==Pov Urcas==
Kemarin, pada hari kedua saat tengah malam aku memakan makanan dari Hutan Felven. Tak lama setelah itu, rasa kantuk timbul dan akupun tertidur.
Esok paginya pada hari ketiga, lebih tepatnya sekitar jam 11-an, aku terbangun. Setelah bangun, aku melakukan hal wajib yang harus dilakukan, yaitu buang air kecil dan mencuci muka.
Jangan tanya aku mengenai di mana aku kencing, karena itu memalukan jika harus mengakui kalau aku melakukannya di sembarang tempat yang kurasa cocok.
Habisnya, di sini tidak ada apapun selain sebuah pohon dan sebuah bangunan.
Ahem..! Selesai melakukan itu, aku membuka Portal ke Hutan Felven. Setelah Portal terbuka, angin sejuk yang sangat kusuka berhembus keluar dari Portal.
Tetapi, aku yang sudah bersiap memakai mantel, hanya merasakan dingin di wajahku dan beberapa bagian tubuh yang tak tertutupi misalnya telapak tangan dan wajah.
Rasanya seperti ada es di wajahku, saat udara dingin menerpa wajahku yang lembab karena belum lama kubasuh dengan air.
Kemudian, aku menggosokkan kedua telapak tanganku hingga panas, lalu menempelkannya ke kedua pipiku.
"Huaa…~", aku menghela nafas nikmat atas rasa hangat di kedua pipiku.
Sambil melakukan itu, aku melangkah masuk kedalam Portal, dan secara instan Portal tertutup setelah aku masuk.
Perasaan aneh timbul, saat aku berpindah dari padang rumput yang kering dan hangat, menuju ke hutan lembab dan dingin.
Jika diumpamakan secara sederhana, rasanya seperti aku membilas tubuhku dengan air dingin setelah selesai mandi air hangat.
Aku bersin beberapa kali karena hidungku tak bisa mengikuti perubahan suhu yang drastis.
Mataku juga perlu waktu untuk menyesuaikan perubahan drastis cahaya. Disini, pencahayaan agak redup karena dedaunan dari pepohonan rimbun yang menghalangi sinar matahari mencapai tanah.
Aku juga melepas mantelku karena merasa agak gerah.
Yah.. sebenarnya aku baru sadar kalau sekarang adalah siang hari, dan bukan malam hari seperti kemarin. Jadi lebih baik aku melepas mantel, daripada kegerahan.
Aku berjalan sedikit dari Portal, tempat aku keluar, dan sampailah aku di sebuah desa sederhana.
Sebuah desa Elf, yang terdiri dari belasan pohon besar, dengan setiap rumah di bawahnya.
Perhatianku tertuju pada pohon yang meneduhi setiap rumah.
Pohon itu terlalu besar, hingga aku tidak tahu pasti ketinggiannya. Tetapi, menurut perkiraanku itu pasti lebih dari 50 meter. Kedepannya, aku akan menyebut ini sebagai pohon raksasa.
Setiap pohon raksasa tumbuh dalam jarak puluhan meter satu sama lain.
Di sekitar pohon raksasa itu, tidak ada satupun vegetasi kecuali lumut dan jamur karena sinar matahari kesulitan menembus tajuk dari pohon raksasa.
Walaupun begitu, matahari masih bisa menyinari desa ini saat pagi atau sore hari, saat matahari masih menggantung tidak jauh dari cakrawala.
Dan karena ini sudah siang, matahari ada di atas kepala. Tetapi, karena tajuk dari pohon raksasa ini, sinar matahari tidak bisa menembus sampai ke tanah.
Sebelumnya, saat aku masih berada di hutan dengan pohon-pohon kecil (jika dibandingkan dengan pohon raksasa), sinar matahari masih bisa menembus tajuk pepohonan.
Sinar matahari itu membentuk garis cahaya kuning-putih.
Sesekali, aku menyentuh garis cahaya matahari. Saat tanganku menyentuh garis cahaya, aku bisa merasakan kalau sinar itu sangat hangat – panas jika dibandingkan dengan suhu sekitar yang dingin.
Dengan kata lain, suhu di bawah tajuk pohon, lebih rendah daripada yang di atas tajuk pohon.
Jadi akan salah jika aku beranggapan kalau Hutan Felven sejuk karena udaranya yang lembab, melainkan karena adanya kehadiran tajuk pohon yang menghalangi sinar matahari – walaupun sebenarnya, kelembaban juga sangat berpengaruh, tetapi tidak sebesar tajuk pohon.
Dan juga, akan wajar jika Hutan Felven terasa dingin, karena Hutan Felven berada di pegunungan. Tidak seperti Hutan Hangan yang cenderung berada di dataran rendah.
Aku bisa mengatakan itu, karena aku sudah melihat peta yang ada di dalam "Buku Pengetahuan Dasar Melofranist".
Setelah selesai mengamati sekitar, aku berjalan menuju ruang makan yang kemarin malam kudatangi. Dan di sana aku bisa melihat ada seseorang yang sedang meletakan beberapa sayur dan jamur yang bersih di atas meja yang berada di pojok ruangan.
Saat aku berjalan masuk ke dalam, aku bisa melihat kalau dia memasukkan setangkai jamur ke dalam mulutnya dan mulai mengunyahnya dengan cepat.
Merasa diperhatikan, dia menengok ke belakang dengan mulut yang masih mengunyah.
Segera, dia terbatuk-batuk karena tersedak.
"Uhuk.. Uhuk! Uhuk!" Dia terbatuk sambil menutup mulutnya dengan tangan kanan.
'Hmm… aku bisa menyimpulkan dari melihat situasinya. Jadi, dia sedang makan, dan menjadi tersedak karena kaget saat melihatku yang sedang berjalan di belakangnya tanpa suara.
Selanjutnya, dia pasti bertanya tentang siapa aku, dan untuk apa kesini.' pikirku mencoba menebak-nebak.
"Si-Siapa kamu?! Uhuk.. Kenapa kamu disini?! Uhuk.. Uhuk!" Dia berbicara sambil terbatuk di setiap akhir kalimat.
"Tenanglah, aku Urcas. Kalian mungkin mengenalku dengan sebutan Tuan Utusan."
"Tuan Utusan?" Kali ini dia tak terbatuk, dan memasang wajah melongo.
"Ya, aku Tuan Utusan. Bisakah aku tahu dimana Elfie berada?"
"Uhuk.. tunggu sebentar Tuan.. Uhuk…", setelah itu dia mencoba batuk beberapa kali.
Melihat dia malah batuk bukannya minum air, membuatku berasumsi kalau dia tidak tahu pengetahuan dasar saat tersedak. Tanpa pikir panjang aku menyodorkan botol air ku padanya.
"Ini, minumlah", kataku sambil menawarkan botol air yang telah kubuka tutupnya.
"...?" Dia terdiam memasang wajah ragu sambil memandangi tangan kananku yang memegang botol.
'Ayolah.. tanganku jadi pegal jika harus memeganginya terus', gerutuku dalam hati.
"Minumlah.. ini akan membantu", aku berbicara dengan nada sedikit memaksa, dan sepertinya itu efektif.
"Ba-baik...", setelah mengatakan itu, dia segera mengambil botol di tanganku secara perlahan.
Dia meminumnya secara perlahan, tetapi aku bisa melihat dengan jelas kalau banyak sekali air tumpah dan mengalir dari mulutnya – seperti dia tak pernah menggunakan botol air untuk minum sebelumnya.
"Minumlah pelan-pelan", aku menambahkan.
Setelah belasan detik, dan dia akhirnya berhenti minum.
Dia berhenti, mungkin bukan karena dia sudah puas minum, melainkan karena air didalam botolku sudah habis. Setengah dari air memang dia minum, tetapi setengahnya lagi mengalir turun dari sela-sela mulutnya dan membasahi sebagian besar permukaan gaunnya.
Lihatlah, gaun putih itu menjadi semi-transparan saat basah, dan mulai menempel di kulit. Memperlihatkan lekuk dan warna dari tubuh si pemakai gaun.
Tentu saja aku tidak melihat ke arah dadanya yang basah, karena itu tidak sopan. Walau dadanya sangat rata, tetapi dia tetap seorang wanita bukan?
"Gaunmu basah, apa kamu tidak akan menggantinya?" Aku mencoba untuk mengingatkannya.
"Tidak perlu, aku tak masalah akan hal ini", dia menjawab sambil tersenyum kecut – seperti menahan geli.
Aku tidak tahu apa yang dipikirkannya, tetapi yang pasti dia adalah seorang wanita yang kurang tahu malu. Tetapi ya sudahlah.. itu keputusan dia. Aku sudah mengingatkan, bahkan berusaha keras untuk tak melihat ke arah dadanya – walaupun sebenarnya, mataku bisa melihat pentil kecil sedikit kecoklatan.
"Jadi, dimana Elfie berada?" Aku bertanya pada wanita di depanku.
"Apa!?" Entah kenapa orang itu terlihat panik saat aku menyebut nama Elfie.
"Elfie, dimana dia?" Aku mengulangi pertanyaanku.
"...", dia tetap diam dan tak menjawab pertanyaanku.
"Dimana Elfie..-"
"Tuan, bisakah Tuan berjanji untuk tak memberitahu Elfie tentang aku yang barusan memakan makanan di sini?" Orang itu memotong kalimatku dan malah mengatakan kalau aku harus berjanji.
"Kenapa?" Tentu saja aku bertanya kenapa. Lagipula kenapa aku harus melakukan hal itu tanpa sebab yang jelas?
"Uhmm.. ini tentang peraturan yang Elfie buat, dan aku melanggarnya."
"Lalu..?"
"Tuan.. tolonglah. Jika aku ketahuan melanggar peraturannya, maka aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku nanti."
Hah.. karena dia memohon, maka mau tak mau aku harus memberi jawaban – walaupun itu ambigu, tetapi masih lebih baik.
"Aku. tidak. bisa. berjanji.", aku mengatakannya dengan tegas, kata per kata.
Alasan utama aku tidak mau berjanji, adalah karena aku masih ingat perkataan Pencipta saat itu. Kalau aku tidak boleh berjanji bila tak sanggup menepatinya.
Alasan sampingan, adalah karena aku tidak mau ikut campur terlalu dalam masalah orang lain. Tapi karena dia memohon, maka akan lebih cepat selesai jika aku meng-"iya"-kannya.
"Baiklah Tuan, silahkan ikuti saya", dia mengatakan itu sambil memimpin jalan sambil dengan punggung yang membungkuk sedikit dan memasang wajah gelisah.
Semakin dekat ke rumah Eflie, wajahnya terlihat semakin gelisah dan gugup.
*Tuan.. ini adalah rumah Elfie. Kalau begitu saya permisi", selesai mengatakan itu, Layen buru-buru berjalan pergi.
Ah.. benar juga. Aku belum tahu namanya, jadi aku memanggilnya kembali.
"Kamu, siapa namamu?" Tanyaku
"Namaku?" Dia berkata sambil menunjuk jari telunjuk kanan ke dirinya sendiri.
"Ya, siapa namamu. Aku penasaran."
"Uh… Nama saya Layen, Tuan", dia memberitahu namanya dengan ragu.
Layen? Itu terdengar seperti seorang pria. Yah.. tetapi aku juga tidak tahu sistem penamaan seseorang disini.
"Kalau begitu Tuan, saya permisi dulu..."
Saat Layen akan berjalan pergi, aku memanggilnya lagi karena mendapati kalau Elfie tidak ada di dalam – tanpa pintu, aku hampir bisa melihat seisi rumah.
"Layen, di mana Elfie sekarang?"
Layen berbalik, dan memasang senyum yang terpaksa di wajahnya. Aku juga bisa melihat ada kedutan sangat kecil di pipinya saat tersenyum. Atau mungkin, dia menggertakan gigi sambil tersenyum? Entahlah, tapi yang pasti dia sedang kesal.
"Entahlah… tapi saya yakin kalau Elfie akan segera kembali. Jadi silahkan Tuan tunggu sebentar, atau Tuan bisa masuk ke dalam dan menunggu di dalam. Kalau begitu saya permisi…", setelah mengatakan itu, dia segera pergi sambil berjalan cepat.
Apa yang harus kulakukan sekarang? Tentu saja aku akan masuk ke dalam. Menurutku, lebih baik menunggu di dalam daripada di luar.
Aku masuk ke dalam rumah Elfie. Di dalam, isinya sangat sederhana.
Yang bisa kulihat, hanyalah sebuah lemari kayu yang mungkin berisi gaun.
Kemudian sebuah ranjang untuk tidur, yang terbuat dari kayu.
Dan terakhir, beberapa helai rumput yang agak layu di lantai tepat di samping ranjang.
Melihat ada rumput, apalagi fakta kalau rumput itu tidak ada di Hutan Felven, melainkan hanya ada di Altar Dunia, membuatku berasumsi, kalau Elfie masih berusaha untuk menggunakan Ruang Penyimpanan.
Sepertinya, perkataannya untuk dengan belajar sungguh-sungguh adalah benar. Aku harus memikirkan kembali lebih serius mengenai hal ini nanti.
Suhu di dalam rumah, terasa sama seperti di luar. Tetapi dengan berada di dalam rumah, dapat melindungiku dari terpaan angin dingin di malam hari yang menusuk.
Berada di dalam kamar seorang wanita, juga membuatku terbesit beberapa pikiran mesum.
Seperti misalnya, mencuri celana dalamnya. Atau.. mencium ranjangnya untuk mendapat aroma tubuhnya, yang keringatnya mungkin masih tertinggal. Atau.. mencuri gaun di dalam lemari.
Apakah aku akan mencobanya..? Mungkin aku bisa memulainya dengan mencium aroma yang ada di bantal itu.
Tidak..! Tentu saja aku tak akan melakukan hal itu! Aku masih cukup waras untuk tidak melakukan hal tersebut.
Walau aku yakin kalau aku bisa melakukannya tanpa ada saksi, tetapi harga diriku tidak membiarkan hal itu.
Setidaknya.. setidaknya.. paling tidak, untuk bagiku menyentuh seorang wanita, dia setidaknya harus memiliki mental bukan seorang anak-anak.
Jika dipikir-pikir, Pencipta memiliki tubuh seorang gadis berusia 13 tahun, tetapi aku tak masalah jika harus menyentuhnya.
Memang benar kalau aku dan Pencipta sangatlah akrab, tetapi aku masih merasa canggung pada beberapa situasi – misalnya, memanggilnya Pencipta, ketimbang Sol.
Hanya saja, aku masih sadar diri untuk tidak melakukan pelecehan itu kepada Pencipta.
Aku masih tidak cukup gila untuk secara tiba-tiba memegang payudara Pencipta. Bahkan berada di dekat Pencipta, membuatku hilang kepercayaan diri untuk hanya membahas atau bertanya mengenai hal-hal mesum.
Akan jadi seperti apa aku, jika aku, makhluk yang lebih rendah darinya melakukan tindakan tak terpuji padanya.
Tidak sekalipun aku melecehkan Pencipta, tetapi seringkali aku membayangkannya.
Ah…! Gawat. Pikiranku menjadi mulai merambat kemana-mana karena hawa nafsu. Ada apa dengan diriku belakangan ini? Pikiranku sangat sering memikirkan hal-hal mesum. Aku tidak mengerti kenapa libidoku tiba-tiba meningkat sejak di Melofranist.
Aku ingin melampiaskannya, tetapi tidak mungkin bagiku melakukannya.
Mengingatnya kembali, pada saat itu umurku sudah 20 tahun, dan Pencipta memberiku alat bernama komputer.
Saat itu, Pencipta berpesan padaku untuk mencari semua hal-hal yang ingin kuketahui ataupun tidak kumengerti di komputer.
Aku yang masih penuh rasa ingin tahu tentang "apa itu Pencipta" pada saat itu, memutuskan untuk mencari tentang Pencipta.
Beberapa hasil keluar, tetapi anehnya semuanya adalah tentang hal mesum.
Aku yang masih polos pada saat itu, mengklik salah satu video berdurasi belasan menit.
Dan akhirnya, diriku yang polos, mulai tergantikan dengan kebejatan pada hari itu.
Awalnya, aku melakukan apa yang disebut masturbasi. Kemudian berlanjut dengan seks menggunakan VR yang diberikan Pencipta beberapa tahun kemudian. Tentu saja, aku memilih seks bersama Pencipta dalam bentuk digital – lagipula, hanya itu satu-satunya pilihan yang tersedia.
Semakin bertambah umur, semakin aku sadar, kalau ternyata selama ini Pencipta tahu aku melakukan hal-hal mesum tersebut di belakangnya – apalagi, objeknya adalah Pencipta.
Pada saat itu, selama beberapa hari aku mengurung diri dalam malu dan paranoid.
Tetapi sekarang, disini tidak ada teknologi yang disebut dengan komputer. Tetapi disini banyak sekali wanita cantik yang bisa kusentuh.
Dan.. memikirkannya kembali, apakah yang Pencipta maksud dengan "makanan" di Melofranist adalah merujuk pada wanita?
Memperhitungkan fakta juga kalau ada gambar porno yang kuselundupkan di antara makanan, membuatku semakin yakin kalau "makanan" yang Pencipta maksud, sebenarnya merujuk pada Wanita.
Bukti yang mendukung teoriku adalah tentang fakta kalau di sini tidak ada makanan enak yang bisa dimakan selain sayuran dan jamur yang hambar!
Hmm… ini hanya sebuah hipotesis yang belum terbukti kebenarannya. Tetapi, hipotesis ini terdengar sangat masuk akal.
Jika aku jujur pada diri sendiri, sebenarnya aku tidak pernah menemui wanita lain selain Pencipta semasa hidupku. Jadi, ada kemungkinan kalau Pencipta menyuruhku ke Melofranist, adalah agar aku bisa melihat wanita lain.
Aku tidak mau memikirkan hal-hal yang buruk tentang Pencipta. Tetapi, berdasarkan fakta itu, aku berasumsi bahwa kenaikan libido adalah karena mereka – para wanita cantik dengan tubuh dewasa dan berkembang dengan baik.
Ukh.. aku benar-benar pusing saat memikirkan hal-hal seperti ini. Karena aku terlalu takut saat harus mempercayai sesuatu, yang bahkan aku sendiri pikirkan.
Tetapi, aku merasa bahwa kenaikan libidoku pasti berkaitan dengan Pencipta.
Selain itu, aku juga adalah seorang pria dewasa yang sehat secara fisiologis – saat melihat payudara, nafasku pasti langsung menjadi sedikit berat. Untungnya, aku masih bisa menahannya hingga sekarang dengan moral yang tinggi.
Ada banyak hipotesis yang menyebabkan libidoku meningkat.
Tetapi aku masih ragu, tentang apakah jawaban yang kumiliki adalah benar?
Memang benar jika aku memiliki jawaban, tetapi aku merasa sulit untuk mempercayainya karena aku sadar bahwa aku ini masih bodoh.
Yah… akan bohong jika aku mengatakan, "aku tidak mengerti", disaat aku sendiri bisa menemukan beberapa jawaban. Tapi, akan benar jika aku mengatakan, "aku takut salah", disaat ada banyak pilihan yang tersedia yang bisa dipilih.
Bisa dikatakan, aku hanya terlalu takut salah dalam memilih satu dari beberapa jawaban yang semuanya terasa benar.
Pada akhirnya, aku hanya diam seperti patung di dekat pintu rumah Elfie. Semua yang kupikirkan tadi hanyalah beberapa pikiran random yang muncul untuk menghilangkan kebosanan dalam menunggu.
Aku tidak tahu detailnya, tetapi aku pernah membaca jika seorang yang pintar, selalu memikirkan banyak hal di kepalanya.
Apakah aku termasuk orang pintar tersebut?
Entahlah, tapi kemungkinan besar, iya. Tentu saja aku mendapatkan jawaban itu, jika aku membandingkan diriku dengan yang lain.
Dan jawabannya adalah tidak, aku merasa bahwa aku tidaklah pintar, jika membandingkannya dengan Pencipta.
Itu adalah 2 pilihan dimana keduanya terasa benar, tetapi aku ragu dalam memilihnya, karena aku takut salah.
Pada akhirnya, aku sadar, bahwa kedua jawaban itu adalah jawaban yang relatif. Keduanya benar, tapi saling bertolak belakang satu sama lain. Dan karena keduanya benar, aku menjadi takut dalam memilih dan mempercayai sesuatu.
Sekitar 20 menit aku sibuk dengan pikiranku sendiri, hingga akhirnya Elfie datang.
"Eh..!? Tuan di sini? Apa ada yang bisa saya bantu?"
Elfie awalnya memasang ekspresi terkejut saat melihatku yang sedang bersandar. Tetapi dalam sekejap wajahnya kembali serius dan menanyakan apa tujuanku disini.
"Uhm.. yah.. jadi begini…"
Aku menjelaskan tujuanku menemuinya sekarang.
Untuk tinggal di Hutan Felven, dan untuk menyebarkan Benih Kehidupan di Hutan Felven. Itulah inti dari yang kukatakan.
"... Jadi seperti itu. Bisakah aku mulai sekarang tinggal di sini?"
"Tentu saja Tuan..! Saya akan menyiapkan rumah untuk Tuan tempati segera! Ah.. biarkan saya memandu Tuan berkeliling di Hutan Felven sekarang", entah mengapa, Elfie sangat bersemangat dan bahagia, itu bisa terdengar dari nada bicaranya yang cepat dan keras.
"Tapi sebelum itu, berikan saya sedikit waktu."
Setelah mengatakan itu, Elfie membuka lemari kayu, dan meletakan sehelai gaun lembab yang ada di tangannya.
"Sudah selesai, silahkan ikuti saya..!"
Aku mengikutinya tanpa pikir panjang. Tetapi aku menjadi penasaran tentang apa yang dilakukan Elfie sebelumnya saat aku menunggu.
Dilihat dari rambutnya yang basah, dan gaun lembab yang barusan dia letakkan.
Aku berasumsi jika dia habis mencuci pakaian, dan mandi. Lagipula, aku sudah mengajari tentang mandi kemarin, saat Pertemuan Ras Awal berlangsung.
Hmm… sepertinya aku juga harus mandi. Ini sudah hampir 3 hari sejak aku tidak mandi, dan rasanya sedikit lengket.
"Hu.. ha.. hu.. ha..", aku mencoba mencium aroma ketiakku yang sedíkit lengket.
Baunya, terasa nikmat…~
Baunya apek, dengan sedikit asam yang menusuk di akhir dan membekas sebentar di rongga hidung. Menciumnya membuatku ketagihan.
Aku tahu ini bau, tetapi aku menyukainya.
Kenapa? Uhmm… aku tak bisa menjelaskannya dengan alasan logis. Tetapi, aku pikir ini ada hubungannya dengan aku yang hidup tanpa banyak mencium wewangian.
Ambil contoh, aku sering memakai parfum. Jika aku suatu hari lupa memakai parfum, maka aku pasti akan merasa jijik saat mencium bau tubuhku.
Disisi lain, jika aku tak pernah memakai parfum. Maka yang tercium adalah bau asam tubuh. Karenanya, aku menganggapnya wangi, karena aku "tidak pernah" menggunakan parfum, sehingga tidak bisa membandingkannya.
Alasan lainnya, mungkin karena hidungku jenuh. Di Altar Dunia, udara berbau seperti rumput. Di Hutan Felven, udara terasa menyegarkan dan lembab, tanpa bau tertentu.
Dan saat aku bisa mencium bau tertentu yang tajam. Itu dapat memberi variasi bau untuk hidungku. Bau khas, yang berbeda dari lingkungan sekitar.
Aku tahu kalau baunya aneh, tetapi ini tidak seburuk yang kubayangkan. Pertama kali mencium, aku menganggapnya menjijikan. Tetapi setelah beberapa kali, aku mulai menyukainya.
Seringkali, aku suka menciumi bau tubuhku yang belum mandi, karena itu terasa wangi.
Mungkin orang akan menganggapnya menjijikan. Tetapi itu tidak bagiku, yang menganggapnya wangi, dan tidaklah menjijikan sama sekali.
Dipikir secara logika, ini adalah tubuhku. Jadi kenapa aku harus jijik?
Benar, kan?
…
…
...
Aku berkeliling Hutan Felven bersama Elfie yang memandu.
Sambil berjalan di sampingku, Elfie menjelaskan banyak hal tentang Hutan Felven. Misalnya…
"Tuan..! Ini adalah area yang sering kudatangi untuk mencari makanan."
"Tuan..! Ini adalah sungai kecil di dekat Ruang Makan yang sering kami gunakan untuk mencuci makanan."
"Tuan..! Ini adalah air terjun tempat dimana kami mandi, dan mencuci gaun."
Dan banyak lagi hal-hal yang dikomentari oleh Elfie sepanjang kami berjalan.
Kita berkeliling di sekitaran Desa. Mungkin dalam radius 2 atau 3 kilometer.
Kami berkeliling selama beberapa jam, hingga langit mulai menjingga.
Sebenarnya, tidak ada sesuatu yang menabjukkan dari tempat ini. Tidak ada yang indah, dan semuanya biasa saja menurutku.
Walaupun memang harus diakui, kalau tempat ini memberi perasaan tenang dan damai. Sehingga, tidak ada bosan-bosannya aku berjalan di sekitaran Hutan Felven.
"Tuan..! Ini adalah air terjun untuk kita…- "
Hah..? Bukannya ini air terjun yang tadi? Apa kita hanya berputar-putar saja?
"Elfie… bukannya tempat ini sudah kamu jelaskan?"
"Eh..! Begitu kah…?"
"Ya, kamu mungkin lupa, tapi aku masih ingat."
Pada akhirnya Elfie sudah kehabisan tempat untuk diperlihatkan padaku.
Kami memutuskan untuk kembali, dan melihat rumah yang disiapkan untukku.
Dalam perjalanan, tiba-tiba Elfie mengatakan….
"Tuan..! Itu Sewi, Elf yang kemarin saya ceritakan. Biarkan saya perkenalkan pada Tuan..!"
Setelah itu, Elfie berlari ke dalam hutan, meninggalkan aku sendirian.
"Eh..? Apa? Apa yang kamu katakan?"
Aku terlambat merespon, karena aku sedang melamun.
Aku berusaha mengejar Elfie, tetapi Elfie menghilang dengan sangat cepat di balik pepohonan.
Akhirnya, aku memutuskan untuk diam di tempat, karena aku takut jika nanti tersesat.
Tidak lama aku menunggu, dan terdengar suara langkah kaki yang menginjak dedaunan.
Aku menoleh ke sumber suara yang ternyata berasal belakang, dari balik pohon tempat aku berdiri menunggu.
Aku bergerak ke samping, dan melihat Elfie kembali bersama seorang Elf lainnya.
Akhirnya, Sewi ada di hadapanku sekarang – Elfie ada di belakangnya.
Entah kenapa, aku merasa kalau sosoknya sangat familiar.
Aku merasa sangat mengenalnya, tetapi aku tidak bisa mengingatnya.
Kalau saja.. kalau saja aku bisa melihat wajahnya… mungkin aku bisa mengingatnya.
"Salam Tuan Utusan, saya Sewi", wanita itu bernama Sewi, dan dia memperkenalkan dirinya sambil menundukkan wajahnya.
Aku tak bisa melihat wajahnya, dan itu membuatku kesal sekaligus penasaran.
Keberanian tiba-tiba timbul didalam diriku.
"Hmm… Sewi ya?"
Sambil mengatakan, aku melangkah maju, sedikit menurunkan tubuhku, dan melihat wajahnya.
Aku tahu itu kurang sopan, tetapi keberanian ini terlalu besar hingga menekan harga diriku ke tingkat terendah.
Mata kami bertemu, dan aku fokus pada wajahnya.
Dia adalah seorang Wanita dari Ras Elf, dengan fitur wajah yang tak jauh berbeda dengan Elfie.
Matanya memiliki warna iris hijau, seperti Batu Zamrud. Sekarang, aku bisa melihat matanya melotot karena terkejut.
Bulu matanya lentik, tetapi tidak terlalu panjang atau terlalu pendek. Tidak jelek, tetapi tidak terlalu menawan. Memberikan kecantikan alami.
Hidungnya, tidak mancung, malahan terlihat agak pesek. Dengan lubang hidung yang agak kecil, membuatnya terlihat agak imut saat aku melihatnya dari sudut tertentu.
Bibirnya terlihat lembut, memiliki kerutan tipis, dan berwarna pink alami.
Mulutnya menganga sedikit, dan memperlihatkan sebagian gigi serinya yang putih.
Rambutnya berwarna Hijau Tua. Dari jauh, rambutnya mungkin terlihat seperti sedikit memantulkan cahaya matahari, dan membuatnya cukup mencolok.
*Tiba-tiba, wajahnya menghadap ke samping.
Ah.. gawat! Aku terlalu impulsif dan bergerak sendiri. Sekarang aku malah malu, dan menyesal karena bertindak seenaknya.
Aku tahu, kalau yang kulakukan ini tidaklah sopan, dan aku merasa bersalah sekarang.
"Ah.. maaf.. maaf.. aku hanya merasa kalau kita pernah bertemu, dan aku ingin memastikan saja apakah aku memang mengenalmu."
Aku meminta maaf dengan nada santai, karena aku juga tak ingin memperburuk suasananya.
Tetapi… aku masih tak bisa mengingatnya. Aku merasa.. kalau ada sesuatu yang menghalangi ingatanku.
Aku ingin berteriak, "Aku mengenalnya! Aku mengenalmu! Lama tidak berjumpa!" Tetapi aku tidak bisa mengingatnya, aku merasa sedih. Rasanya kesal saat aku masih tak bisa mengingatnya.
'Ah.. benar juga, aku harus memperkenalkan diriku, siapa tahu juga dia mengenal namaku, bukan..?' Aku mencoba berpikir positif.
"Aku Urcas, dan yang lain menyebutku Tuan Utusan."
Tetapi, bukannya mengharapkan kalau dia akan mengenalku, malahan dia terlihat sedih.
Aku tidak tahu kenapa dia memasang wajah sedih, tetapi apa yang bisa kukatakan? Aku bahkan tidak ingat mengenal dirinya, jadi aku lebih baik diam daripada salah berkata.
Sambil berusaha mengingat-ingat dirinya, aku bisa melihat Elfie membisikkan sesuatu di telinga Sewi.
"Ka-Kalau b-begitu saya permisi dulu T-Tuan.."
Aku tidak tahu apa yang Elfie bisikan, tetapi Sewi segera lari meninggalkanku, bahkan tanpa menungguku mengatakan sesuatu.
Saat dia berlari pergi, aku hanya bisa terdiam karena bingung atas tindakannya yang tiba-tiba.
"Tunggu..!"
Akhirnya aku tersadar, dan mengatakan 'tunggu' dengan agak keras. Tetapi aku yakin kalau dia tak bisa mendengarnya karena dia sudah agak jauh dariku saat aku mengatakannya.
Apa apa denganku sekarang!? Aku merasa sedih karena berpisah dengannya! Tetapi kenapa aku harus bersedih!? Bahkan aku saja tak mengenalnya.
Aku menggosok kedua pelipisku. Berharap agar pikiranku bisa terasa lebih baik.
Sebenarnya, aku tidak menangis atau memelas sekarang. Apa yang sedang kurasakan adalah rasa kekesalan karena kebodohanku. Dadaku juga terasa sedikit sakit, dan pikiranku terasa tak fokus.
Seringkali, sangat sering, aku selalu tak bisa mendapat jawaban memuaskan-.. atau bahkan tidak mendapat jawaban dari setiap pertanyaan dan keraguan yang muncul pada situasi tertentu – seperti sekarang, contohnya.
Aku merasa tak percaya, tapi tak ada pilihan bagiku untuk tak mempercayainya. Walau aku merasa ada yang salah, tapi tak ada bukti bagiku untuk memberitahu mana yang salah.
"Tuan..?" Elfie berkata dengan khawatir saat melihatku menggosok pelipis.
Aku merasa sangat lelah…. Entahlah, tetapi rasanya lelah, memikirkan sesuatu yang tidak akan pernah bisa kuingat.
Tetapi, bodohnya aku, adalah aku selalu berusaha untuk mencari tahu, dan selalu berakhir dengan kebuntuan dak kekecewaan.
"Tak apa.. aku hanya…-", aku berkata ragu.
Aku ragu, karena aku tidak bisa mengatakan alasan yang tepat.
"Tidak, tidak apa.. aku baik-baik saja", kataku sambil tersenyum pada diriku sendiri.
Benar juga..
Aku Akan Baik-Baik Saja, Selama Aku Menghiraukannya.
Kenapa aku bisa melupakan hal itu, ya..?
"Elfie, tolong antarkan aku ke Rumah. Aku agak lelah dan ingin istirahat."
"Baik Tuan.."
Sepanjang jalan, Elfie tidak menanyakan ataupun mengatakan apapun. Tetapi aku bisa tahu kalau dia sedang cemas.
…
…
…
Aku diantarkan oleh Elfie ke sebuah Rumah.
Rumah itu sangat sederhana, dengan sebuah ranjang dan lemari di dalamnya – sama seperti Rumah Elfie.
Tanpa atap, dan tanpa pintu, itu terasa sedikit aneh dan mengganggu bagiku, karena merasa kurangnya privasi.
"Tuan, nanti malam kita akan mengadakan makan bersama. Jika Tuan mau, Tuan bisa datang ke Ruang Makan."
"Ya.. "
Kemudian, Elfie pergi meninggalkanku sendirian.
Aku berjalan ke arah ranjang, kemudian berbaring di atasnya, dengan kepala di atas bantal yang terbuat dari kapuk yang dilapisi sarung bantal kain.
Rasanya sakit, saat tulangku bersentuhan dengan kayu. Dan yang paling kubenci adalah fakta kalau mulai sekarang aku tidak bisa lagi menikmati kasur yang empuk.
Aku mengeluarkan selimut tebal, kemudian melapisi permukaan keras kayu. Setidaknya, itu lebih baik daripada bersentuhan langsung dengan permukaan kayu yang keras.
"Haaah…", aku menghela nafas berat.
Kepalaku terasa panas, dadaku berat dan mataku serasa ingin menangis.
Aku merasa kesal, sedih, dan lelah.
Banyak pikiran yang sedang kupikirkan sekarang.
Mulai dari fakta kalau selama hidupku, aku harus terus hidup seperti ini sembari menyebarkan Benih Kehidupan.
Kemudian fakta kalau aku berpisah dengan Sol. Dan yang terakhir, aku merasa sangat bodoh, sangat bodoh hingga aku tidak mengetahui apapun.
Baru sekarang kupikirkan, kalau aku menyesal menerima Permintaan dari Pencipta. Kalau aku bisa berbicara pada diriku beberapa hari sebelumnya, maka aku akan mengumpatnya dengan kata-kata kasar.
Kehilangan semua hiburan, dan jatuh dalam kesepian. Memang benar jika aku senang, kalau akhirnya aku bisa melihat Dunia secara nyata bukan melalui ilustrasi seperti gambar atau video.
Tetapi tetap saja rasanya menyedihkan, jika aku harus kehilangan semua kehidupan nyamanku.
Aku ingin kembali, tetapi tidak bisa karena Pencipta yang telah meninggalkanku sendirian. Aku merasa seperti seorang anak yang tersesat, yang sedang menangis karena kesepian dan menyesal.
Aku ingin pulang, aku ingin terus bersama Pencipta, aku tidak ingin sendirian. Aku takut… aku menyesal… aku sedih… aku bingung.
Tetapi, semua yang kusesali sekarang tidak ada gunanya.
Aku memilih, dan ini adalah bentuk konsekuensi dari pilihanku.
Jika aku menangis, maka aku tak ada bedanya dengan mereka yang lain – yang memiliki mental anak kecil.
Tetapi, tidak apakan, jika aku beristirahat sebentar? Menyampaikan keluh kesah, dan penyesalanku.
Kalau perlu, aku ingin ada seseorang yang bisa berada di sampingku saat aku bersedih dan lelah. Saat aku membutuhkan sandaran di bahu.
"Hah…~", aku menghela nafas sedih.
…
…
…
Setelah langit menggelap, aku memutuskan untuk pergi ke Ruang Makan.
Suasana hatiku sedikit membaik setelah beristirahat dan curhat pada pikiranku sendiri.
Sekarang, aku sedang duduk di Ruang Makan. Di kananku ada Elfie dan 2 Wanita Elf tak dikenal. Di kiriku adalah 2 Pria Elf tak dikenal, dan Layen.
Aku menyadarinya, kalau ada perbedaan besar antara sisi kiri dan sisi kananku.
Dari Buku yang kubaca, setiap Ras Awal memiliki 3 Pria dan 4 Wanita di dalamnya.
Yang artinya, sisi kiriku adalah yang Pria, dan sebaliknya. Tentu saja, aku memikirkan ini setelah melihat sisi kananku dipenuhi dengan Elf cantik dengan payudara besar yang menonjol, berkebalikan dengan sisi kiriku yang dadanya rata dan bidang.
Dengan kata lain, Layen adalah seorang Pria, bukan Wanita.
Dan yang menjadi permasalahannya disini adalah, aku sebelumnya beranggapan kalau Layen adalah seorang Wanita.
Tetapi faktanya, anggapanku salah.
Secara umum, tinggi Pria dan Wanita tidak beda jauh – Pria lebih tinggi.
Untuk bahu, terdapat perbedaan besar antara lebar bahu Pria dan Wanita. Tadi siang, aku tidak menyadarinya karena aku tidak terlalu memperhatikannya.
Untuk suara, yang Pria memiliki suara netral. Aku tidak bisa mengatakan apakah itu suara Wanita atau Pria jika hanya mendengar tanpa melihat orangnya.
Untuk wajah, yang Pria memiliki wajah netral. Aku tidak bisa memutuskan apakah itu cantik atau tidak, tetapi jika harus dikatakan, maka itu sedikit condong ke maskulin.
Tetapi, kulit putihnya yang sangat mulus, matanya yang agak sipit, dan rambutnya yang termasuk panjang, membuatnya tampak feminim.
Tetapi, jika aku membandingkan Layen dengan Pria Elf lainnya, akan ada sedikit perbedaan kontur wajah. 2 lainnya, terlihat lebih maskulin ketimbang Layen.
Sedangkan Layen, memiliki penampilan lebih Feminim. Terlalu feminim, hingga aku menganggapnya sebagai seorang Wanita.
Ngomong-ngomong, sepertinya ada seseorang yang belum datang. Kalau tidak salah.. namanya Sewi.
Aku ingin bertanya mengenai Sewi, tetapi setelah melihat Elfie yang sedang gelisah, membuatku ragu untuk bertanya.
Mengingat tentang Sewi, juga membuat merasa sedih. Aku sangat benci, pada perasaan ketika aku tidak bisa mengingat sesuatu yang aku rasa sangat mengenalnya.
Perasaan Amnesia, yang selalu kambuh pada saat-saat tertentu.
Aku sangat membenci Amnesia itu, sehingga seringkali aku memilih untuk melupakan setiap keraguan yang ingin kupastikan.
Tetapi sekarang, aku tidak bisa menghiraukannya lagi, karena objek dari keraguanku adalah Makhluk Hidup. Dan lagi, aku akan tinggal di sini selama beberapa atau belasan tahun.
Yang mana, aku tak akan bisa menghiraukannya. Cepat atau lambat, aku harus merasakan perasaan sedih ini lagi.
Tetapi, bukankah ini terlalu cepat bagiku untuk merasakannya kembali?
Barusan aku melupakannya dan merasa lebih baik. Tetapi sekarang, akan teringat kembali.
Hah… aku sangat-sangat membenci perasaan ini – lebih dari apapun.
===