Chereads / Melting The Dragon King's Heart / Chapter 3 - Bab 3 Sikap Cheryl Yang Aneh

Chapter 3 - Bab 3 Sikap Cheryl Yang Aneh

'Kenapa aku meneteskan air mata?' itulah pertanyaan yang terus berputar didalam pikiran Cheryl hingga tidak mendengar seseorang telah memanggilnya berulang kali.

"Cheryl," panggil orang yang sama sambil mencubit pahanya dibawah meja.

"Auuu!" Cheryl melirik ke arah sebelah dengan kesal sambil mengelus pahanya yang terasa panas.

"Cheryl, bukankah tidak sopan melamun sepanjang hari sementara calon suamimu disini?" ujar seorang perempuan yang tampak lebih tua darinya dengan senyuman menawan.

Anehnya, entah kenapa Cheryl tidak suka perempuan ini. Tidak hanya perempuan ini, seluruh orang yang saat ini duduk untuk menikmati sarapan bersama, dia tidak menyukainya.

Dia tahu orang-orang ini adalah keluarganya, tapi mereka bukanlah keluarganya yang sebenarnya.

Cheryl memandang anggota 'keluarganya' satu persatu, mulai dari sang ayah, ibu dan ketiga kakaknya hingga seorang pria tampan yang katanya merupakan tunangannya yang saat ini duduk disebelahnya.

Dia baru saja berusia delapan belas tahun dan belum lulus sekolah kini mendapati dirinya telah memiliki tunangan yang tampan dan akan menikah minggu depan?

Cheryl masih bingung dengan semua ini dan sama sekali tidak tahu harus berbuat apa saat sesuatu yang enak dan menggiurkan menyerang hidungnya.

Cheryl menghirup aroma sedap itu dalam-dalam sambil memejamkan mata saat mendengarkan suara seseorang bicara.

"Ah, akhirnya makanan kita datang."

Dalam sekejap, semua kebingungan serta kekhawatirannya lenyap begitu melihat berbagai macam masakan yang terlihat menggiurkan tertata rapi di atas meja makan.

Cheryl bahkan merasa air liurnya keluar dan tidak sabar ingin mencicipi masakan satu per satu hidangan ini.

Astaga! Masakan ini tidak jauh berbeda dengan masakan restoran berbintang lima di dunianya!

Setelah semuanya selesai dihidangkan, dan para tetua telah memulai duluan, Cheryl turut mengambil masakan didepannya dan melahapnya tanpa memperdulikan imagenya.

Cara Cheryl makan saat ini adalah caranya yang biasa dengan mengambil apapun yang dilihatnya dan terkadang menjilat jarinya disaat dia memegang ayam kalkun kesukaannya dengan tangannya.

Untuk beberapa saat Cheryl tidak menyadari tatapan bengong dari orang-orang yang duduk bersamanya, namun saat dia menyadarinya, dia berhenti makan dengan ibu jarinya dalam mulutnya.

Cheryl melirik ke orang-orang sekelilingnya satu per satu dan hatinya mulai merasa tidak enak. Anehnya, pria yang katanya merupakan tunangannya malah tetap melanjutkan makanannya seakan sikapnya sama sekali tidak mempengaruhinya.

Cheryl mengeluarkan kembali jarinya yang diemutnya dan menimbulkan suara 'plop' yang tidak terlalu keras, namun cukup terdengar oleh semuanya.

"Kenapa kalian memandangku? Apakah kalian tidak makan?"

Sang ayah berdehem keras seakan berusaha menahan rasa malunya, sementara dua perempuan tertawa kecil seakan merasa senang akan perbuatan memalukan dari adik bungsu mereka.

Cheryl tidak tahu apa yang terjadi dan dia merasa tidak melakukan kesalahan, sehingga dia melanjutkan acara makannya dan tidak peduli akan lirikan sinis yang merendahkan dari kedua kakaknya.

"Yang Mulia, ayah, apakah kalian keberatan aku membawa adikku keluar sebentar. Ada yang ingin aku bicarakan dengannya?"

Yang Mulia menganggukkan kepalanya satu kali dan sang kakak bangkit berdiri dari kursinya untuk berjalan ke posisi adik bungsunya.

"Cheryl, ayo ikut aku." berbeda dengan kedua kakaknya yang lain, sang kakak yang satu ini tampak lebih ramah dan tulus mengkhawatirkannya.

"Tapi aku belum selesai makan."

"Ikut aku sekarang." tambah sang kakak dengan nada tegas.

Cheryl tidak ingin meninggalkan makanannya, karena dia sangat, sangat, sangat suka makan, terlebih semua masakan di atas meja ini sangat enak dan menggiurkan.

Tapi anehnya, hatinya merasa dia tidak ingin tidak menuruti perintah kakaknya. Pada akhirnya, Cheryl turut bangkit berdiri, tapi tidak tanpa ayam kalkun ditangannya membuat semua orang yang melihatnya tercengang.

Sang kakak memijat keningnya seakan dia merasa pusing, sementara Cheryl mengikutinya dari belakang sambil menggigit paha ayam kalkun ditangannya.

Tiba-tiba sang kakak berbalik dengan tatapan amarah membuat Cheryl berhenti mengunyah dan giginya masih menancap pada paha ayam dengan begitu tidak elegan.

"Ada apa denganmu, Cheryl? Apakah segitu tidak sukanya kau menikah dengan Raja Dragonvale hingga kau berniat mempermalukan keluarga?"

Raja Dragonvale? Siapa?

"Cheryl, aku berbicara denganmu."

Cheryl tahu perempuan yang lebih tua darinya ini sedang marah padanya, tapi nada suaranya masih terdengar lembut di telinganya.

Hhhh… Cheryl menghela napas dalam hati. Dia bahkan tidak tahu nama kakaknya!!

[Namanya adalah Marion, dia adalah kakak sulungmu. Biasanya kau selalu memandangnya dan menghormatinya.]

Cheryl melirik ke arah sebelah dan menemukan seekor burung yang sama bertengger di atas pot bunga.

"Marion?"

"Ya?"

Cheryl menoleh kembali ke arah kakaknya dan menyembunyikan paha ayam kebelakang punggungnya.

Marion menghela napas pasrah melihat adik bungsunya yang berusaha menyembunyikan paha ayam dibelakang punggungnya. "Bisakah kau menjelaskan padaku apa yang terjadi?"

"Aku… Aku… Aku kelaparan."

"Bukan itu maksudku. Kemarin sore kami mendapat kabar seseorang melihatmu menyelinap keluar. Lalu ada kabar lain kau sengaja bunuh diri dengan menjatuhkan diri ke jurang."

Ha?? Bukankah burung tadi juga mengatakan yang sama?

[Itu benar. Aku melihat sendiri kau terjun ke jurang.]

Tapi kenapa?

[Karena kau tidak ingin menikah dengan Raja Dragonvale.]

Cheryl menoleh ke arah burung dengan tatapan terkejut dan tidak percaya. Apakah baru saja, burung ini menjawab pertanyaan dalam hatinya?

[Aneh bukan? Aku bisa mendengar suaramu di kepalaku.]

Cheryl terlalu terkejut hingga tak bisa berkata apa-apa ataupun berpikir.

"Cheryl Ennylesth!" suara yang tegas dan agak meninggi mengembalikan pandangan Cheryl ke arah kakaknya. "Apakah itu benar? Apakah kau berniat untuk bunuh diri?"

"Tidak, tidak. Untuk apa aku bunuh diri? Aku tidak ingin mati. Lagipula usiaku masih delapan belas tahun, dan…"

"Cheryl, apakah kepalamu terbentur? Kau sudah dua puluh tahun." potong kakaknya dengan nada bingung dan semakin khawatir akan kondisi adik bungsunya. "Apa kau ingat… apa yang terjadi kemarin malam?"

Cheryl melirik ke arah burung di sebelahnya seakan memohon untuk menceritakannya apa yang terjadi kemarin malam.

[Kau menyelinap keluar dengan maksud untuk menghilang dan bunuh diri. Aku dan lainnya berusaha mencegahmu, tapi kau tidak bisa mendengarkan suara kami. Kami juga tidak bisa menyelamatkanmu, tapi… tiba-tiba saja kau sudah ada di atas ranjang dengan baju yang basah dan wajah pucat.]

Ha?

[Sang tabib sudah mengecek kondisimu dan memberikanmu obat ramuan. Barulah kau kembali sehat.]

Tapi kenapa semuanya bersikap seolah tidak terjadi apa-apa?

[Itu karena mereka ingin merahasiakannya. Reputasi keluarga ini akan memburuk jika calon ratu kerajaan ini memutuskan untuk bunuh diri hanya karena tidak ingin menikah dengan sang raja.]

"Cheryl?" sekali lagi sang kakak memanggilnya, namun kali ini suaranya lebih lembut dari sebelumnya dan berjalan untuk menggenggam tangan adiknya. "Semenjak tadi pagi kau sering melamun. Katakan padaku, apa yang terjadi kemarin malam? Kenapa kau tidur dalam keadaan basah kuyup padahal kemarin tidak ada hujan?"

"Aku…" Cheryl menggaruk kepalanya dengan canggung. "Aku tidak ingat. Tapi aku baik-baik saja. Kau tidak perlu khawatir." berbeda dengan kedua kakak lainnya, Cheryl bisa merasakan ketulusan dari kasih yang diberikan kakak sulungnya ini.

"Cheryl, aku tahu menolak pernikahan dengan sang raja akan membawa kemalangan atas keluarga ini. Tapi, jika kau benar-benar tidak ingin menikah, jangan pikirkan kami. Pikirkanlah kebahagiaanmu sendiri."

Cheryl tidak mengerti apa yang akan terjadi bila dia menolak pernikahannya dengan sang raja, tapi dia tahu akibatnya pasti-lah hal yang sangat buruk.

"Tidak masalah. Lagipula, gadis mana yang seberuntung aku menjadi seorang istri raja?"

"Kau serius mengatakannya?" tidak hanya Marion yang terkejut, sang burung juga sangat terkejut mendengarnya.

"Aku tidak pernah serius lebih dari ini." lagipula, ini semua kan hanya mimpinya saja.

Apa yang dilihatnya dan dialaminya akan menghilang begitu ia bangun nanti.

"Aku sangat senang mendengarnya." sebuah suara husky yang menawan bagaikan alunan musik cello terdengar dari belakang mereka. "Kalau begitu, maukah kau pindah ke istana mulai hari ini?"