian hanya akan memberikan rasa nyaman" Jawab ku menantangnya.

Dokter Vian lantas tersenyum nakal.

Tangan kirinya yang sedari tadi asik memainkan rambut ku. Seketika mulai turun perlahan hendak meriah kerah baju ku. Lalu ia melepas kelima kancing ini. Satu persatu.