==Pov Sewi==
Siapa aku? Di mana aku? Bagaimana aku? Kenapa aku? Kapan aku? Untuk apa aku? Harus apa aku?
Aku Ini… Apa?
Semua pertanyaan itu muncul di benakku dan terus berulang tanpa mendapat jawaban.
Gelap… di sini sangat gelap. Di sini dingin… Di sini Sepi… Aku takut… Aku takut… Aku takut dengan semuanya…
Kuharap aku bisa bertemu dengan Eon...
…
…
…
Berapa lama waktu berlalu? Akupun juga tidak tahu. Tetapi rasa takutku sekarang sudah berkurang. Kenapa bisa berkurang? Akupun tidak tahu!
Detik demi detik…- Tunggu…! Apa itu 'Detik'?
Aah.. aku tidak tahu. Aku tidak tahu apapun. Walaupun begitu, aku masih bisa berpikir. Hanya saja, aku tidak dapat mengingatnya – arti dari banyak kata.
Aku takut… aku sangat takut kalau-kalau aku akan melupakan dirinya… orang yang ku… cintai. Tetapi siapa dia..? Siapa…?
Aku tidak dapat mengingat apapun lagi, bahkan diriku sendiri. Itu membuatku merasa putus asa dan sedih.
Semakin aku lupa, semakin sedih dan putus asa aku.
Dan yang membuatku paling sedih adalah… aku sudah tidak ingat tentang Dia. Dia, orang yang ku…? Yang aku…?
Yang Aku, Apa?
Aku TIDAK bisa mengingatnya...
…
…
...
"Bangunlah..."
Sebuah suara menyadarkan pikiranku yang sudah mati.
Walaupun begitu, aku masih ingin…. aku masih ingin mati. Rasanya sungguh damai saat aku mati.
Aku ingin tetap mati selamanya.
Tidak memikirkan apapun, dan tidak menginginkan apapun.
"Bangunlah Anakku.."
Suara itu terdengar lagi.
"Bangunlah Anakku yang tercinta.."
Lagi...
"Hah… kalau begitu….- Bangun! Bangun Anakku! Dasar pemalas!"
Suara itu.. apa ya.. itu disebut marah, bukan?
"Bangun! Waktunya kamu bangun!"
Entahlah.. memangnya itu disebut marah?
"Hah… kalau kamu tidak mau bangun, maka tidurlah sepuasmu, tapi jangan lupa untuk bangun."
Suaranya tidak marah lagi...
"Aku adalah Sang Pencipta, Solares. Mulai saat kamu bangun, namamu adalah Sewi. Dan saat kamu bangun, semua pengetahuan akan memasuki ingatanmu."
Saat dia menyebutkan kata "Pengetahuan", aku langsung..- maksudku, aku ingin. Aku ingin itu… yang disebut, Pengetahuan.
Walaupun aku tidak mengerti arti kata tersebut, tetapi aku merasa menginginkannya.
"Kemudian…- Ah..! Eon memanggilku."
Eon?
Mendengar kata itu, membuatku tiba-tiba bersedih. Aku tahu…! Aku tahu kalau Eon adalah…
…?
Adalah apa..? Aku tidak tahu.. aku tidak tahu..
Tetapi aku tahu kalau Eon adalah sesuatu yang kuinginkan juga – lebih besar daripada keinginanku akan Pengetahuan.
"Sepertinya aku tidak boleh membuat Eon menunggu lama, jadi akan kuakhiri sekarang."
Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon…
Rasanya sangat sedih saat aku tidak bisa mengingatnya.
"Aku, Solares. Pencipta yang memberimu Kehidupan, mengucapkan sampai jumpa di Kehidupan yang lain. Semoga hidupmu berbahagia, Se...wi…"
Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon…
Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon…
Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon…
Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon… Eon…
Puluhan, ratusan, ribuan, sampai tak terhitung lagi berapa kali aku menyebutnya. Berharap dengan menyebutnya, aku dapat mengingat arti kata itu.
Tetapi… aku bahkan tidak bisa mengingat apapun tentang "Eon", walau telah menyebutnya berkali-kali.
…
…
…
"Bangun.. bangunlah.." (Pria)
Seorang pria?
"Dia sudah tertidur selama seharian, tetapi dia belum terbangun juga." (Wanita)
Seorang Wanita?
"Ya, semua orang telah bangun, dan hanya dia yang belum. Apakah dia baik-baik saja?" (Pria)
"Entahlah..." (Wanita)
Mereka mengkhawatirkanku? Kurasa aku harus memberitahu mereka bahwa aku baik-baik saja.
"Aku hanya mengantuk.. biarkan aku tidur.."
"Dia berbicara.." (Pria)
"Ya.. dia berbicara." (Wanita)
Ya, aku berbicara. Memangnya kenapa?
"Siapa namamu?" (Pria)
Dia bertanya namaku? Siapa aku? Aku.. aku…
"Sewi.."
"Sungguh nama pemberian Pencipta yang indah." (Wanita)
"Pencipta!?" Aku membuka mataku karena terkejut.. tetapi cahaya terang membuat mataku sakit.
Aku reflek menyipitkan mataku.. dan menutupi mataku dengan telapak tangan kiriku. Sedangkan tangan kananku, digunakan untuk tumpuan dudukku.
Tetapi.. kenapa aku menjadi sangat ketakutan barusan? Memangnya ada apa dengan "Pencipta"? Hingga aku menjadi sangat takut.
Untungnya, ketakutan itu hanya berlangsung selama sedetik. Dan di detik berikutnya, Pengetahuan tentang apa itu Pencipta masuk ke pikiranku.
Pencipta, bukanlah sosok yang menakutkan. Melainkan, Pencipta adalah sosok yang Maha Kasih. Itulah yang kuingat tentang Pencipta sekarang.
Samar-samar, aku bisa melihat ada 2 siluet orang. Dan di antara mereka, ada sebuah cahaya berbentuk lingkaran sempurna yang sangat menyilaukan.
"Ah..! Akhirnya kamu bangun juga. Bagaimana rasanya melihat matahari itu?" (Wanita)
Matahari? Oh.. aku ingat kalau itu adalah matahari. Dan sinar terang itu adalah cahaya matahari.
"Matahari..." Gumamku.
"Jangan kamu tatap matahari itu, dan coba alihkan pandanganmu." (Wanita)
Aku melakukan seperti apa yang dia minta, dan ajaibnya mataku menjadi tidak sakit lagi.
Setelah itu, aku berdiri lalu merenggangkan tubuhku. Dan rasanya sungguh nikmat sekali.. entah berapa lama aku tertidur, tubuhku berbunyi saat aku merenggangkannya.
Setelah itu, aku bisa melihat mereka dengan lebih jelas. Ada 2 orang, Seorang Pria dan Seorang Wanita.
Wanita tersebut memiringkan kepalanya dan melihatku dengan bingung. Matanya melihat ke mataku, perlahan turun kebawah. Berhenti sebentar, dan turun lagi kebawah.
Sedangkan yang Pria memalingkan wajahnya dariku, dan menutup matanya dengan telapak tangan kanannya.
Di wajah Pria itu aku bisa melihat ada warna pink di sebagian wajahnya..- maksudnya di pipinya. Ya.. kurasa bagian itu disebut sebagai pipi.
"Namamu Sewi bukan..? Apa kamu akan terus berdiri telanjang seperti itu? Setidaknya, gunakan selimut itu untuk menutupi tubuhmu", kata Wanita itu sambil menunjuk selimut yang tergeletak di lantai.
Ah..! Benar juga….
Kurasa aku tahu. kenapa. Pria.. itu… memalingkan wajahnya!
"Kyaah..!" Teriakku dan aku segera menarik selimutku, menutupi tubuhku dengan selimut.
Aku sadar, kalau saat aku berdiri tadi ada sesuatu yang lepas dariku. Tetapi aku menghiraukannya, karena aku tidak ingat!
Jantungku berdetak dengan cepat dan aku merasa wajahku agak panas. Ini.. disebut rasa malu bukan?
'Aaaaa..! Bagaimana ini..? Aku tak tahu harus apa. Aku tak tahu lagi.. aku ingin bersembunyi di tempat yang gelap.' Entah mengapa.. yang ada di pikiranku hanyalah mencari tempat gelap untuk bersembunyi.
Tunggu.. tempat gelap?
Ah.. aku kan bisa menutupi wajahku dengan selimut. Dengan begitu, semuanya akan menjadi gelap.
"ja-jangan lihat..." kataku dengan lirih.
'Aku tak ingin ada seorang yang melihatku', adalah yang kupikirkan saat ini.
"Kyaah? Ahahahahaha! Lay.. kurasa dia tak akan menunjukkan wajahnya bila kamu masih disini."
"Ahahaha.. sepertinya begitu… aku akan pergi duluan." Pria itu tertawa hambar.
Setelah itu, aku bisa mendengar suara tapak kaki yang pergi menjauh. Suaranya semakin kecil.. dan kecil, hingga akhirnya suaranya menghilang dari telingaku.
"Baiklah.. dia sudah pergi, jadi tenanglah. Namamu Sewi, bukan?"
"Ya…"
"Bisakah kamu tunjukkan wajahmu saat berbicara? Itu akan lebih baik."
Aku malu.. tetapi kurasa bukan masalah? Pria itu telah pergi..
Aku menurunkan selimut yang menutup wajahku, tetapi aku masih membungkus tubuhku dengan erat.
Sangat erat, hingga aku merasa dadaku agak tertekan dan nafasku menjadi agak sesak.
"Sewi.. dengarkan aku. Kurasa lebih baik kamu tidak telanjang didepan pria seperti tadi. Atau kamu akan disentuh olehnya.."
Aku tahu! Karena itulah aku langsung menarik selimutku!
Aku tahu bahwa Wanita yang telanjang akan membuat Pria telanjang. Lalu, Wanita dan Pria yang telanjang akan….
"Hey.. wajahmu semakin memerah lagi. Apa yang kamu pikirkan?"
"Ti-Tidak ada!" Kataku sambil melambaikan kedua telapak tanganku di udara.
Dan aku dapat merasakan kalau ada sesuatu yang melorot dari tubuhku. Tentu saja itu adalah selimutku!
"Ah!" Aku berseru terkejut saat menyadari kalau selimutku tak sengaja terlepas dari tanganku.
Aku segera menarik selimut itu secepatnya, dan segera menutupi tubuhku kembali.
Kali ini aku melilit tubuhku dengan lebih erat daripada sebelumnya. Alhasil, dadaku menjadi sangat tertekan dan nafasku menjadi sangat sesak.
"Ehem… tak apa, aku tidak melihatnya."
Tidak….! Aku ingat, aku ingat kalau selimut itu telah turun sampai ke perut sebelum kutarik.
'Dia melihatnya kan..? Dia melihatnya kan – dadaku?' Pikirku sambil memandang curiga padanya.
"Tenang saja… lagipula dia sudah pergi. Dan juga, kita ini sama-sama Wanita, bukan?"
Ah… benar juga. Kenapa aku bisa lupa? Dia-kan adalah seorang Wanita, dan bukan Pria. Jadi tidak masalah, bukan? Aku tidak akan disentuh, 'kan?
Aku merenggangkan sedikit lilitan selimutku.
Dan akhirnya aku bisa bernafas lega – karena selimut yang direnggangkan, dan karena Pria itu juga tidak ada di sini.
"Baiklah.. baiklah.. sekarang, gunakan gaun di sana." Kata Wanita itu sambil tersenyum tipis dan menunjuk ke sebuah ranjang.
Ah..! Aku baru sadar..!
Selama ini, aku terlalu fokus untuk menutupi tubuhku hingga aku tidak mengamati sekelilingku.
Kalau begitu, aku akan melihat sekitar.
Apa yang bisa kulihat, adalah sebuah rumah tanpa atap dan tanpa pintu.
Luas dari rumah itu, tidak terlalu besar.
Di Dalam rumah, aku bisa melihat ada sebuah lemari dan sebuah tempat tidur yang di atasnya ada gaun berwarna putih.
Aku berjalan ke gaun tersebut, memandanginya dan menyentuhnya dengan seksama.
'Jadi ini yang namanya gaun..? Ini sangat lembut saat disentuh. Ini warnanya putih, dan terlihat sangat indah, aku menyukainya.' Pikirku saat menyentuh gaun tersebut.
"Ada apa? Kamu tidak bisa memakainya? Mau kubantu?"
"T-Tidak perlu.. aku bisa menggunakan sendiri." Aku secara spontan menjawab.
Ini… untuk memakai gaun, aku harus melepas selimutku terlebih dahulu.
Dan tepat saat aku hampir melepas genggamanku, aku merasa ada hal yang hampir kulupakan.
'Apa aku harus memakai gaun ini di depannya? Apakah benar-benar tidak apa-apa jika aku telanjang di hadapan seorang Wanita?
Maksudku.. yang aku maksud.. yang aku butuhkan adalah…. Ah! Ya, ini disebut Privasi! Aku butuh Privasi!' Pikirku lama – selama belasan detik.
"Ada apa? Perlu kubantu?"
"Bi-Bisakah kamu keluar sebentar?"
"..."
Wanita itu terdiam sambil melihatku.. sampai beberapa detik berlalu.
"Aaaa…~ Aku mengerti. Kalau begitu aku pergi dulu. Datanglah ke pohon itu setelah kamu selesai. Aku ada disana, bersama yang lain." Katanya sambil menunjuk ke sebuah Pohon dengan sebuah rumah di bawahnya.
"Ya..."
Aku memandangi dirinya, 'tuk memastikan dia berjalan keluar dari ruangan.
Dan tepat sebelum dia menginjakkan kakinya ke tanah, sebuah pertanyaan terbesit di pikiranku.
"Tunggu!" Ucapku dengan agak keras.
Wanita itu langsung berhenti, berbalik badan dan memasang wajah bingung.
"Kenapa? Perlu bantuanku, kah?"
"Tidak.. bukan itu. Aku.. Aku hanya ingin tahu namamu..."
Mendengar jawabanku, dia meresponku sambil tersenyum.
"Ah.. Aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Elfie! Salam kenal!"
'Cantik…' Pikirku saat melihat dirinya yang tersenyum di bawah cahaya matahari.
Pikiranku sekarang, sedang fokus pada senyumnya yang terasa hangat.
Beberapa detik berlalu, dan senyumnya berangsur-angsur menjadi hilang.
"Hmm…. Kalau begitu aku pergi duluan. Salam kenal Sewi!"
"Salam Kenal!" Aku dengan spontan menjawab sapaannya.
Mendengar responku, sebuah senyum kembali terpampang di wajahnya.
Kemudian dia berbalik badan, lanjut berjalan, dan akhirnya menghilang.
Bersamaan dengan senyumnya yang terasa hangat itu, dia menghilang dari pandanganku.
…
…
…
Aku memakai gaun tersebut, dan rasanya sangat nyaman.
Gaun ini sama seperti yang Elfie pakai.
Gaun ini memanjang hingga ke lutut, dan terasa ringan saat dikenakan di tubuh.
Ukuran gaun ini juga terasa pas di tubuhku.
Gaun ini sangat sederhana… Sekilas, ini tampak seperti kain yang mengelilingi tubuhku dan terikat dengan tali tipis di kedua bahuku.
Tetapi yang paling penting, gaun ini membuatku percaya diri dan tak malu lagi.
'Jadi ini yang namanya gaun ya..? Rasa maluku menjadi hilang saat aku mengenakannya. Juga, rasanya sangat nyaman saat kukenakan.' Pikirku sambil menunduk – melihat gaun yang sedang kukenakan.
Setelah puas memikirkan tentang gaun. Aku segera berjalan keluar dari rumah, menuju ke pohon yang ditunjuk Elfie sebelumnya.
Saat aku keluar, sebuah pemandangan yang disebut 'indah' dapat terlihat dengan kedua mataku.
Indah… hanya kata itu yang bisa menggambarkan apa yang kulihat.
Langit biru cerah tak berawan dengan sinar matahari yang hangat. Angin sejuk menerpa lembut tubuhku. Setiap aku menarik nafas, udara yang segar masuk ke dadaku.
Beberapa pohon menjulang sangat tinggi, dengan setiap rumah di bawahnya.
Aku bisa melihat cabang-cabang pohon tertiup angin, dan tampak seperti mereka sedang melambai-lambai padaku – seperti menyapa diriku.
Mungkin hanya itu saja yang bisa kupikirkan saat melihat pemandangan luar rumah.
"Hutan Felven.."
Sebuah nama terbesit di pikiranku. Nama dari tempat ini, Hutan Felven.
Beberapa detik, aku menikmati pemandangan. Setelah itu, berjalan ke pohon yang ditunjuk Elfie.
Dalam perjalanan kesana, aku bisa melihat kalau ada banyak Lumut Cahaya di akar-akar pohon yang mencuat dari tanah.
Lumut Cahaya… dalam ingatanku, itu adalah lumut yang akan bercahaya di malam hari. Cahaya dari Lumut Cahaya sangat terang, hingga mampu menerangi sekitar layaknya saat siang hari.
Akhirnya, aku sampai pada rumah itu. Dari jarak tertentu, aku bisa mendengar ada suara orang yang berbicara.
Aku mendekati rumah, dan sesampainya di depan rumah, aku tidak langsung masuk ke dalam. Melainkan, aku malah bergerak ke samping pintu, dan mencoba untuk mengintip ke dalam.
Sambil bertumpu di dinding, aku memiringkan kepalaku dan melihat ke dalam.
Di dalam, aku bisa melihat ada 6 orang, termasuk juga ada Elfie dan Pria sebelumnya di sana.
"Sewi?"
"...!"
Saat namaku dipanggil, aku sangat terkejut. Dan secara reflek, aku segera menarik kepalaku kembali.
Dalam diam, aku menahan nafas. Jantungku berdetak tak beraturan, dan dalam pikiran aku berharap agar aku tidak ditemukan.
Apa yang kurasakan sekarang adalah panik. Ya.. aku sedang panik. Tetapi aku tidak tahu alasan kenapa aku bisa panik.
Berbeda dari sebelumnya, alasan aku malu adalah karena aku akan disentuh oleh Pria jika aku telanjang. Tetapi sekarang, aku tidak mengerti alasan kenapa aku bisa panik.
"Sewi…?"
Suaranya lebih keras dari sebelumnya, yang artinya dia mendekat.
Dan suara itu… suara itu adalah suara Elfie. Apa aku harus menjawabnya..?
"Sedang apa kamu disana?"
"...!" Aku dengan wajah terkejut, menoleh ke samping.
Sekarang suara itu tepat di sebelahku!
Aku kaget dan reflek menoleh ke arah suara.
Apa yang kulihat adalah Elfie.. Elfie disini, di depan wajahku persis.
Walaupun aku kaget, tetapi tidak sampai berteriak (Kyah…!). Dalam sekejap, aku bisa menenangkan diriku.
"Ba-bagaimana kamu bisa tahu?" Tanyaku penasaran.
"Yah.. karena aku melihat bayangan kepalamu ada di atas meja. Dan aku juga sudah menunggumu..."
"Bayangan..?" Ucapku tak mengerti.
"Sudahlah.. ayo masuk.." Sambil berkata, Elfie menarik tanganku, lalu mendorong punggungku dan membawaku masuk kedalam.
Aku tidak melawan, dan aku didorong sampai ke sebuah kursi kosong.
"Duduklah disini Sewi.." Elfie berbisik dan segera pergi meninggalkanku.
Aku duduk secara perlahan seperti yang dikatakan oleh Elfie.
"Semua orang telah berkumpul disini."
Itu suara Elfie, dan aku menoleh ke arahnya. Dia sudah duduk di kursinya.
"Seharusnya kalian sudah tahu namaku, tetapi aku akan mengatakannya sekali lagi. Namaku adalah Elfie, dan aku dipercayakan oleh Pencipta untuk menjadi perwakilan Ras Elf."
Perwakilan Ras Elf? Apa maksudnya?
"Nah.. sekarang kalian sudah tahu namaku. Tetapi aku yakin kalau semua orang belum mengenal satu sama lain." Di akhir kata, Elfie melihat ke arahku.
"Sekarang mulailah memperkenalkan nama kalian masing-masing. Dimulai dari wanita…" Kata Elfie sambil menoleh ke arah kanannya, melihat seorang Wanita yang duduk tepat di sebelahnya.
"Saya Janny" kata seorang wanita duduk di sebelah kiri Elfie.
"Dela.. selanjutnya kamu." Kata Elfie sambil melihat Elf di sampingku.
"S-Saya Dela.." Kata seorang Wanita di sampingku.
Selanjutnya aku bukan..? Bagaimana ini..? Aku tiba-tiba menjadi agak gugup.
"Sewi…" ucap Elfie mencoba mengingatkanku.
Kalau sudah seperti ini, mau tak mau aku harus melakukannya.
"Sa-Saya Sewi..."
Hah… dalam hati aku menghela nafas lega. Entah mengapa, aku tiba-tiba menjadi agak gugup saat harus berbicara barusan.
"Sekarang yang pria.." Kata Elfie, kali ini dia melihat ke sebelah kirinya.
"Saya Ferish"
"S-Saya Hapwel"
"Saya Layen"
Layen? Dia… bukannya dia Pria yang waktu itu?
Saat aku memperhatikannya, tanpa sengaja mata kami bertemu.
Beberapa detik kami saling menatap. Selama melihatnya, aku tidak memikirkan apapun.
Mungkin.. jika seseorang melihatku sekarang, saat ini aku mungkin akan tampak seperti sebuah patung yang menatap tanpa bergerak atau berkedip sedikitpun.
Kami saling menatap selama beberapa saat, tetapi tiba-tiba aku merasa sangat malu… Jantungku berdetak cepat, dan wajahku agak panas..
Aku mengalihkan pandanganku dan melihat ke bawah, ke arah kedua tanganku berada.
'Kenapa..? Kenapa aku malu? Bukannya aku sudah memakai gaun? Tapi kenapa aku masih malu? Aku tak mengerti… aku tak mengerti..' Pikirku sambil memainkan jari tanganku tanpa sadar.
"Baiklah, sekarang semuanya sudah mengenal satu sama lain. Sekarang, apa ada yang ingin kalian tanyakan?"
Kenapa ini..? Kenapa aku masih malu? Ini aneh… harusnya aku tidak lagi malu setelah mengenakan gaun ini. Tetapi kenapa aku masih malu?
"Elfie… apa itu Perwakilan Ras Elf?" Salah satu suara Pria bertanya.
Ah..! Benar juga. Perwakilan Ras Elf itu apa?
"Perwakilan Ras Elf, itu adalah posisi paling penting dalam suatu Ras. Sebagai Perwakilan Ras Elf, aku harus berbicara dengan Tuan Utusan, mengatur urusan dalam Ras dan banyak hal lainnya."
Aku tak mengerti apa Elfie katakan, tetapi…. Tanpa kusadari rasa maluku telah menghilang.
Wajahku sudah tidak panas, dan jantungku sudah kembali tenang.
'Tunggu… sekarang aku merasa kalau rasa maluku sudah berkurang. Kenapa bisa berkurang? Tapi.. bagaimana kalau aku melihat matanya lagi?' Pikirku
Akhirnya, aku menatapnya lagi. Selama beberapa detik aku menatapnya, dan sampai pada suatu saat mata kami bertemu kembali.
Beberapa detik saat aku menatapnya, aku tidak merasakan apapun. Tetapi sedetik saat kami saling bertatapan, aku langsung merasa malu.
Wajahku kembali panas, dan jantungku kembali berdetak cepat.
"Kalau tidak ada yang ingin ditanyakan, maka selanjutnya aku yang akan lanjut berbicara."
'Ah.. aku mengerti. Dengan memakai gaun, aku tidak lagi malu saat dilihat oleh orang lain. Tapi beda halnya jika aku menatap mata mereka, karena aku tidak memiliki benda yang sama seperti gaun, yang bisa menghilangkan rasa malu saat menatap mata seseorang.' Aku menyimpulkan.
"Selanjutnya, yang ingin kukatakan adalah tentang makanan."
"...!"
Saat kata "Makanan" terdengar, semua pikiranku langsung terfokus pada Elfie dan perutku.
Rasa malu? Itu bukan apa-apanya jika dibandingkan rasa tak nyaman di perutku ini.
Rasa tak nyaman ini disebut rasa lapar, dan untuk menghilangkannya aku harus makan makanan. Seperti itulah yang bisa kuingat tentang makanan dan rasa lapar.
Pikiran terfokus pada perutku, sedangkan mata dan telingaku fokus pada Elfie – menunggu kalimat selanjutnya terucap dari mulutnya.
"Heh…. Apa aku salah berkata? Ada apa dengan kalian semua? Melihatku dengan tatapan lapar seperti itu…."
"..." Semua orang diam tak menjawab, dan hanya fokus melihat Elfie – termasuk aku juga.
"Baiklah.. baiklah.. aku tak punya makanan, jadi jangan tatap aku seperti itu."
Wajah semua orang, termasuk aku langsung kecewa.
"Tapi.. aku akan memberitahu kalian sesuatu."
Kalimat yang Elfie ucapkan selanjutnya, langsung menarik perhatian semua orang, termasuk aku.
"Dengarkan… Apakah kalian tahu bahwa Pencipta adalah sosok yang menciptakan segalanya?
Aku, kamu, Hutan Felven, Matahari, Pohon, dan semua yang bisa kamu lihat dan pikirkan, adalah sesuatu yang diciptakan oleh Sang Pencipta.
Karena itulah, kita harus bersama-sama mengucapkan syukur dan terima kasih kira pada Sang Pencipta.
Karenanya, aku ingin agar kalian mengumpulkan makanan dan tak memakannya sendirian. Saat kita mengumpulkannya, kita akan membaginya sama rata, dan sebelum makan kita akan berdoa juga.
Jadi… kepada semuanya aku ucapkan selamat mencari makanan. Dan ingat.. jangan memakannya sendirian. Kita akan berkumpul dan makan bersama saat malam nanti disini.
Jadi, silahkan mencari. Aku akan menunggu kalian semua disini." Di akhir kalimat, Elfie tersenyum polos tanpa beban.
Tunggu…! Bukannya itu berarti Elfie menyuruh kita untuk bekerja keras, sedangkan dia hanya akan menunggu disini?
Ah.. benar, aku baru ingat kalau itu disebut Malas!
"Elfie.. kenapa kamu tidak ikut mencari juga?"
Salah satu Elf bertanya.. namanya Janny, kurasa?
"Janny, bukannya aku tidak ingin ikut mencari. Tetapi ada hal yang sangat penting sebagai Perwakilan Ras yang harus dilakukan." Kata Elfie sambil memperlihatkan benda kecil di tangannya.
"Memangnya itu apa, Elfie?" Janny bertanya lagi.
"Ini disebut Ponsel – dan aku merasa kalau Pencipta akan berbicara padaku melalui Ponsel ini. Karenanya, aku harus menunggunya – apapun yang terjadi." Nada Elfie sangat serius saat berbicara kalimat terakhir.
Ponsel? Pencipta? Berbicara? Aku tak mengerti..
"Karena itulah, kuharap kalian mengumpulkan makanan dan kita akan makan bersama disini. Lagipula, aku tidak bisa mencari makanan karena harus menunggu disini."
Kalau seperti ini… mau tak mau aku harus menahan lapar ini sampai malam.
"Ah.. tiba-tiba aku teringat sebuah kalimat.
'Berbagi dan kebersamaan itu indah.'
Hmm.. apa ya artinya?" Dengan santainya Elfie berbicara.
Aku juga tidak tahu, dan juga bukannya dia yang mengucapkan itu? Kurasa dia seharusnya sudah tahu artinya, bukan?
"Pokoknya.. aku ucapkan selamat mencari, aku akan menunggu disini."
===